Oleh : Haerul Anam
- Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang komprehensif. Semua yang
berhubungan dengan peraturan untuk menjaga dan mengatur kehidupan manusia telah
ditetapkan.
Allah telah memuliakan manusia dengan agama Islam,
hingga ia hidup di dunia dengan kehidupan yang mulia dan layak. Dengan agama
Islam juga manusia akan bahagia. Sudah pasti, agama islam menuntut pemeluknya
untuk berta’abbud kepada Allah, berserah diri di hadapan Allah.
Adapun zakat, merupakan salah satu cara dan aturan
yang telah dibuat Islam dengan membawa tugas sebagai muraqabah atas penghasilan
seseorang yang didapatnya. Dengan zakat, penghasilan seseorang menjadi bersih,
di samping membawa manfaat buat sekitarnya hingga kehidupan menjadi harmonis.
Dalam ajaran Islam, zakat merupakan salah satu dari
rukun Islam yang menempati peringkat ketiga, yakni setelah membaca dua kalimat
syahadat dan shalat. Zakat hukumnya wajib berdasarkan Al Qur’an, As-Sunnah, dan
Ijma’ atau kesepakatan umat Islam.
Allah SWT. berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka”. (QS. At-Taubah: 103), dan “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat”. (QS. Al-Muzzammil; 20). Bersumber dari Ibnu Umar r.a. sesungguhnya
Rasulullah SAW. bersabda, “Islam
didirikan atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba sekaligus rasul utusan-Nya,
mensirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji ke Baitullah, dan puasa
Ramadhan”.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits tersebut jelas
bahwa mengeluarkan zakat itu wajib. Betapa pentingnya zakat bagi kehidupan
manusia secara makro.
Di samping itu juga dapat dikatakan bahwa penunaian
zakat adalah juga membersihkan harta benda yang tinggal. Sebab pada harta benda
seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah
ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu
belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta
bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain yang haram untuk dimakannya.
Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka bersihlah harta
tersebut dari hak orang lain.
Juga terkandung suatu pengertian, bahwa menunaikan
zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkahan pada harta yang masih tinggal,
sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak
dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan dan
tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa
malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya
sebagai hukuman Allah SWT. terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah SWT.
dalam ayat yang ini pada lahirnya di tunjukan kepada Rasul-Nya dan turunnya
ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya, namun
ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat
kaum muslimin untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu
untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan
kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan
demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif
untuk membina kesejahteraan masyarakat.
- Gambaran
Umum Teks
Surat yang kami ambil dalam pembahasan makalah kami
ini adalah surat At Taubah ayat 99 yang bunyinya :
ÆÏBur É>#tôãF{$# `tB ÚÆÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# äÏGtur $tB ß,ÏÿZã BM»t/ãè%
yYÏã «!$# ÏNºuqn=|¹ur ÉAqߧ9$# 4 Iwr& $pk¨XÎ) ×pt/öè% öNçl°; 4 ÞOßgè=Åzôãy ª!$# Îû ÿ¾ÏmÏFuH÷qu 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÒÒÈ
“Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan
Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan
untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu
jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan
memasukan mereka ke dalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (At Taubah : 99)
Disebutkan golongan munafik dari mereka sebelum
disebutkannya golongan yang beriman adalah untuk menyambung pembahasan tentang
kaum munafik Madinah yang sudah dibicarakan dalam segmen sebelumnya, juga untuk
menyambung nuansa pembicaraan tentang kaum munafik yang akan dibicarakan.
“di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang memandang apa
yang dinafkahkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian....”
Mereka terpaksa menafkahkan hartanya sebagai
pembayaran zakat, dan untuk mendanai peperangan-peperangan kaum muslimin. Juga
untuk menampak-nampakan islamnya agar dapat menikmati kesenangan hidup di dalam
masyarakat muslim yang sedang berkuasa di jazirah Arab pada waktu itu. Akan
tetapi, dia menganggap apa yang dinafkahkannya itu sebagai suatu kerugian yang
ia tunaikan dengan terpaksa, bukan karena hendak menolong para pejuang yang
sedang berperang. Juga bukan karena menginginkan kemenangan Islam dan kaum
muslimin.
“...dan dia menanti-nanti marabahaya
menimpahmu...”
Dia menanti-nanti kapan marabahaya menimpa kaum
muslimin, dan mengharap agar kaum muslimin tidak dapat pulang dari medan
perang.
