Konsep sederhana dari suatu sistem
kehidupan adalah keutuhan hubungan (unity), yang untuk itu, sistem
meniscayakan berlangsungnya harmoni hubungan antarkeseluruhan komponen yang
membentuknya. Mobil, sebagai contoh sistem mekanik, yang terbentuk dari
hubungan ratusan komponen, bila salah satu hubungan komponennya terganggu, maka
mobil itu akan mogok. Demikian halnya dengan badan manusia sebagai sistem
biologis, yang terbentuk dari hubungan sekitar 100 triliiun sel, bila di tempat
tertentu hubungan antar sel terputus, maka akan membengkak, bahkan bisa jadi
membusuk.
Karena itu, disimpulkan bahwa
formula kehidupan sebagai sistem (sunnatullah) adalah keniscayaan adanya
harmoni hubungan antarsemua komponen konstitutif dari sistem bersangkutan. Maka
begitulah, hukum kehidupan ini, berlaku dalam keseluruhan sistem kehidupan,
baik sistem kehidupan mikro maupun makro.
Dalam konteks sistem makro,
keseluruhan sistem kehidupan ciptaan Allah, terdiri dari tiga (sub) sistem
besar: sistem Alquran, sistem sosial (manusia) dan sistem semesta (alam).
Tiga komponen sistem kehidupan ini, sesuai desain Allah, telah diciptakan-Nya
dengan peranan yang jelas dan harmoni hubungan antarketiganya.
Peranan manusia adalah sebagai
khalifah Allah di bumi: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi" [QS Al-Baqarah (2):30]. Peranan alam semesta adalah sebagai
sumber daya untuk mendukung keberhasilan kekhalifahan manusia: “Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...” [QS Al-Baqarah
(2):29].
Dan peranan Alquran adalah sebagai
petunjuk bagi manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya: “Kami
turunkan kepadamu Al-kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”
[QS Annahl (16):89].
Maka peranan manusia sebagai
khalifah, meniscayakannya untuk selalu menggunakan (berhubungan dengan) Alquran
yang berperan sebagai petunjuk hidupnya. Sehingga, tatkala manusia mengerjakan
kemungkaran, itu berarti ia sengaja memutuskan harmoni hubungannya dengan
Alquran. Maka hal ini, sesuai formula kehidupan di depan, pasti akan
mencelakakan hidupnya.
Melakukan korupsi misalnya, bila ia
tertangkap KPK, kendati ia pejabat tinggi sekalipun bila terbukti bersalah,
maka sisa hidupnya akan berujung di penjara. Itu berarti kehidupan diri, anak,
istri dan keluarga dekat lain akan terganggu. Persis seperti mobil yang mogok
atau tubuh manusia yang luka dalam contoh di depan. Bila para koruptor
dan semua orang yang telah mengerjakan kemungkaran tidak tertangkap di dunia,
maka pengadilan Allah di akhirat pasti tidak akan membuat mereka lolos.
Karena Allah berfirman: “Luqman
berkata, "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus [QS
Luqman (31:16].
Begitu pula dengan hubungan manusia
dengan alam. Seharusnya bersifat membangun dan memelihara dengan prinsip
harmoni hubungan yang keberlanjutan. Bila sebaliknya, yaitu hubungan penguasaan
dan ekploitasi, maka itu pasti mencelakakan manusia sendiri. Stunami,
banjir bandang, cuaca ekstrim adalah contoh-contoh yang telah terbukti
mencelakakan banyak orang.
Maka, adalah keniscayaan bagi kita untuk
menciptakan harmoni hubungan dengan Alquran dan alam. Dan ini akan terwujud
hanya melalui pemahaman tentang alam (Iptek) dan Al-Quran (agama), serta
integrasi keduanya melalui amalan (akhlak mulia).Maka, marilah kita tumbuhkan keluarga kita menjadi keluarga yang di samping akrab dan ramah dengan alam sekitar, juga dan terutama sekali, menjadi keluarga yang ramah dan akrab dengan kitab suci kita: Al-Quranul Al-Karim. Fasih membacanya, paham maknanya dan mengamalkan pesan-pesanya. Sehingga, ‘rumah kita adalah surga kita’. Karena di dalamnya ada harmoni (sakinah), hubungan saling sapa dengan cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah).
Allah ‘alamu bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar