Tahun-tahun pertama
kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal
tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian
cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar
menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak
diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara
nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan
rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya
(Sunarwati, 2007).
Selanjutnya, pengasuhan
anak merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan
anak, terutama pada masa-masa kritis, yaitu usia 0 – 8 tahun. Kehilangan
pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk
sementara maupun selamanya, bencana alam dan berbagai hal yang bersifat
traumatis lainnya sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya.
Dengan demikian,
kehilangan atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan,
perkembangan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko ini akan
meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa kritis pertumbuhan anak,
yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat bencana alam, perang, perceraian, kematian
orang tua dan anggota keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki seorang
anak dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.
Dengan mengacu kepada
konsep dasar tumbuh kembang maka secara konseptual pengasuhan adalah upaya dari
lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang (asuh,
asih, dan asuh) terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu
karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal
yang tanpa disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana
emosi rumah tangga sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara orang
tua dan anaknya serta anggota keluarga lainnya. Dengan demikian hubungan inter
dan intrapersonal orang-orang di sekitar anak tersebut dan anak itu sendiri
sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.
Menurut Sears (1957)
child rearing is not a technical term with precise significance. It refers
generally to all the interactions between parents and their children. These
interactions between parents and their children include the parent expressions
of attitudes, values interests, and beliefs as well as their children
care-taking and training behavior. Sociologically speaking, these interactions
are an inseparable class of events that prepare the child, intentionally or
not, for continuing his life (Sunarwati, 2007).
Pada kenyataannya
seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang tidak didapatkan anak
dengan baik dan benar. Beberapa contoh adalah:
a. Asuh,
misalnya ketiadaan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan pengganti ASI saja
(meskipun belakangan ini ada susu-susu formula yang diupayakan mendekati
kualitas ASI, yaitu dengan kandungan lizozim laktoferin dan laktosa), dan
ketidaktahuan sehingga terjadi penelantaran anak.
b. Asih,
misalnya pada kehamilan tak diinginkan yang berkepanjangan, kasih sayang ibu
yang tak benar (smother love versus mother love).
c. Asah,
misalnya dusta putih, suasana murung, sepinya komunikasi, pertengkaran,
kekerasan dalam keluarga, disparitas gender, dan sebagainya.
Thurbe dan Cursnann
telah meneliti secara kohort selama 21 tahun terhadap 120 anak yang dilahirkan
dari kehamilan yang tidak dikehendaki dibandingkan dengan 120 anak dengan
keadaan setara namun lahir dari kehamilan yang diinginkan. Mereka menemukan
bahwa kelompok anak yang tidak diinginkan menunjukkan perilaku asosial lebih
banyak, lebih sering membutuhkan jasa dokter ahli jiwa serta kecerdasannya pun
lebih rendah daripada kelompok anak yang lahir dari kehamilan yang diinginkan.
Dalam kaitan
tercapainya keeratan ikatan ibu-anak, selain kontak kulit, visual dan emosi
sesegera mungkin setelah anak lahir, banyak peneliti mengemukakan pula perlunya
pemberian asah jauh sebelum anak dilahirkan, yaitu dengan memperdengarkan musik
klasik serta berbicara dengan anak selama masih dalam kandungan. Pengasuhan
anak oleh subtitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di tempat penitipan
anak) maupun yang purna waktu (misalnya oleh pramusiwi) harus selalu
memperhatikan hal-hal tersebut di atas, yaitu pada dasarnya agar asuh, asih,
asah didapatkan anak dengan baik dan benar (Sunarwati, 2007).
Oleh karena itu, dalam
pengasuhan anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak
membutuhkan orang tua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara kandung yang
dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri dan di dalam lingkungan yang
mendukungnya.
Diharapkan bahwa pengasuhan anak ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pounds, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soethiningsih, 1995).
Diharapkan bahwa pengasuhan anak ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pounds, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soethiningsih, 1995).
Menurut teori
perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1.
Usia anak 0 - 1
tahun yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus
dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi
terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan
"mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
2.
Usia 2 - 3
tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk
melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri
dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan
mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar,
banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat
membuat anak merasa malu.
3.
Usia 4 - 5
tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan
untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua
tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif
sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan
selalu merasa bersalah.
4.
Usia 6 - 11
tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak
kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan
berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas
yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.
Teori lainnya yang
berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu Piaget menyebutkan bahwa ada tiga
tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu :
1.
Tahap
sensorimotorik (usia 0 - 2 tahun). Pada tahap ini anak mendapatkan pengalaman
dari tubuh dan indranya.
2.
Tahap
praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) dan mampu
mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini
anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception
centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya
diabaikan.
3.
Tahap
operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat
kongkret belum abstrak.
4.
Tahap
operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak.
Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007).
Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007).