“....merekalah yang akan ditimpa marabahaya ....”
Seakan-akan marabahaya itu memiliki putaran yang akan
menimpa mereka dan tak dapat dihindari, dan mengelilingi mereka sehingga tak
dapat ditolak. Ini termasuk gaya bahasa personifikasi, melukiskan hal-hal yang
immaterial sebagai sesuatu yang bertubuh, yang memperdalam kesan makna dan
menghidupkannya.
“....Allah Maha Mendengar Lagi Maha
Mengetahui.....”
Penyebutan sifat mendengar dan mengetahui di sini
sangat relevan dengan nuansa penantian marabahaya oleh musuh-musuh kaum
muslimin, dan kemunafikan yang disembunyikan dalam ketiak mereka dan dibungkus
dengan amalan-amalan lahir. Allah mendengar apa yang mereka katakan dan
mengetahui apa yang mereka nyatakan dan mereka sembunyikan.
Ada kelompok lain yang hatinya disentuh oleh keindahan
iman. Iman kepada Allah dan hari akhir itulah yang mendorong hati golongan ini
untuk berinfak, tidak takut kepada manusia, tidak merayu golongan yang menang,
dan tidak memperhitungkan untung dan rugi di dunia.
Golongan yang beriman kepada Allah SWT. dan hari akhir
memberikan infak untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan mencari doa
Rasul-Nya. Pasalnya, doa Rasul itu menunjukkan bahwa beliau rela, dan
diterimanya oleh Allah SWT. doa yang dipanjatkan oleh rasulullah untuk
orang-orang yang memberikan infak untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mencari ridho-Nya.
Karena itu, dengan serta merta kalimat berikutnya
menetapkan bahwa infak mereka diterima di sisi Allah SWT.
“....ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi
mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah)....”
Di informasikan kepada mereka akan akibat baik yang
dijanjikan Allah SWT.
“....kelak Allah akan memasukan mereka ke dalam
rahmat (surga)-Nya....”
Alqur’an menampilkan rahmat itu sebagai benda konkrit
seolah-olah berupa tempat yang menampung mereka. Ini merupakan kebalikan dari “tempat
yang menyedihkan” bagi golongan yang
lain. Yang menganggap infak itu sebagai suatu kerugian dan menanti-nanti
marabahaya bagi orang-orang yang beriman.
“....sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang...”
Allah menerima taubat, menerima infak, mengampuni dosa
dan menyayangi orang-orang yang mencari
rahmat-Nya.
- Latar
Belakang Turunnya Ayat
Surat At Taubah ayat 99 ini memiliki latar belakang/
asbabun nuzul yang bercerita tentang keadaan masyarakat pada masa Rasulullah
SAW. Masyarakat ini ada yang beriman dan ada yang kafir/ingkar kepada kekuasaan
dan perintah Allah SWT.
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya
melalui Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika
Rasulullah SAW. memerintahkan orang-orang untuk bersiap-siap berangkat ke medan
perang bersamanya. Maka datanglah segolongan dari para sahabat yang di antara
mereka terdapat Abdulllah bin Ma’qal Al-Muzanniy. Lalu Abdullah bin Ma’qal
Al-Muzanniy berkata, “Demi Allah, aku tidak mempunyai bekal yang cukup untuk
membawa kalian.” Maka mereka pergi dari
hadapan Rasulullah SAW. Seraya menangis karena kecewa tidak dapat ikut berjihad. Mereka tidak mempunyai biaya untuk
itu dan tidak pula mempunyai kendaraan.
