Cari Blog Ini

Sabtu, 17 Desember 2011

Kualitas pembelajaran dalam satuan pendidikan adalah tolok ukur kualitas pendidikan Nasional

Oleh .Maful
Guru PAI SDN Gandrungmmangu 05
Cilacap,Aktif Di PMII STAIN purwokerto
Dan masih tercatat mahasiswa STAIN
Purwokwerto prodi PAI semester VII


Proses belajar mengajar adalah interaksi antara guru dan peserta didik yang didalamnya yang didalamnya terdapat transfor of knowladge dan transfor of value yang didapat melalui pengetahuan , pengalaman hidup , dan pengembangan life skill peserta didik dan merubah perilaku peserta didik.
Dari pengertian diatas perkembangan pendidikan yang selalu mengiringi perubahan zaman, telah melahirkan berbagai macam kurikulum yang yang sangat heterogen hal ini juga karena perkembangan dunia yang menglobalisasi agar pendidikan menjawab tantangan zaman yang syarat dengan perubahan, baik itu perubahan dari segi culture maupun strukturural.Dunia pendidikan dihadapkan dalam perkembangan dunia dewasa ini, rekonstruksi pendidikan baik itu dari segi persepsi maupun dari segi paradigma adalah realita pendidikan dewasa ini. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan output yang ber kompetensi serta berkualitas nasional dan internasional Ironis memang jika output akan tercapai tanpa adanya input yang berkualitas, Input yang dimaksud adalah kurikulum , Proses dan sumber daya manusia.
Kualitas pendidikan dalam suatu proses belajar mengajar adalah Sub bagian dalam kualitas pendidikan secara Makro, jika proses pendidikan adalah satuan dari sebuah sistem, maka sangat Urgen dalam proses tersebut akan menghasilkan kualitas dengan skala kuantitasnya.
KTSP yang dijadikan ujung tombak dari kurikulum bangsa kita sangat diharapkan perannya sehingga Implikasinya dapat dirasakan oleh Stakeholders untuk menjawab segala kebutuhan masyarakat saat ini, inovasi kurikulum ini juga akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar baik dari segi kurikulum , bahan ajar, strategi, metode pengajaran dan juga Sumber daya pendidik yang berkompeten dan semua stakholders tersebut vharus mampu memahami Visi misi dari kurikulum satuan pendidikan agar tercapainya harapan dan cita – cita masyarakat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menelaah keberhasilan proses belajar mengajar itu berkualitas maka menurut Taxonomi Benyamin . S.Bloom, harus berorientasi pada ranah kognitif, afektif dan juga psikomotorik peserta didik.dan juga faktor konatif yaitu komitmen untuk melaksanakan apa yang sudah diajarkan dalam Real Life atau menurut UNESCO disebutkan pendidikan bertujuan untuk life to know, life to be , life to do dan life together.
Kualitas pembelajaran yang berkualitas harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
1. Ukuran kelas (size class), menurut Nana Sudjana bahwa semakin banyak jumlah peserta didik dikelas maka semakin rendah kualitas pembelajaran , misal jika satu kelas berjumlah 40 maka dalam skala perbandinganya 1: 40 ( 1 Guru :40 peserta didik) atau dalam ukuran waktu 60 : 40 ( 1 siswa hanya dapat perhatian guru 1, 6 menit)dalam setiap satu mata pelajaran.berdasarkan kelas yang ideal adalah 1:25 ( 1 guru : 25 peserta didik) jadi dalam setiap pelajaran siswa mendapat perhatian dari guru 2,5 Menit.dan konklusinya semakin sedikit peserta didik maka semakin berkualitas pula suatu pembelajaran.
2. Metode dan strategi pembelajaran , guru yang baik adalah guru yang mau bekerja keras baik itu dalam mempersiapkan bahan ajar yang didesain dan dirancang dengan perencanaan yang baik dan disertai strategy dan metode penyampaian materi yang sesuai serta harus menjadikan peserta didik sebagai subjek oriented dalam pembelajaran yang berbasis siswa aktif (learning aktif) yang memposisikan guru sebagai fasilitator guru dalam active learning akan menjadikan kelas sebagai panggung Teater apakah guru berperan sebagai periang, humoris, pemarah , orang yang baik hati atau juga menjadi seorang penjahat, dalam active learning gaya mengajar guru dijadikan sebagai suatu Seni dalam mengajar (the Art of Teaching) sehingga apa yang dilakukan guru akan ditiru oleh peserta didik ,pada dasarnya tidak ada pelajaran yang membosankan yang ada hanya guru yang membosankan,apapun pelajarannya jika penyampaianya didesain dan di sampaikan dengan metode yang tepat, yang melibatkan semua unsur dalam siswa baik itu dalam ranah kognitif , afektif ataupun psikomotoiriknya.secara signifikan peran siswa dalam pembelajaran akan lebih mendominasi.
3. Sarana dan prasarana,dalam hal ini sekolah atau instansi mempunyai tugas jika pembelajarankan memperoleh hasil yang berkualitas maka perlu memperhatikan hal – hal yang menunjang proses belajar mengajar seperti : Laboratorium, perpustakaan,dan media pembelajaran.
4. Kurikulum serta Visi dan Misi sekolah, tidak lepas dari faktor kurikulum yang sebagai pengejawantahan dari Visi dan Misi sekolah yang bersifat operasional sebagai landasan tujuan intitusional, akan berimplikasi terhadap proses belajar mengajar dalam satuan pendidikan.selain kurikulum sebagai media dalam pewarisan budaya (kearifan Lokal) dan juga pewarisan nilai (Value) Masyarakat,maka perlu adanya inovasi dalam mengahadapi tantangan dan perkembangan dunia,guna mempersiapkan peserta didik yang mempunyai daya saing dan daya kompetensi yang menglobal.
Kadang pendidikan kita lebih sering mengutamakan kuantitas tanpa memperhatikan kualitas, munculnya sekolah – sekolah unggulan seperti RSBI / SBI , sekolah alam adalah representasi dari keinginan Masyarakat akan pendidikan yang berkualitas,kalau kita cermati bahwa sekolah – sekolah tersebut selalu mengutamakan proses belajar yang bertumpu pada pembelajaran siswa aktif , jadi dengan leluasa peserta didik akan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Pembelajaran active learaning atau pembelajaran yang d disertai dengan pembelajaran yang menggunakan metode PAIKEM (pembelajaran, aktif, inovatif, kondusif dan menyenangkan) atau Quantum Teaching. perlu adanya SDM pendidik yang berkompetensi agar semua tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

Islam dalam perdaban Indonesia

oleh:maful
(Ketua SEMA 2011-2012)
(Koordinator Dept. Jaringan dan komunikasi PMII Walisongo PWT 2011)
Kejumudan islam dalam berbagai segi merupakan bukti bahwa masyarakat islam tidalk lagi mmempunyai semangat ghirah untuk teyap survive dalam perkembangangan peradaban bangsa ini,hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia namun telah mewabah pada seluruh Negara islam diseluruh penjuru dunia.dalam perjalanan sejarah Islam mulai mengalami kemunduran ketika supremasi Baghdad jatuh kepada bangsa Monghol,dan juga eksploitasi Islam secara langsung terjadi pada masa helenisme yaitu persentuhan Islam dengan Eropa yang terjadi semasa perang salib,yang ditandai dengan pertukaran dan kontak langsung antara keilmuan Islam dan Eropa.namun pada abad pertengahan dan modern islama mualai kehilangan muaranya kemana akan mereposisikan dalam ercatuaran dunia. Hal ini telah membuktikan bahawa masyarakat islam pasca kolonialisme terlalu asyik dengan Euforianya.sehingga luapa kemana akan membawa arah kiblat islam dalam dnamika peradaban islam.hal ini yang membangkitkan semangat pergerakan generasi islam menuju satu titik capaian dengan visi dan misi yang sangat ideal yaitu membangkitkan semangat kembali islam dalam mereposisikan agama sebagai rahmatal lil alamin.
Menurut jamaludin Al Afghani”Islam harus dikembangkan sebagai agama peradaban,Islam bukan hanya mengusung Konsep Tauhid semata yang menjalankan Ritual ibadah tetapi harus diejawantahkan dalam peradaban melaluiPengembangan Keilmuan, pembelaan hak- hak mIskin, dan menurut Al Afgahani faktor yang terpenting adalah Kesejahteraan rakyat miskin”
Penyebab lain kebangkitan islam dimasa kini,sebagian agama dan masyarakat, ialah kian meluasnya wawasan masyarakat muslim itu sendiri.sejak tahun – tahun pertama kemunculannya ,islam sudah mendapat tantangan,baik politik, spiritual dan cultural ini menjadi luar biasa berat dalam beberapa abad terakhir.sejarah islam akan sangat berbeda sebagaiman akan sangat berbedanya sejarah budhisme jika tempat kelahiranya adalah,katakanlah Indonesia.Tantangan terberat bagi semmua Negara islam saat ini adalah bidang kebudayaan, yakni”Kebudayaaan”dunia dalam pergaulan masyarakat materialistic yang makmur- merajalelanya obat bius,musik pop, dan pornografi yang mana merupakan sisi modernitas yang bersifat merusak.dalam bidang itulahislam menganggap barat sebagai sumber dekadensi dan kemerosotan moral.apalagi manakala persekutuan politik barat cenderung bertingkah sebagai penguasa yang tidak aspiratif,kaku, dan represif,sementara mitra politik setempatpun cenderung korup.Terhadap mereka, Islam Memiliki pandangan dan sikap korektif tersendiri.(artikel”soldiers of Allah Advance”)
Perlu dicatat bahwa pasca abad pertengahan islam lebih banyak berkutat dalam Restorasi (pengembalian) islam sebagai bentuk yang utuh yaitu seperti pada zamanya Rasulullah merekan merinduklan Islam dipimpin oleh para sahabat yang dalam hal ini bisa diakatakan Khalifah.dalam konteks keindonesiaan hal ini tditandai dengan lahir dan berkembangnya paham – paham radikalisme atau fundamentalisme sebagai ideology dan media untuk memperjuanhgkan segala keinginan politiknya,karena orientasi mereka bukan hanya Misi dakwah an sich tapi sudah merambah pada Multidimensi Kehidupan , sebut saja kelompok yang berafiliasi untuk merestorasi islam Antara lain:HTI (Seperti ikhwanul Muslimin Di Mesir), FPI, Jamah Islamiah dan kelompok reskonservatif lainya,yang mengiginkan islam Indonesia kembali pada peradaban zaman Rasulullah.Mereka mempunyai kubu yang kontra yang memang lahir dari keresahan intektual terhadap mirisnya islam yang stagnan teap kelompok ini menginginkan Islam tetapi islam tidak bias di pisahkan dari politik dan agama. dengan munculnya paham Liberalisme misalnya ada JIL (jaringan Islam Liberal) yang mengusung formulasi baru dari paradigma Islam, Kelompok Liberalis tersebut walaupun terkesan Bid’ah (inovasi) tetapi mereka berpandangan bahwa Islam perlu Reformasi (perubahan) , agar islam dapat survive ditengah terpaan peradaban yang dinamis.
Namun dalam perjalan bangsa Indonesia dewasa ini,perebutan dan pertentangan politik dan ideology kian meruncing dengan ditandainya aksi terorisme dengan mengatas namakan bangsa dan agama ,apaiun dalihnya Ideologi biukan untuk saling membunuh tapi harus dicari Ekletisnya di negeri ini.ketika kelompok- kelompok radikalisme dan Liberalisme sibuk untuk merebutkan status quo ideology mereka,mereka terlena dengan Substansi Islam sebagai agama peradaban yang akan membawa perbedaan menjadi satu sisi kemajuan jika di disikapi dengan Misi nasionalisme.
Islam Di Indonesia seakan – akan terlena oleh zaman,mereka lebih senang merebutkan kekuasaan dengan jalan politik praktis yang juga dengan tidak di imbangi kelompok oposisi dari islam itu sendiri sehingga kecarut marutan sangat terlihat.Islam dalam konteks ke Indonesiaan bukan hanya islam sebagai agama namun sudah saatnya islam berbaur dengan peradaban, Sehingga islam sebagi agama yang “Sholih fi kulli makani wa zaman “ yang mampu bmembawa negara dalam sisi spritualitas , keilmuan ,tekhnologi dan pengembangan sains,ekomomi,budaya dan yang berdasarkan konsep Islam, sebagaimana jamaludin Al afgahni mendorong bahwa kaum muslimin untuk menentukan nasib mereka sendiri.dia menyarankan agar dunia Islam tercipta sebagaiman mestinya,yaitu memperjuangkan kesejahteraan rakyat,mengentaskan kemiskinan dan pembelaan terhadap kaum – kaum marginal.sebagaiman Allah berfirman “ sesungguhnya,Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika mereka sendiri tidak mengubahnya” (QS.13:11),Al afgahni juga mengigatkan sengat kaum muslimin dengan mengingat kenagan masa silam yang gilang gemilang.Sebagaiman dengan tujuan bangsa ini.
Islam dan Demokrasi Di Indonesia
Dewasa ini indonesia disanjung oleh negara- nargara maju terhadap demokrasi yang dikembangkan di indonesia ,mereka menyatakan (Negara maju /kesatu) “Indonesia adalah salah satu negara dengan sistem demokrasi yang tersistematis dan paling baik” indikator ini adalah dengan dilaksanakannya pemilihan presiden secara langsung,seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya ,sebuah formulasi negara yang diusung para Funding father kita mulai dari demokrasi terpimpin/ presidensiil dengan segala retorikanya,dan jugasampailah pada demokrasi pada dasa warasa ini yang cenderung pada demokrasi liberal ataupun kapitalis.
Konsep Syura dalam demokrasi Di Indonesia sejatinya sangat idealis dengan ketatanegaraan indonesia,karena dalam parlementer adalah Reperentasi dari seluruh perwakilan rakyat,sehingga Syura sangat cocok untuk menopang masyarakat indonesia yang Majemuk,islam menawarkan konsep tersebut karena dalam ajaran islam Allah berfirman “Fasyawirhum fil amri”prinsip musyawarah sangat dijunjung oleh islam, Nabi sendiri ketika memutuskan suatu perkara baik itu urusan pemerintahan maupun urusan agama tidak pernah meninggalkan mUsyawarah,terlepas dari Nabi sebagai Otoriternya yaitu Rasul dan Nabi yang mempunyai wahyu dan juga pemimpin negara.
Mengapa pada masa demokrasi terpimpin Islam turut mendukungnya hal itu tidak lepas dari konsep ynag ditawarkan oleh Presiden Soekarno pada saat itu,pada wakyu itu Islam yang diwakili oleh politikus Nu yaitu Idham Khalid menyetujuinya karena memandang demokrasi tersebut sangat cocok dengan konsep dan literatur Islam,Akhirnya dalam perjalananya pun banyak sekali ditemukan ketidak mapanan dan persinggungan yang memang dijadikan media dalam pertarungan politik,karena dalam Demokrasi tidak lepas dari partai politik praktis yang melibatkan Parpol,sedang dalam perjalanannya PARPOL yang sebagai jelmaan dari rakyat ternyata merebutkan kekuasaan dan Status Quo pada saat itu,akhirnya semuanya itu menjadi bumerang bagi negara dan bangsa ini dengan Munculnya pemberontakan G 30 s PKI dan gerakan – gerakan separatis lainya.
Jika diamati maka akan terjadi keseimbangan dan dealisme yang tinggi jika semua stakholders ada kemauan untuk membangun bangsa dan negara,yang perlu didukung okeh political will dan dan social will dari seluruh komponen bangsa, sehingga ekletisme islam sebagai hukum akan terlihat secara substansial dalam negara demokrasi yang pluralis sehingga islam sebagai rahmatal lil alamin akan menjadi real life.

Biografi Zakiah Darajat

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan agama islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikan ia dapat memahami, meghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang sesuai dengan norma dan nilai yang ada. Sehingga ia nanti mampu menjadikan pendidikan agama sebagai suatu pandangan hidup untuk keselamatan an kesejahteraan didunia maupun diakhirat. Pendidikan agama juga dapat sebagai pendidikan akhlak, kerena dengan pendidikan agama yang tepat maka individu tersebut dapat memiliki akhlak yang baik dan kuat dengan landasan agama yang kuat.
Salah satu tokoh wanita yang cukup berperan dalan dunia pendidikan agama islam adalah Prof. Dr. Zakiah Darajat, dimana beliau merupakan tokoh yang multi dimensional. Karena ia tidak hanya dikenal sebagai psikolog, tetapi juga mubaligh, penulis, dan pendidik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Zakiah Darajat
Zakiah Darajat adalah salah satu tokoh wanita yang memiliki pengaruh cukup banyak dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan islam. Zakiah Darajat lahir di Kampung Kotamerapak, kecamatan Ampek Angkek, Bukit Tinggi, Sumatra Barat, pada tanggal 6 November 1929. Beliau adalah anak dari Daradjat Ibn Husein dan Rapi’ah binti Abdul Karim . Pada mulanya Zakiah belajar di Standard School Muhammadiyah, di Bukti Tinggi pada tahun 1944, Kuliyatul Mublighat, di Padang Panjang tahun 1947, kemudian melanjutkan ke SMA Bukit Tinggi tahun 1951, kemudian ia mendaftar di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Yogyakarta dan Universitas Islam Indonesia pada tahun 1955, dan pada tingkat IV Fakultas Tarbiyah ia di tawari untuk meneruskan ke Universitas Ein Shams, di Kairo, Mesir untuk melajutkan doktornya pada tahun 1964. Belajar delapan setengah tahun disana ia belajar ilmu dengan spesialis psikoterapi. Setelah selesai dan pulang ke kota kelahirannya ia langsung bekerja pada Departemen Agama sampai Maret 1984. Zakiah Darajat menjabat Direktur Pembinaan Agama Islam dan ia adalah satu-satunya wanita anggota DPA dan ia juga membuka praktek konsultasi psikologi di kediamannya. Pada tahun 1960-an ia juga menjadi guru besar dan memimpin Fakultas Pasca-Sarjana di IAIN Jakarta dan Yogyakarta. Kemudian karirnya semakin padat diantaranya yaitu :
1. Pegawai Biro Perguruan Tinggi Departemen Agama (1964-1967)
2. Kepala Dinas Perguruan Penelitian dan Kurikulum pada Direktorat Perguruan Tinggi Agama (1967-1972)
3. Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (1972-1974)
4. Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (1977-1984)
5. Anggota DPA-RI (1983-1988)
6. Guru Besar IAIN Jakarta (1984-sekarang)
Disiplin ilmu kehlian yang ditekuni dan disosialisaskan secara konsisten, tak kenal lelah dan bosan, adalah tentang Psikologi Agama dan Kesehatan Mental. Hal ini direlisasikan melalui berbagai media buku, artikel, makalah dalam diskusi atau seminar, juga melalui ceramah deberbagai forum, radio dan televisi serta dalam mengajar di berbagai lembaga pendidikan.

B. Pendidikan Agama
Langkah Zakiyah Darajat untuk membenahi lembaga pendidikan agama dalam perannya yang tidak hanya di masyarakat tetapi juga di institut, sehingga dapat memperlancar keinginannya untuk mengintegrasikan pendekatan agama dengan ilmu pengetahuan modern dengan merujuk berbagai literature Barat maupun Islam. Langkahnya antara lain yaitu dengan mengupayakan terbentuknya kurikulum standard dari pemerintah bagi lembaga pendidikan islam, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat . Perhatian Zakiah untuk mengembangkan dunia pendidikan islam ini tidak terbatas pada pendidikan tinggi serta lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah. Zakiah merintis pendidikan untuk anak-anak dan remaja, termasuk bagi mereka yang kurang mampu, yakni dengan mendirikan yayasan dan lembaga pendidikan ruhana. Selain itu ia juga meluangkan waktu untuk mengisi acara keagamaan diberbagai media .
Pentingnya pendidikan agama adalah sebagai sarana untuk membentuk kesehatan mental manusia. Karena pendidikan agama mempunyai peran fundamental untuk menunbuhkan potensi-potensi fitrah manusia yang bersifat spiritual dan kemanusiaan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan makna hidup hakiki, yakni membentuk manusia modern yang sehat secara biologis dan spiritual. Hidup yang dimaksud adalah bahwa pada sosok manusia yang mampu menyesuaikan dengan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. Menurut Zakiah pendidik harus selalu memikirkan moral, tingkah laku, dan sikap yang harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Hal ini karena pendidikan agama yang sudah dibiasakan sejak kecil akan dapat menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik dan nantinya saat dewasa ia akan tetap pada jalur yang benar, karena apabila saat dewasa ia melakukan pelanggaran norma ia akan mengalami kegoncangan jiwa. Namun hal ini juga tidak terlepas dari pengajaran orang tua saja, tetapi juga peran sekolah serta masyarakat juga berpengaruh.
Peran sekolah dalam pendidikan agama islam dapat diperoleh melalui bimbingan, latihan, dan pelajaran yang dilaksanakan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang amat penting bagi kehidupannya dimasa yang akan datang. Pendidikan agama dan pendidikan akhlak pada unur sekolah ini adalah refleksi dari keimanan dalam kehidupan nyata. Agama akan membantu anak dalam pengendalian diri. Jika bakal keimanan dan pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap maka agama akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai, bersikap .

C. Pemikiran Zakiah Darajat
Zakiah Darajat memiliki pendirian bahwa Al Qur’an dan Hadits harus menjadi rujukan pertama dan utama bagi setiap muslim. Bagi Zakiah Darajat pengenalan ajaran agama harus diberikan secara tepat kepada seseorang dengan jalan memehami perkembangan dan pertumbuhan kejiwaaan mereka.. ini berarti bahwa ajaran agama yang deberikan dan ditularkan secara sadar kepada anak-anak atau remaja akan menjadi unsur penting dalam pembentukan personality (kepribadian) mereka. Zakiah juga menganggap pemahaman terhadap psikologi akan membantu seseorang mampu mengarahkan pendidikan agama secara tepat terhadap seseorang. Zakiah juga percaya bahwa pendidikan agama harus diberikan lebih dini lagi, yaitu kepada mereka yang akan menikah atau bahkan kepada orang yang akan mencari jodoh.
Pemikiran Zakiah Darajat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.pendidikan agama sebagai satu bidang studi, dan pendidikan agama sebagai lembaga pendidikan agama seperti madrasah dan pesantren. Saat beliau menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama, beliau melatarbelakangi lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada 24 Maret 1975, mengenai kedudukan madrasah dalam system pendidikan nasional. Melalui SKB Tiga Menteri tersebut, maka kurikulum madrasah tidak lagi 100% agama, tetapi berubah menjadi 70% untuk mata pelajaran umumdan 30% untuk mata pelajaran agama. Ijasah madrasah sama nilainya dengan ijasah sekolah umum sesuai dengan tingkatnya. Dengan demikian, tamatan madrasah bisa melanjutkan ke sekolah umum, sebaliknya tamatan sekolah umum mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke madrasah. Hal ini karena Zakiah menginginkan adanya penghargaaan terhadap status madrasah. Salah satu isi SKB tiga menteri ini menyatakan bahwa madrasah ibtidaiyah setingkat dengan sekolah dasar.
Zakiah Darajat juga secara konsisten memberikan perhatian yang sangat intensif terhadap pendidikan agama, baik dalam keluarga maupun pada lembaga pendidikan lain, baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Beliau juga menekankan perlunya memhami karakteristik perkembangan dari peserta didik maupun kait-kiat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, baik yang disebabkan oleh perkembangan individu tersebut maupun karena perkembangan-perkembangan masyarakat yang sangat cepat di era ini. Beliau juga meneekankan peren penting lembaga-lenbaga pendidikan termasuk keluarga, terutama paea pendidiknya. Menurut Zakiah dengan memahami dan menguasai kiat-kiat tersebut nantinya dapat memaksimalkan potensi-potensi yang ada pada mereka. Hal ini karena pendidikan agama memiliki basis psikologi sebagai alat untuk memahami orang-orang atau individu-individu penerima layanan jasa pendidikan. Prinsip-prinsip konseling yang beliau terapkan merupakan salah satu pendekatan yang sangat efekif untuk diterapkan dalam berbagai lingkungan pendidikan .
Pendidikan islam ini sangat erat hubungannya dengan kesehatan mental, karena pendidikan islam adalah unsure terpenting dalam pembangunan mental. Karena pentingnya agama dalam pembangunan mental, maka pendidikan agam dilakukan secara intensif . ditujukan untuk mempeebaiki kesehatan mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan islam dalam hal ini tidak hanya bersifat teoritis saja, namun juga praktis. Karena dalam pendidikan islam berisi ajaran-ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perseorangan dan bersama. Pendidikan agama ini merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Sehingga dalam hal ini pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga saja, tetapi juga masyarakat serta pemerintah.
Pendidikan agama ini perlu dilaksanakan sebaik-baiknya karena hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi muda yang akan datang. Oleh karena itu upaya untuk menyelamatkan dan pembangunan ini memerlukan perhatian, terutama keluarga, sekolah (lembaga pendidikan), pimpinan-pimpinan dan orang berwenang dalam masyarakat, khususnya pemerintah. Pelaksanaan pendidikan ini juga tidak boleh berbeda antara penddikan yang diterima di dalam rumah dan di sekolah, karena apabila hal ini terjadi maka akan menghambat pembangunan kesehatan menta yang sehat, akan membawa kepada kegoncangan iman dan keragu-raguan pada agama. Pelaksanan pendidikan ini dapat tercermin dan terjadi dalam pengalaman, perlakuan dan percontohan dalam hidup..mental agama ibi harus terjadi daam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Peran wanita dalam membina mental dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh, hal ini karena wanita dalam hidup dikeluarga memiliki dua pandangan, yakni wanita berperan menjadi seorang istri dan juga sebagai seorang ibu, dimana wanita sebagai seorang istri memiliki kewajiban untuk tetap bisa membahagiakan suami dalam keadaan apapun, dan wanita sebagai seorang ibu ia mampu untuk mendidik anaknya agar memiliki suatu kebiasaan yang cukup bagus bagi kehidupan ukhrawi dan duniawai. Apabila ibu dan bapaknya mengerti agama dan menjalankannya dengan taat dan tekun. Maka perkembangan yang mempengaruhi sehatnya perkembangan mental akan semakin mendukung. Wanita dalam hal ini berperan dalam segala kehidupan, oleh Karena ituwanita dalam melaksanakan berbagai peran harus dapat menjaga dirinya. Zakiah Darajat dan Noeng Muhadjir berpendapat bahwa konsep pendidikan islam mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan dan mementingkan segi akidah (keyakinan), ibadah (ritual), dan akhlak (norma-etika) saja, tetapi jauh lebih luas dan dalam dari pada itu. Jadi ruang lingkup pendidikan islam meliputi :
1. Setiap proses perubahan menuju ke arah kemajuan dan perkembangan berdasarkan ruh ajaran islam.
2. Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental, perasaan (emosi), dan rohani (spiritual).
3. Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan-ketakwaan, pikir-dzikir, ilmiah-alamiah, materiil-spiritual, individual-sosial, dan dunia-akhirat.
4. Relisasi dwi fungsi manusia, yaitu fungsi peribadatan sebagai hamba Allah dan fungsi sebagai kekhalifahan sebagai khalifah Allah.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Peran Zakiah Darajat dalam Pendidikan Islam merupakan salah seorang yang memberikan dampak yang cukup terlihat. Karena perhatian ZAkiah untuk mengembangkan dunia pendidikan islam tidaj terbatas pada pendidikan tinggi serta lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah. Zakiah juga merintis pendidikan untuk anak-anak dan remaja, termasuk bagi mereka yang kurang mampu, dengan mendirikn yayasan dan lembaga pendidikan ruhani. Selain itu, Zakiah juga meluangkan waktu untuk mengisi acara keagamaan diberbaga media. Zakiah juga merupakan tokoh wanita Indonesia, terutama wanita muslim dalam dinamika percaturan nasional, baik di bidang pendidikan, maupun social politik. Zakiah juga selalu berusaha untuk menyeimbangkan antara duniawi dan juga ukhrwi untuk kehidupan yang lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, dkk, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia, Ciputat : PT Logas Wacana Ilmu, 1999
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung : PT Remaja Rosadakarya, 1995
___________, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bintang Bulan, 1975
¬¬¬____________, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2008
____________, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1970
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta, 2009
Moh. Roqib, Nurfuadi, Kepribadian Guru, Yogyakarta : Grafindo Litera Media, 2009

Senin, 12 Desember 2011

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH: GOLONGAN YANG SELAMAT

Bersabda Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW, maknanya:“dan sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud)

A. Pengertian Aswaja.
Secara bahasa, ahl al-sunnah wa al –jama`ah ( aswaja ) terdiri dari tinga, kata yaitu ahl al sunnah wa al-jama`ah. Kata ahl menurut Fairuzzabadi berarti``Pengikut aliran``atau pemeluk mazhab``, jika dikaitakan dengan aliran-aliran atau mazhab. Menurut Ahmad amin, kata ahl merupakan badal nisbat, sehingga jika dikaitkan dengan kata al-sunnah menjadi ``ahl al sunnah berarti orang yang berpaham sunni ( al-sunniyun ). Sedangkan kata al-sunnah di samping mempunyai makna al-hadits, ia berarti juga at-thariqah ( jalan ) para sahabat Nabi dan tabi`in.
Istilah “aljamaah” sering di pahami sebagai sesuatu yang miring seolah-olah al jamaah keluar dari konteks al qur’an dan hadits. padahal tidak. Al jamaah adalah hanya sebuah jalan (kesepakatan) atau cara untuk juga memahami alqur’an dan hadits. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah), menurut Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, adalah golongan kaum muslimin yang berpegang dan mengikuti As-Sunnah (sehingga disebut ahlus sunnah) dan bersatu di atas kebenaran (al-haq), bersatu di bawah para imam([khalifah) dan tidak keluar dari jamaah mereka (sehingga disebut wal jamaah).
Definisi serupa disampaikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya Al-Ghaniyah, bahwa disebut ahlus sunnah karena mengikuti apa yang ditetapkan Nabi SAW (maa sannahu rasulullah SAW). Dan disebut wal jamaah, karena mengikuti ijma' shahabat mengenai keabsahan kekhilafahan empat khalifah dari Khulafa` Rasyidin) (maa ittifaqa 'alaihi ashhabu rasulillah fi khilafah al-a`immah al-arba'ah al khulafa` ar-rasyidin).
Dari pengertian Aswaja di atas, jelas sekali bahwa ajaran Khilafah dengan sendirinya sangat melekat dengan ajaran Aswaja. Sebab Khilafah sangat terkait dengan istilah wal jamaah. Jadi, jamaah di sini maksudnya adalah kaum muslimin yang hidup di bawah kepemimpinan khalifah dalam negara Khilafah. Khilafah merupakan prinsip dasar yang sama sekali tidak terpisahkan dengan Aswaja.
B. Sejarah dan kronologi Aswaja.

Sejarah mencatat bahawa di kalangan umat Islam bermula dari abad-abad permulaan (mulai dari masa khalifah sayyidina Ali ibn Abi Thalib) sehinggalah sekarang terdapat banyak firqah (golongan) dalam masalah aqidah yang saling bertentangan di antara satu sama lain. Ini fakta yang tidak dapat dibantah. Bahkan dengan tegas dan jelas Rasulullah telah menjelaskan bahawa umatnya akan berpecah menjadi 73 golongan.
Semua ini sudah tentunya dengan kehendak Allah dengan berbagai hikmah tersendiri, walaupun tidak kita ketahui secara pasti. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Namun Rasulullah juga telah menjelaskan jalan selamat yang harus kita ikuti dan panuti agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Iaitu dengan mengikuti apa yang diyakini oleh al-Jama’ah; myoritas umat Islam. Karena Allah telah menjanjikan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad, bahawa umatnya tidak akan tersesat selama mana mereka berpegang teguh kepada apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan menyatukan mereka dalam kesesatan. Kesesatan akan menimpa mereka yang menyimpang dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.


Mayoritas umat Muhammad dari dulu sampai sekarang adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam Ushul al-I’tiqad (dasar-dasar aqidah); iaitu Ushul al-Iman al-Sittah (dasar-dasar iman yang enam) yang disabdakan Rasulullah dalam hadith Jibril uang bermaksud : “Iman adalah engkau mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir serta Qadar (ketentuan Allah); yang baik maupun buruk”.

Perihal al-Jama’ah dan pengertiannya sebagai mayoritas umat Muhammad yang tidak lain adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang bermaksud: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian mengikuti orang-orang yang datang setelah mereka, kemudian mengikuti yang datang setelah mereka“. Dan termasuk rangkaian hadith ini: “Tetaplah bersama al-Jama’ah dan jauhi perpecahan karena syaitan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (syaitan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di syurga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama’ah”.
C. Perinsip Aswaja.
Kesatuan Aswaja ini akan lebih dapat dipastikan lagi, jika kita menelaah kitab-kitab yang membahas aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dalam kitab-kitab aqidah itu, semuanya menetapkan wajibnya Khilafah. Dalam kitab Al Fiqhul Akbar (Bandung : Pustaka, 1988), karya Imam Abu Hanifah (w. 150 H) dan Imam Syafi'i (w. 204 H), terdapat pasal yang menegaskan kewajiban mengangkat imam (khalifah) (pasal 61-62).
Habib Lutfi Ketua MUI Jateng Saat membuka acara, dalam tulisan yang telah dibukukan oleh panitia mengungkapkan, paham Ahlussunnah Waljama’ah (aswaja) harus dikuatkan di semua lapisan masyarakat. Di antaranya, nilai-nilai toleransi (tasamuh), moderat (tawasuth), proporsional (i’tidal), dan keseimbangan (tawazun).
Warga NU, kata dia, harus melestarikan dan menjaga peninggalan para ulama seperti masjid, tanah wakaf, madrasah, karya-karyanya atau karangan baik yang berupa tulisan tangan maupun tulisan cetak, serta makam-makam ulama. Selanjutnya, mereka senantiasa harus memperat tali silaturahmi kepada para ulama yang masih hidup dan menziarahi yang sudah wafat. Kemudian, lanjutnya, memberdayakan aswaja di pedesaan-pedesaan yang disampaikan oleh para kiai dan ketua ranting. Mereka harus lebih aktif, karena bagaimanapun juga masyarakat NU hidup di pedesaan-pedesaan.(H4-60)
Dari pengertian diatas satu prinsip dasar yang dipenggang kaum sunni dan sekaligus menjadi cirri dari mereka yaitu, mereka dalam memahami ajaran agama selalu mengambil jalan tengah. Mereka berpegang pada asas keseimbangan yang mengacu pada al-Qur`an dan al-sunnah dan berusaha mendiskusikan dengan berlandasan dua kitab yang ekstrim tersebut.
B. Tokoh-tokoh Aswaja.
Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mula tercetus bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lain-lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat fahaman atau mazhab baru.
Kemudian muncullah dua imam muktabar pembela Aqidah Ahlussunnah iaitu Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Allah meridhai keduanya–menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat Nabi Muhammad dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nas-nas al-Quran dan Hadith) dan dalil-dalil aqli (argumentasi rasional) disertaikan dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) golongan Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij dan ahli bid’ah lainnya.

Disebabkan inilah Ahlussunnah dinisbahkan kepada keduanya. Mereka; Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenali dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut Imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi). Hal ini menunjukkan bahawa mereka adalah satu golongan iaitu al-Jama’ah. Kerana sebenarnya jalan yang ditempuhi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu. Adapun perbezaan yang terjadi di antara keduanya hanyalah pada sebahagian masalah-masalah furu’ (cabang) aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling berhujah dan berdebat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya terlepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah).

Perbedaaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti perselisihan yang terjadi di antara para sahabat nabi, tentang adakah Rasulullah melihat Allah pada saat Mi’raj? Sebahagian sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahawa Rasulullah tidak melihat Tuhannya ketika Mi’raj. Sedangkan Abdullah ibn ‘Abbas mengatakan bahawa Rasulullah melihat Allah dengan hatinya. Allah memberi kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad atau membuka hijab sehingga dapat melihat Allah. Namun demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap bersama atau bersefahaman dan sehaluan dalam dasar-dasar aqidah. Al-Hafiz Murtadha az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:“Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “.
D. Ajaran Aswaja.
a) Aqidah Aswaja.
Ilmu aqidah juga disebut dengan ilmu kalam. Hal ini kerana ramainya golongan yang menyalahgunakan nama Islam namun menentang aqidah Islam yang sebenar dan banyaknya kalam (argumentasi) dari setiap golongan untuk membela aqidah mereka yang sesat. Tidak semua ilmu kalam itu tercela, sebagaimana dikatakan oleh golongan Musyabbihah (kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Akan tetapi ilmu kalam terbahagi menjadi dua bahagian ; ilmu kalam yang terpuji dan ilmukalam yang tercela.
Ilmu kalam yang kedua inilah yang menyalahi aqidah Islam kerana dikarang dan dipelopori oleh golongan-golongan yang sesat seperti Mu’tazilah, Musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, sepeti kaum Wahabiyyah) dan ahli bid’ah lainnya. Adapun ilmu kalam yang terpuji ialah ilmu kalam yang dipelajari oleh Ahlussunah untuk membantah golongan yang sesat. Dikatakan terpuji kerana pada hakikatnya ilmu kalam Ahlussunnah adalah taqrir dan penyajian prinsip-prinsip aqidah dalam formatnya yang sistematik dan argumentatif; dilengkapi dengan dalil-dalil naqli dan aqli.
Dasar-dasar ilmu kalam ini telah wujud di kalangan para sahabat. Di antaranya, Imam Ali ibn Abi Thalib dengan argumentasinya yang kukuh dapat mengalahkan golongan Khawarij, Mu’tazilah dan juga dapat membantah empat puluh orang yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jisim (benda). Demikian pula Abdullah ibn Abbas, Al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib dan Abdullah ibn Umar juga membantah kaum Mu’tazilah. Sementara dari kalangan tabi’in; Imam al-Hasan al-Bashri, Imam al-Hasan ibn Muhamad ibn al-Hanafiyyah; cucu Saidina Ali ibn Abi Thalib dan khalifah Umar ibn Abdul Aziz juga pernah membantah kaum Mu’tazilah. Kemudian juga para imam dari empat mazhab; Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad juga menekuni dan menguasai ilmu kalam ini. Sebagaimana dinukilkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi (W 429 H) dalam kitab Ushul ad-Din, al-Hafizh Abu al-Qasim ibn ‘Asakir (W 571 H) dalam kitab Tabyin Kadzib al Muftari, al-Imam az-Zarkasyi (W 794 H) dalam kitab Tasynif al-Masami’ dan al ‘Allamah al Bayyadli (W 1098 H) dalam kitab Isyarat al-Maram dan lain-lain.
Kerana itu, sangat banyak ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ini. Seperti Risalah al-’Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W 321 H), kitab al‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al Imam ‘Umar an-Nasafi (W 537 H), al-‘Aqidah al-Mursyidah karangan al-Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W 630 H), al ‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al-Imam Muhammad ibn Hibatillah al-Makki (W 599H); beliau menamakannya Hadaiq al-Fushul wa Jawahir al Uqul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada sultan Shalahuddin al-Ayyubi (W 589 H).
Pandangan Jumhur ulama tentang aqidah` Asy`ariyyah, Qqidah Ahlu sunnah wal jama`ah As-Subki dalam Thabaqatnya berkata: “Ketahuilah bahwa Abu al-Hasan al-Asy’ari tidak membawa ajaran baru atau madzhab baru, beliau hanya menegaskan kembali madzhab salaf, menghidupkan ajaran-ajaran sahabat Rasulullah. Penisbatan nama kepadanya kerana beliau konsisten dalam berpegang teguh ajaran salaf, hujjah (argumentasi) yang beliau gunakan sebagai landasan kebenaran aqidahnya juga tidak keluar dari apa yang menjadi hujjah para pendahulunya, kerananya para pengikutnya kemudian disebut Asy’ariyyah.
Abu al-Hasan al-Asy’ari bukanlah ulama yang pertama kali berbicara tentang Ahlussunnah wal Jama’ah, ulama-ulama sebelumya juga banyak berbicara tentang Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau hanya lebih memperkuat ajaran salaf itu dengan argumen-argumen yang kuat. Bukankah penduduk kota Madinah banyak dinisbatkan kepada Imam Malik, dan pengikutnya disebut al Maliki. Ini bukan berarti Imam Malik membawa ajaran baru yang sama sekali tidak ada pada para ulama sebelumnya, melainkan karena Imam Malik menjelaskan ajaran-ajaran lama dengan penjelasan yang lebih terang, jelas dan sistematis demikian juga yang dilakukan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari”.
Habib Abdullah ibn Alawi al-Haddad menegaskan bahwa “kelompok yang benar adalah kelompok Asy’ariyah yang dinisbatkan kepada Imam Asy’ari. Aqidahnya juga aqidah para sahabat dan tabi’in, aqidah ahlul haqq dalam setiap masa dan tempat, aqidahnya juga menjadi aqidah kaum sufi sejati. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Imam Abul Qasim al-Qusyayri. Dan Alhamdulillah aqidahnya juga menjadi aqidah kami dan saudara-saudara kami dari kalangan habaib yang dikenal dengan keluarga Abu Alawi, juga aqidah para pendahulu kita.
Kemudian beliau melantunkan satu bait sya’ir:
وكن أشعريا في اعتقادك إنه هو المنهل الصافي عن الزيغ والكفر “Jadilah pengikut al Asy’ari dalam aqidahmu, karena ajarannya adalah sumber yangbersih dari kesesatan dan kekufuran”.
Ibnu ‘Abidin al Hanafi mengatakan dalam Hasyiyah Radd al Muhtar ‘ala ad-Durr al Mukhtar : “Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah al Asya’irah dan al Maturidiyyah”. Dalam kitab ‘Uqud al Almas al Habib Abdullah Alaydrus al Akbar mengatakan : “Aqidahku adalah aqidah Asy’ariyyah Hasyimiyyah Syar’iyyah sebagaimana Aqidah para ulama madzhab syafi’i dan Kaum Ahlussunnah Shufiyyah”. Bahkan jauh sebelum mereka ini Al-Imam al ‘Izz ibn Abd as-Salam mengemukakan bahawa aqidah al Asy’ariyyah disepakati oleh kalangan pengikut madzhab Syafi’i, madzhab Maliki, madzhab Hanafi dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudlala al-Hanabilah).

Rabu, 07 Desember 2011

Otentisitas Wahyu Tuhan Dalam Hermeneutika Hasan Hanafi: Kritik Historis, Kritik Eidetik, Kritik Praksis

BAB I
PENDAHULUAN
Hermeneutika kini telah menjadi begitu populer di Indonesia dan diajukan oleh berbagai pihak sebagai alternatif pengganti metode tafsir ‘klasik’ dalam memahamiAl-Quran.
Sejumlah nama pemikir modernis, neo-modernis, atau post-modernis –seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoen, al-Jabiri, Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu Zeid, Farid Essac, dan lainnya– kini menjadi idola baru dalam memahami al-Quran dan Sunnah Rasul. Mereka begitu populer dan dikagumi di berbagai institusi pendidikan dan ormas Islam, menggantikan tokoh-tokoh pemikir besar Islam, seperti Syafii, Maliki, Hanafi, Ahmad bin Hanbal, al-Ghazali, Ibn Taimiyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan yang lainnya. Kaum Muslimin Indonesia kini digerojok dengan ratusan –mungkin ribuan– buku, makalah, dan artikel tentang hermeneutika, dengan satu pesan yang sama: “Tinggalkan (paling tidak, kritisi!) tafsir lama. Hermeneutika kini telah menjadi begitu populer di Indonesia dan diajukan oleh berbagai pihak sebagai alternatif pengganti metode tafsir ‘klasik’ dalam memahami Al-Quran.
Banyak faktor yang bisa dikemukakan mengenai latar belakang Hanafi yang kemudian mempengaruhi gagasan hermeneutika Al-Quran dan pemikirannya, secara umum. Namun demikian, kita bisa meringkasnya ke dalam dua karakteristik dasar: yang disadari dan, biasanya, diucapkan; dan yang tidak disadari dan tidak terkatakan, seperti halnya dalam pemikirannya dalam hermeneutic aksiomatik
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI
Hasan Hanafi lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa moderen.
Masa kecil Hanafi berhadapan dengan kenyataan-kenyataan hidup di bawah penjajahan dan dominasi pengaruh bangsa asing.1 Kenyataan itu membangkitkan sikap patriotik dan nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia 13 tahun ia telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan Israel pada tahun 1948. la ditolak oleh Pemuda Muslimin karena dianggap usianya masih terlalu muda. Di samping itu ia juga dianggap bukan berasal dari kelompok Pemuda Muslimin. Ia kecewa dan segera menyadari bahwa di Mesir saat itu telah terjadi problem persatuan dan perpecahan. Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri untuk membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940-an hingga revolusi itu meletus pada tahun 1952. Atas saran anggota-anggota Pemuda Muslimin, pada tahun ini ini pula ia tertarik untuk memasuki organisasi Ikhwanul MusliminSejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas Cairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan situasi yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki komitmen dan visi keislaman yang jelas. Tahun-tahun berikutnya, Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas Sorborne; Perancis, pada tahun 1956 sampai 1966. Di Perancis inilah ia dilatih untuk ber¬pikir secara metodologis melalui kuliah-kuliah mau¬pun bacaan-bacaan atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar pada seorang reformis Katolik, Jean Gitton; tentang metodologi berpikir, pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricouer, analisis kesadaran dari Husserl, dan bim¬bingan penulisan tentang pembaharuan Ushul Fikih dari Profesor Masnion. Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan beberapa universitas di luar negeri. Ia sempat menjadi profesor tamu di Perancis (1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975 ia mengajar di Universitas Tem¬ple, Amerika Serikat. Pengalaman dengan para pemikir besar dunia dalam berbagai pertemuan internasiona, baik di kawasan Negara Negara arab, asia, eropa, dan amerika membantunya semakin paham terhadap persolan besar yang sedang dihadapi dunia dan umat islam di berbagai Negara. Hanafi berkali kali mengunjungi Negara Negara asing seperti belanda, swedia, Portugal,spanyol, prancis,jepang India Indonesia, sudan, dan saudi Arabia antara tahun 1980-1987.

B. KARYA KARYA
Karya karya hanafi dapat diklasifikasiakan menjadi tiga priode, yaitu : Priode pertama berlangsung pada tahun 60-an; periode kedua pada tahun 70-an, dan periode ketiga dari tahun 80-an sampai dengan 90-an. Analisis tentang perkembangan pemikiran Hanafi akan di dasarkan perkembangan perpriode dari karya karya tersebut. Masing masing priode terdapat perkembangan pemikiran hanafi dan dinamika politik di Mesir mempunyai pengaruh besar pada pemikirannya. Pada awal dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham-faham dominan yang ber¬kembang di Mesir, yaitu nasionalistik-sosialistik po¬pulistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, dan oleh situasi nasional yang kurang menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun 1967. Usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam, ketika ia berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang, metode interpretasi sebagai upaya pembaharuan bidang ushul, dan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks realitas kontempo¬rer. Ketiga, usaha untuk menginterprestasikan realitas umat islam dalam kerangka baru. Penelitian itu sekaligus merupakan upayanya un¬tuk meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne, dan ia berhasil menulis disertasi tentang Metode Penafsiran yang mendapat penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961. Awal periode 1970-an, Hanafi juga memberikan perhatian uta¬manya untuk mencari penyebab kekalahan umat Islam dalam perang melawan Israel tahun 1967. Oleh karena itu, tulisan-tulisannya lebih bersifat populis. Di awal peri¬ode 1970-an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir. Kemudian, pada tahun 1977, kembali ia menerbitkan Qadhaya Mu `ashirat fi al Fikr al-Gharib. Buku kedua ini mendiskusikan pemikiran para sarjana Barat untuk melihat bagaimana mereka memahami persoalan masyarakatnya dan kemudian mengadakan pembaruan.
Sementara itu Dirasat Islamiyyah, yang ditulis sejak tahun 1978 dan terbit tahun 1981, memuat deskripsi dan analisis pembaruan terhadap ilmu-ilinu keislaman klasik, seperti ushul fikih, ilmu-ilmu ushuluddin, dan filsafat. Dimulai dengan pendekatan historis untuk melihat perkembangannya, Hanafi berbicara tentang upaya rekonstruksi atas ilmu-ilmu tersebut untuk dise¬suaikan dengari realitas kontemporer. Periode selanjutnya, yaitu dasawarsa 1980-an sampai dengan awal 1990-an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-masa sebelumnya. Dalam periode ini, Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis yang memuat dasar-dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian, ia menulis Al- Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan sebuah "manifesto politik" yang berbau ideologis, sebagaimana telah saya kemukakan secara singkat di atas. Buku Min Al-Aqidah ila Al-Tsaurah (5 jilid), yang ditulisnya selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit pada tahun 1988. Buku ini memuat uraian terperinci tentang pokok-pokok pembaruan yang ia canangkan dan termuat dalam kedua karyanya yang terdahulu. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika buku ini dikatakan sebagai karya Hanafi yang paling monumental.
Selanjutnya, pada tahun-tahun 1985-1987, Hanafi menulis banyak artikel yang ia presentasikan dalam berbagai seminar di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timor Tengah, Jepang, termasuk Indonesia. Kumpulan tulisan itu kemudian disusun menjadi sebuah.buku yang berjudul Religion, Ideology, and Development yang terbit pada tahun 1993. Beberapa artikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the Modern World (2 jilid). Bapak tiga anak ini menulis sedikitnya 20 buku dan puluhan makalah ilmiah. Karyanya yang populer di Indonesia antara lain Al-Yasar al-Islami (Kiri Islam), Min al-`Aqidah ila al-Thawrah (Dari Teologi ke Revolusi), Turath wa Tajdid (Tradisi dan Pembaharuan), Islam in The Modern World (1995), dan lainnya. Hasan Hanafi bukan sekedar pemikir revolusioner, tapi juga reformis tradisi intelektual Islam klasik.

Pemikiran Hanafi terhadap hermeneutika
Pandangan mendasar hermeneutika Hanafi melihat bahwa teks Al¬quran adalah maha teks yang ke¬sa¬kralan revelasi dan otentisitas me¬tahistorisnya terjamin total se¬ratus persen. Barulah dalam apli¬kasi historisnya, teks Alquran ''mem¬butuhkan'' suatu ke¬ter¬libatan eksistensial manusiawi, yang hal itu adalah tindakan-tindakan pe¬nafsiran yang relevan dengan ka¬rakter sosio-kultural masyarakat yang melingkupinya.
Prinsip itulah yang Hanafi pegang dengan konsisten sejak dulu sampai sekarang. Dengan prinsip itu pula, hermeneutika Hanafi menjadi epistemologi yang paling jernih dalam melihat dan memetakan problematika penafsiran Alquran secara global.
Berbeda dengan pakar hermeneuti¬ka lain, misalnya Nasr Hamid Abu Zayd, yang memandang bahwa se¬bagai sebuah teks, Alquran pada dasarnya adalah produk budaya.2 Zayd seolah menghilangkan kemurnian transendental da¬lam proses pewahyuan Alquran dan melihat bahwa dimensi her¬me¬neu¬tik teks Alquran berlaku secara vertikal, bahwa Nabi Muhammad ada¬lah penafsir aktif terhadap Tuhan sebagai pemberi wahyu. Setelah dimakmumi selama puluhan tahun, hermeneutika yang penuh bias relativitas berlebihan itu kemudian oleh Zayd direvisi sendiri di hadapan khalayak pada acara International Ins¬titute for Quranic Studies, Juni 2008. Dia akhirnya menyatakan per¬sis seperti teori Hanafi bahwa her¬meneutika Alquran bersifat ho¬rizontal (nabi dengan umat) dan tidak mungkin berlaku secara vertikal antara nabi dan Tuhan.
Hermeneutik Aksiomatik; langkah pasti dalam menafsir ala Hanafi Terdapat kemungkinan bahwa hermeneutika Hanafi dipengaruhi oleh filosofinya Hans Georg Gadamer mengenai bagimana mengubah suatu makna secara subyektif menjadi obyektif berdasarkan realitas yang diungkapkan oleh subyektifitas interpretator itu sendiri. Hal ini sangat masuk akal karena hanafi pernah hidup di barat dalam kurun waktu yang cukup lama.
Menurut Hanafi, Hermeneuitika mempunyai dua definisi. Pertama, adalah ilmu interprtasi, yakni siatu teori pemahamn. Kedua, ilmu yang menjelaskan tentang penerimaan wahyu sejak dari perkataan sampai kedunia realitas.
Beliau sendiri menyebut hermeneutic sebagai langkah hermeneutic Aksiomatik . menurutnya hermeneutic merupakan wujud deskripsi proses penafsiran sebagai ilmu pengetahuan yang rasional, formal obyektif, dan universal. Hanafi dalam hermeneutiknya tidak membatasi perbincangannya mengenai model dan varian pemahaman tertentu atas teks semata, namaun hermenetiknya berkaitan erat dengan upaya penyelidukan sejarah teks untuk menjamin otentisitasnya sampai penerapan hasail penafsiran dalam kehidupan manusia.3 Dengan hermenetik aksiomatik Hanafi bertujuan mengedepankan visi Islam dalam mencermati otentitas Injil dan taurat. Namun, lebih dari itu ia bermaksud menegaskan ketakterbantahkannya otentitas al-Quran dilihat dari segi historical criticism
Dengan menggunakan kontruksi langkah hermenetik, Hanafi mengklaim bahwa hermenetiknya akan menjadi aksioma (langkah tepat). Yakni dengan menggunakan langkah-langkah kritik histories, kritik eidetik, dan kritik praktis.
Dengan menggunakan kritik historis, otentisitas redaksi kitab suci akan terkuak. Hal ini karena muatan yang ada dalam kritik histories adalah muatan-muatan yang berkepentingan menguak keaslian dan berupaya mencocokan dengan asal sumber aslinya teks. Sedangkan dengan kritik eidetik diharapkan akan dicapainya hasil penafsiran pesan Tuhan yang genuine dengan menggunakan berbagi langkah semisal dengan kegiatan analisis bahasa, analisis konteks sejarah, dan generalisasi4. Adapun setelah menggunkan langkah kritik histories dan kritik eidetic, bangunan dasar hermeneutika sebagi aksiomatik berikutnya adalah dengan langkah kritik praktis.
Proses penafsiran dengan menggunakan langkah dan metode seperti di atas dklaim oleh Hanafi sebagai langkah yang bisa memposisikan hermenetik sebagai kajian yang aksiomatik. Yakni sebuah disiplin teori penafsiran yang bisa menjadikannya sebagai disiplin penafsiran yang jitu dan pas serta tepat.
Apa yang dikatakan Hanafi, mengasumsikan bahwa hermeneutika aksiomatik tidak dibatasi perbincangan mengenai model dan varian tertentu mengenai teks semata.5 Namun lebih jauh lagi, hermenetiknya berkaitan dengan sejarah teks untuk menjamin otentikan sebuah kitab suci hingga penerapan hasilpenafsiran dalam kehidupan manusia. Hal ini karna menurut hanafi bahwa syarat memahmi yang tepat terhadap sebuah pesan Tuhan yang terdokumentasi adlah dengan terlebih dahulu membuktikan keaslian kitab suci tersebut melalui kritik sejarah. Karna jika tdak, pemahaman terhadap teks yang palsu akan menjerumuskan warga umat dunia kepada kesalahan, sekalipun misalnya penafsirannya sangat sesuai dengan kandungan teks palsu tersebut.