Maka tidak lama kemudian
Allah SWT. menurunkan firman-Nya :
wur n?tã úïÏ%©!$# #sÎ) !$tB x8öqs?r& óOßgn=ÏJóstGÏ9 |Mù=è% Iw ßÅ_r& !$tB öNà6è=ÏH÷qr& Ïmøn=tã (#q©9uqs? óOßgãZãôãr&¨r âÙÏÿs? z`ÏB ÆìøB¤$!$# $ºRtym wr& (#rßÅgs $tB tbqà)ÏÿZã ÇÒËÈ
“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka
datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata:
"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka
kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran
mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. (At Taubah : 92)
Nama-nama mereka itu telah disebutkan didalam kitab
Al-Mubhamat. Dan firman-Nya yang lain, yaitu “Dan di antara orang-orang Arab
badui itu ada orang yang beriman kepada Allah..” (At taubah : 99). Ibnu Jari
mengetengahkan sebuah hadits melalui mujahid yang telah mengatakan, bahwa ayat
di atas diturunkan pula pada mereka ayat lainnya berkenaan dengan
peristiwa yang menimpa mereka, yaitu
firman-Nya, “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan...” (At taubah: 92). Abdurrahman
bin Ma’qal Al-Muzanniy mengetengahkan pula sebuah hadits yang berkenaan dengan
peristiwa ini. Ia menceritakan, “Pada saat itu jumlah kami ada sepuluh orang,
semuanya dari anak-anak Bani Muqarrin”, kemudian turun pula ayat di atas
berkenaan dengan diri kami(Bani Muqarrin).
- Analisis
Bahasa dan Kata Kunci
Dalam ayat pembahasan
di atas, (ÆÏBu)
dalam (É>#tôãF{$#ÆÏBur)
diartikan “sebagian”. Dan kata (ÆÏB÷sã) merupakan sifat dari (ÆÏBu) dan kembalinya pada (É>#tôãF{$#ÆÏBur). (ÏÌÅzFy$# Qöquø9$#ur«!$$Î/)
merupakan objek dari (ÆÏB÷sã). (äÏGtur) dan (,ÏÿZã) kata kerja yang fa’ilnya (>#tôãF{$#ÆÏBu). (ÉAqߧ9$#Nºuqn=|¹ur«!$#YÏã) merupakan implikasi dari (,ÏÿZã).
(ÏmÏFuH÷quÎû !$# Oßgè=Åzôãy 4öNçl°; 4
pt/öè% $pk¨XÎ) ×
Iwr&×
) adalah penjelasan
lebih lanjut dari implikasi.
Kata (BM»t/ãè% )
qurubaat adalah bentuk jamak dari kata (BM/ãè%) qurbah yang digunakan
dalam arti sarana pendekatan diri kepada Allah. Bentuk jamak pada ayat ini
mengisyaratkan aneka nafkah yang mereka berikan, masing-masing berdiri sendiri
dan menjadi sarana pendekatan diri kepada-Nya.
Kata (Nºuqn=|¹u) shalawaat adalah bentuk
jamak dari kata (صلاة) shalaah. Kata ini mempunyai aneka makna sesuai dengan
pelakunya. Bila pelaku-Nya Allah SWT, maka ia berarti curahan rahmat, bila
pelakunya malaikat, maka maknanya adalah memohonkan maghfirah/ pengampunan,
sedangkan bila pelakunya manusia, maka ia adalah doa kepada Allah SWT. Sementara
ulama memahami kata shalawaat berhubungan dengan kata apa yang dia nafkahkan,
bukan berkaitan dengan Allah SWT, seperti makan yang di kemukakan di atas,
sehingga makna ayat ini, menurut penganut tafsir itu, adalah mereka menjadikan
dari aneka amal saleh, seperti doa Rasul, sebagai sarana pendekatan diri kepada
Allah SWT.
Kata (
wr& )
alaa digunakan untuk meminta perhatian pendengar, karena itu ia diterjemahkan
dengan ketahuilah. Dimulainya penggalan ayat ini dengan kata tersebut dan
dengan kata sesungguhnya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang mereka harapkan
dengan sedekah itu – yakni menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah SWT. –
benar-benar akan terlaksana, sebagaimana yang mereka harapkan.
- Munsabah
Surat At taubah ayat 99 ini masih bermunasabah dengan
ayat sebelumnya yaitu ayat 98 dan 34-35, serta ayat 103. bunyi ayatnya sebagai
berikut :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZÏW2 ÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur `tã È@Î6y «!$# 3
úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ tPöqt 4yJøtä $ygøn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur (
#x»yd $tB öNè?÷t\2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. crâÏYõ3s? ÇÌÎÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beri tahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At Taubah : 34-35)
z`ÏBur É>#{ôãF{$# `tB äÏGt $tB ß,ÏÿZã $YBtøótB ßÈ/utItur â/ä3Î/ tͬ!#ur¤$!$# 4
óOÎgøn=tæ äotͬ!#y Ïäöq¡¡9$# 3
ª!$#ur ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÒÑÈ
“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang
apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan Dia
menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (At Taubah : 98)
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.” (At Taubah : 103)
Dan munasabah baenal surahnya yang saya ambil yaitu
dengan surat Al Baqarah ayat 43 dan ayat 110. ayatnya sebagai berikut :
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'[44].” (Al Baqarah : 43)
[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat
pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama
orang-orang yang tunduk.
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4q2¨9$# 4
$tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9öyz çnrßÅgrB yYÏã «!$# 3
¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ×ÅÁt/ ÇÊÊÉÈ
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada
sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al
Baqarah : 110)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas yang
bercerita, “Tatkala turun ayat emas dan perak ini menjadi resahlah sahabat
Rasulullah dan mengeluh, “Tidak seorang di antara kami yang dapat meninggalkan
harta untuk anaknya sekarang ini.” Maka pergilah Umar dengan diikuti oleh
Tsauban bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Nabi Allah, menjadi resahlah para
sahabatmu karena ayat ini”. Lalu bersabda beliau:
“Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan untuk membersihkan yang tersisa daripada harta kekayaannya, dan hanya
menentukan fara’idh (pembagian warisan) dari harta yang kamu tinggalkan.” Maka
bertakbirlah Umar mendengar sabda Rasulullah ini yang dengan sabdanya,
“Tidaklah engkau suka aku beritahukan kepadamu apa yang sebaik-baiknya disimpan
oleh seseorang? Ialah istri yang shaleh, bila dipandang menyenangkan, bila diperintah
menurut dan bila ditinggal pergi menjaga dirinya dan nama suaminya”.
- Analisis
Sosio-Histotis
Surat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad saw.
kembali dari peperangan Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pengumuman ini
dismpaikan oleh Ali bin Abi Tholib pada musim haji tahun itu juga.
Dalam islam,
zakat baru disyari’atkan pada tahun kedua hijriah. Meskipun dalam Alquran,
khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Makkah(Makkiyah), zakat sudah banyak
disinggung, secara resmi baru disyaratkan setelah Nabi Muhammad SAW. hijrah
dari Makkah ke Madinah.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, pra-Islam zakat sudah
pernah dilaksanakan sebelum kedatangan agama Islam. Kegiatan yang dilakukan
yang berbentuk seperti zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa Timur kuno
di Asia, khususnya di kalangan bangsa-bangsa Timur bahwa meninggalkan
kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan.
Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh
kebahagiaan hidup di surga. Dalam syariat Nabi Musa as. zakat sudah dikenal,
tetapi hanya dikenalkan terhadap kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti
sapi, kambing, dan unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari
nisab yang ditentukan. Bangsa Arab Jahiliyah mengenal sistem sedekah khusus,
sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’am ayat 136.
- Relevansi
Zakat Dalam Kehidupan
Salah satu problematika yang mendasar saat ini tengah
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah problematika kemiskinan. Berdasarkan data
resmi, angka kemiskinan di Negara kiat mencapai 36 juta jiwa, atau sekitar 16,4
% dari total penduduk Indonesia.
[11] Sementara itu, angka pengangguran juga
sangat tinggi, yaitu 28 juta jiwa, atau 12,7 % dari total penduduk.
[12]
Fakta
ini merupakan hal yang sangat ironis, mengingat Indonesia adalah sebuah Negara
yang dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa hebatnya. Namun demikian, kondisi
ini tidak termanfaatkan dengan baik, sehingga yang terjadi justru sebaliknya.
Di mana-mana kita menyaksikan fenomena eksploitasi alam yang tidak terkendali.
Hutan-hutan di babad habis, sehingga menyebabkan kerugian Negara mencapai 30
triliun rupiah ( 3 milyar dolar AS)
[13].
Sumber daya alam lainnya, seperti mineral dan barang tambang, juga tidak dapat
dioptimalkan pemanfaatannya bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Yang
terjadi adalah semua kekayaan tersebut, terkonsentrasi di tangan segelintir
kelompok sehingga menciptakan kesenjangan yang luar biasa besarnya. Padahal,
Allah SWT telah mengingatkan bahwa pemusatan kekayaan di tangan segelintir orang
adalah perbuatan yang sangat di benci-Nya. Akibatnya adalah munculnya
kesenjangan yang luar biasa di tengah-tengah masyarakat kita.