BAB III
KESIMPULAN
Terhadap hermeneutika metodis, Hassan Hanafi menginginkan hermeneutika aksiomatik yang ia ajukan sebagai ilmu pengetahuan yang rasional, formal, objektif, dan universal. Dalam hal ini, ia mengandaikan seorang interpreter (hermeneunt) yang “memulai pekerjaannya dengan tabula rasa,6 tidak boleh ada yang lain, selain analisa linguistiknya,” sebuah pendirian yang mirip dengan analisa struktur internal menurut Abû Zayd.
Di lain pihak, hermeneutika Aksiometik Al-Quran tersebut sarat dengan tema-tema pembebasan yang merupakan trend hermeneutika Al-Quran yang besifat filosofis sebagaimana dipaparkan sebelumnya. Apalagi dalam tulisan-tulisannya yang mutakhir, Hermeneutika selalu bersifat praktis dan menjadi bagian dari perjuangan sosial” (Hanafi 1995b:184). Dalam pengertian yang terakhir ini, ia menginginkan hermeneutika aksiometiknya mengeksplisitkan dan mengakui kepentingan penafsir di hadapan teks sebelum perisitiwa penafsiran dilakukan. Kecederungan ke arah praksis inilah yang lebih banyak menonjol dalam pemikiran hermeneutis Hanafi belakangan yang kemudian membedakannya dari rumusan hermeneutisnya pada tahap awal dan dari kecenderungan banyak hermeneut kontemporer lainnya