Hal
yang tidak kalah menyedihkan adalah bahwa kesenjangan ini telah menyebabkan
terjadinya proses perubahan budaya bangsa yang sangat signifikan, dari bangsa
berbudaya ramah, suka bergotong royong, dan saling toleransi, menjadi bangsa
yang hedonis, kasar, pemarah, dan melupakan nilai-nilai kemanusiaan. Yang kaya
semakin arogan dengan kekayaannya, sementara yang miskin semakin terpuruk dalam
kemiskinannya. Akibatnya, potensi konflik sosial menjadi sangat besar. Dan hal
ini telah dibuktikan dengan beragamnya konflik sosial yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat kita, terutama dalam satu dasawarsa terakhir ini.
Kondisi
ini sesungguhnya merupakan potret dari kemiskinan struktural. Artinya,
kemiskinan yang ada bukan disebabkan oleh lemahnya etos kerja, melainkan
disebabkan oleh ke tidak adilan sistem. Kemiskinan model ini sangat membahayakan kelangsungan
hidup sebuah masyarakat, sehingga diperlukan adanya sebuah mekanisme yang mampu
mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat mampu ( the heve )
kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu ( the heve not )
Zakat,
sebagai rukun Islam yang ketiga, merupakan instrument utama dalam ajaran Islam
yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan the heve kepada the
heve not. Ia merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan
pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat
dapat ditingkatkan.
- Kesimpulan
Dari uraian di atas banyak sekali hikmah dan manfaat
mensyariatjkan zakat, di antaranya :
- Membiasakan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat)
untuk bersifat dermawan dengan mencabut akar bakhil dan hubbun nafs yang
berlebihan dalam diri sendiri yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa
zakat sekalipun tidak akan mengurangi hartanya sedikit pun, sebaliknya
dengan zakat hartanya akan bertambah dan bahkan menjadi barakah. Rasul
telah bersabda : “harta tidak akan
berkurang dengan zakat”.(HR. Muslim). Bagaimana harta berkurang dengan
zakat, sedangkan Allah yang akan memberkahi hartanya dengan sebab zakat,
di samping Allah telah menyediakan baginya pahala yang agung di akhirat.
- Zakat termasuk salah satu cara untuk taqwiyah/mempererat
tali ukhuwah antara muzakki dengan sekitarnya. Dengan zakat, timbullah
kasih sayang dan saling mencintai antara si miskin dan si kaya. Yang
miskin tidak hasd dengan yang kaya, karena ia mengerjakan haknya,sedangkan
yang kaya merasa aman dari gangguan hasad yang miskin.
- Zakat bisa mengatasi masalah sosial kemasyarakatan
yang salah satu sebabnya kefakiran. Dan masih banyak lagi hikmah yang lain
yang bisa kita ambil dari fardunya zakat.
Adapun hukum orang yang tidak mengerjakan zakat karena
ia mengingkari kewajibannya , maka ia di
hikumi kafir, karena zakat termasuk salah satu rukun Islam dan orang yang
mengingkari salah satu rukun Islam maka telah keluar dari Islam dan ia dianggap
kafir.
Sedangkan orang yang tidak mengerjakan zakat karena
sifat bakhil dan ia tetap beriman akan kewajiban zakat maka ia di hukumi fasiq
dan berdosa serta akan di adzab dengan siksa yang pedih di neraka. (lihat surat
At taubah : 34-35).
- Daftar
Pustaka
Hasan, Syekh. H. Abdul Halim, Tafsir Al-Akham,
Jakarta : Kencana, 2006
Al Qurtubi, Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al
anshori, Al Jamili Ahkam Alquran, Beirut : Dara al kutub al ilmiah
Mahali, A. Mudjab, Asbabul Nuzul, Studi Pendalaman
Alquran, Jakarta : Rajawali, 1989
Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid IV, Juz 10,11, dan 12,
Semarang, Citra Effhar, 1993
Data Biro Pusat (BPS), 2004
Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul, Al lu’lu’ wal marjan,Surabaya
: PT. Bina Ilmu, 2006
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al - Mishbah : pesan,
kesan, dan keserasian Al Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002
Sairuddin, Drs, Kamus Arab Al azhar, Jombang :
Lintas Media, 2006
Bahreisy, Salim
dan Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid IV, Surabaya, PT. Bina Ilmu,
2004
Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2007
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung : Sinar
Baru Algensindo) hlm. 192
Maksudnya: mereka bersedih hati karena
tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka
pergi berperang.
Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan
cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
Zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati
mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.