Senin, 05 Desember 2011

Resep dan Gambaran Kepribadian Sukses ala New Psyco-Cybern etics

oleh: Haerul Anam


Maxwell Maltz dalam bukunya yang berjudul “The New Psycho-Cybernetics” (2004) memberi resep tentang gambaran kepribadian sukses, dengan rumusan akronim yang mudah diingat yaitu : SUCCESS. Berikut ini saripati resep yang diberikannya, yang mungkin akan berguna bagi Anda, dan tentunya sebagai bahan refleksi bagi saya sendiri.
1. Sense of Direction (Kesadaran akan Arah)
Carilah sasaran yang layak Anda capai. Lebih baik lagi kalau Anda tetapkan suatu proyek. Putuskanlah apa yang Anda inginkan dari satu situasi. Lihatlah ke depan, jangan ke belakang. Milikilah selalu sesuatu di depan Anda untuk dijadikan harapan.
Kembangkanlah “nostalgia masa depan” ketimbang masa lalu. “Nostalgia masa depan” itu bisa membuat awet muda. Bahkan tubuh Anda pun takkan berfungsi dengan baik, jika Anda tidak lagi menjadi seorang pencapai sasaran dan tidak mempunyai harapan apa-apa lagi. Karena alasan inilah seringkali seseorang meninggal tidak lama setelah pensiun.
Kalau Anda tidak berupaya mencapai sasaran, tidak memandang jauh ke depan, maka sesungguhnya Anda tidak benar-benar hidup.
Selain sasaran-sasaran murni pribadi Anda sendiri, milikilah setidaknya satu sasaran yang bukan pribadi, dimana Anda bisa menghubungkan diri. Berminatlah dalam proyek tertentu untuk membantu sesama, bukan karena wajib, melainkan atas kemauan Anda sendiri.
2. Understanding (Pengertian)
Pengertian bergantung kepada komunikasi yang baik. Anda tidak akan bereaksi tepat kalau informasi yang Anda tindaklanjuti itu keliru dalam mengartikannya.
Untuk mengatasi suatu masalah secara efektif Anda harus mengerti sifat sejatinya. Kebanyakan kegagalan kita dalam berhubungan antar manusia adalah karena salah pengertian. Kita berharap orang lain beraksi dan memberikan respons serta mencapai kesimpulan yang sama seperti kita dari serangkaian fakta atau keadaan.
Manusia bereaksi terhadap gambaran mental mereka sendiri, bukan terhadap segala apa adanya. Kebanyakan reaksi atau posisi orang lain itu bukanlah dimaksudkan untuk membuat kita menderita, sebagai keras kepala atau berniat jahat, melainkan karena mereka artikan dan mereka tafsirkan situasinya secara berbeda-beda. Mereka hanyalah bereaksi sesuai dengan apa yang –bagi mereka- tampaknya benar dalam situasinya.
Mengakui ketulusan orang lain ketika keliru, ketimbang menganggapnya sengaja atau berniat jahat, akan membantu melancarkan hubungan antar manusia dan melahirkan pengertian yang lebih baik diantara mereka.
Tanyakanlah kepada diri sendiri ”Bagaimanakah hal ini tampaknya bagi dia?” “Bagaimanakah ia menafsirkan situasi ini?” “Bagaimanakah perasaannya tentang hal ini?”. Cobalah mengerti mengapa ia bersikap seperti itu.
Seringkali kita ciptakan kebingungan ketika kita tambahkan opini kita sendiri terhadap fakta-fakta yang ada dan sampai pada kesimpulan yang keliru (fakta versus opini).
Fakta: Dua orang teman sedang berbisik-bisik dan berhenti ketika Anda datang
Opini: Pasti mereka sedang menggosipkan aku (reaksi negatif)
Jika Anda dapat menganalisa situasi secara tepat dan dapat memahami bahwa tindakan kedua teman Anda itu bukanlah dimaksudkan untuk menjengkelkan Anda, maka niscaya Anda pun dapat memilih respons yang lebih tepat dan produktif.
Kita harus dapat melihat kebenaran dan menerimanya, entah baik atau buruk. Seringkali kita warnai data yang diperoleh dengan ketakutan, kecemasan, atau hasrat kita sendiri.
Bertrand Russell pernah mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa Hiltler kalah dalam Perang Dunia II adalah karena dia tidak sepenuhnya memahami situasinya. Para pembawa berita buruk dihukum. Tidak lama kemudian tak seorang pun berani mengatakan yang sebenarnya. (Mungkin hal ini pula salah satu faktor yang menyebabkan kejatuhan Soeharto dengan kebiasaan laporan Asal Bapak Senang-nya).
3. Courage (Keberanian)
Mempunyai sasaran serta memahami situasinya belumlah cukup. Anda harus mempunyai keberanian untuk bertindak, sebab hanya dengan tindakanlah, sasaran, hasrat, dan kepercayaan itu dapat dijabarkan menjadi kenyataan.
Seringkali perbedaan antara orang yang sukses dengan pecundang bukanlah karena kemampuan atau ide yang lebih baik, melainkan keberanian untuk bertaruh atas ide-idenya sendiri untuk mengambil resiko yang diperhitungkan dan untuk bertindak.
Kita sering membayangkan keberanian sebagai perbuatan kepahlawanan di medan pertempuran, ketika kapal kandas, atau dalam suatu krisis. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari pun sesungguhnya menuntut adanya keberanian.
Jangan berdiam diri yang hanya akan membuat Anda semakin terperangkap. Bersedialah membuat beberapa kesalahan, menderita sedikit kepedihan untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan.
Berlatihlah sikap berani dengan “hal-hal kecil”, jangan tunggu hingga Anda bisa menjadi pahlawan besar dalam krisis yang parah. Dengan melatih berani dalam hal-hal kecil, kita dapat mengembangkan kuasa dan talenta untuk bertindak berani dalam urusan-urusan yang lebih penting.
4. Charity (Amal/Belas kasih)
Kepribadian sukses ditandai adanya minat dan menghargai sesamanya. Mereka menghormati martabat, masalah, serta kebutuhan sesamanya. Mereka memperlakukan sesamanya sebagai manusia, ketimbang sebagai pion dalam permainan mereka sendiri. Mereka sadar bahwa setiap orang adalah makhluk Tuhan dan individu yang unik yang layak diberikan martabat dan penghormatan.
Adalah fakta psikologis bahwa perasaan kita tentang diri sendiri cenderung berhubungan dengan perasaan kita tentang orang lain. Kalau seseorang merasa beramal kepada orang lain, dia pasti mulai merasa beramal terhadap dirinya.
Orang-orang yang merasa bahwa manusia itu tidak penting, tidak mungkin menghormati dan menghargai dirinya sendiri.
Salah satu metode yang paling dikenal dalam mengatasi rasa bersalah adalah berusaha berhenti mengutuk, membenci, menyalahkan orang lain atas kesalahan-kesalahan mereka.
Anda akan mengembangkan citra diri yang lebih baik dan lebih memadai kalau Anda mulai merasa bahwa orang lain itu lebih berharga.
Memperlakukan semua orang dengan hormat adalah amal, oleh sebab itu tidaklah selalu dibalas secara individual dan seketika. Anda tidak bisa memandangnya sebagai transaksi tetapi harus memandangnya sebagai konstribusi Anda terhadap masyarakat pada umumnya.
5. Esteem (Harga Diri)
Dari segala perangkap serta kejatuhan dalam kehidupan ini, harga diri adalah yang paling mematikan, dan paling sulit diatasi karena hal itu adalah lubang dirancang dan digali oleh tangan kita sendiri, yang terangkum dalam ungkapan” Percuma, aku tak bisa melakukannya”
Waspadalah terhadap pencuri kebahagiaan yaitu kritikus di dalam diri sendiri. Ketika kritikus dalam diri sendiri mulai merendahkan kita hendaknya kita tidak ragu-ragu berteriak “Hentikan!” dan menyuruhnya kembali ke pojoknya yang gelap, pantas dihukum karena meragukan kita.
Berhentilah membawa-bawa gambaran mental tentang diri sendiri sebagai individu yang kalah mampu dibandingkan dengan yang lain. Rayakanlah kemenangan Anda, entah besar atau kecil, kenalilah dan pupuklah kekuatan-kekuatan Anda, dan terus ingatlah diri sendiri bahwa Anda bukanlah kesalahan-kesalahan Anda.
Kata “menghargai diri” secara harfiah menghargai nilai diri. Mengapa manusia takjub melihat bintang-bintang, bulan, luasnya samudera, indahnya bunga atau matahari terbenam, tetapi kenapa harus merendahkan diri sendiri? Bukankah semua itu karya Sang Khalik yang juga menciptakan kita?
Menghargai nilai diri sendiri bukanlah egoisme, kecuali Anda berasumsi bahwa Andalah yang berjasa menjadikan diri sendiri Janganlah rendahkan produk-Nya hanya karena Anda sendiri yang kurang tepat menggunakannya.
Jadi, rahasia terbesar dari membangun harga diri ini adalah mulailah dengan berusaha menghargai sesama, hormatilah manusia manapun sebagai makhluk Tuhan yang unik dan sungguh sangat berharga.
Latihlah memperlakukan sesama Anda sebagai manusia yang berharga maka harga diri Anda sendiri pun akan meningkat. Sebab harga diri sejati bukanlah berkat hal-hal yang hebat yang telah Anda perbuat, tetapi berkat menghargai diri sendiri apa adanya–sebagai makhluk Tuhan
6. Self Confidence (Kepercayaan Diri)
Kepercayaan diri dibangun atas pengalaman sukses. Ketika kita pertama kali memulai sesuatu, kemungkinan besar kepercayaan diri kita kecil karena kita belum belajar dari pengalaman bahwa kita bisa sukses. Ini berlaku entah belajar sepeda, berbicara di depan publik, atau dalam aktivitas lainnya.
Adalah benar sekali bahwa sukses melahirkan sukses. Sekecil apapun kesuksesan seseorang dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sukses yang lebih besar.
Teknik penting untuk memupuk kepercayaan diri adalah dengan mengingat setiap kesuksesan yang dicapai di masa lalu dan berusaha melupakan kegagalan di masa lalu.
Tetapi apa yang seringkali dilakukan kebanyakan orang? Mereka justru seringkali menghancurkan kepercayaan dirinya, dengan mengingat kegagalan-kegagalan yang ditanamkan dalam emosinya, sementara kisah suksesnya terlupakan, sehingga akhirnya kepercayaan diri pun menghilang.
Tidak menjadi masalah seberapa sering Anda gagal di masa lalu, yang paling peting adalah upaya sukses yang seharusnya diingat, dikuatkan dan direnungkan.
Kalau kita amati kesuksesan orang lain, hampir semua kesuksesannya tidak pernah dilalui melalui jalan yang lempang, tetapi mereka justru menempuhnya secara zig-zag. Gunakanlah kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan sebagai cara untuk belajar, lalu singkirkanlah itu dari pikiran kita.
7. Self Acceptance (Penerimaan Diri)
Penerimaan diri artinya menerima diri kita sekarang secara apa adanya, dengan segala kesalahan, kelemahan, kekurangan, kekeliruan serta aset dan kekuatan-kekuatan kita. Kita harus menyadari kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan kita sebelum kita dapat mengoreksinya.
Orang yang paling nelangsa serta tersiksa di dunia ini adalah mereka yang terus berupaya meyakinkan diri sendiri mau pun orang lain bahwa mereka adalah lain dari apa yang sesungguhnya. Tak ada kelegaan atau kepuasan ketika Anda akhirnya menanggalkan segala kepura-puraan dan bersedia menjadi diri sendiri. Berusaha mempertahankan kepura-puraan bukan saja merupakan tekanan mental yang hebat, tetapi juga akan terus menerus menuntun pada kekecewaan dan frustrasi pada saat seseorang beroperasi di dunia nyata dengan keadaan diri yang fiktif.
Mengubah citra diri tidaklah berarti mengubah diri Anda, melainkan mengubah gambaran mental Anda, estimasi Anda, konsepsi Anda dan kesadaran Anda akan diri. Kita bisa mengubah kepribadian kita, tetapi tak dapat mengubah diri dasar kita.
Belajarlah diri Anda apa adanya dan mulailah dari sana. Belajarlah untuk secara emosional mentolerir ketidaksempurnaan pada diri Anda. Penting kita sadari secara intelektual kekurangan-kekurangan kita tetapi janganlah sampai kita membenci diri sendiri karenanya. Janganlah membenci diri sendiri karena Anda tidak sempurna. Tak ada seorang pun yang sempurna dan mereka yang pura-pura dirinya sempurna akan terkurung dalam kenelangsaan.
Sumber :
Maxwell Maltz. 2004. The New Psycho-Cybernetics. a

Sabtu, 03 Desember 2011

Profil PMII Walisongo Purwokerto

Oleh: Haerul Anam
(Domisioner Ketua Rayon Tarbiyah 2010-2011)
PMII merupakan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan keislaman dan kebangsaan. Islam yang dimaksud adalah nilai-nilai dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan berpedoman pada prinsip “almuhafadzotu ‘ala qodimishsh shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, artinya menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Kebangsaan adalah wilayah juang PMII yang menjaga dan mengembangkan pluralitas baik budaya, ras, suku, bangsa, bahkan agama sebagai kekayaan, keanekaragaman dan ciri khas bangsa Indonesia.
Secara harfiyah PMII sebagai singkatan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, yang mengandung arti sebuah wadah pergerakan bagi kader-kader yang memiliki integritas tinggi yang tercermin dalam dinamika pergerakan sebagai hamba Allah SWT dengan citra diri Ulil Albab.
Motto PMII : berpikir ilmiah, berilmu amaliyah, beramal ilahiyah
Tri Khidmah : taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
Tri Komitmen : kejujuran, kebenaran, dan keadilan
Eka Citra Diri : Ulul Albab
Semboyan PMII : dzikir, pikir, dan amal sholeh yang artinya segala aktivitas pergerakan yang dilakukan senantiasa atas dasar daya akal yang berpikir dan dikembalikan pada ridho Allah SWT.
 TUJUAN
Tujuan pergerakan terhadap anggotanya adalah terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya (AD/ART).

 NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
NDP merupakan pandangan yang mencerminkan keyakinan mutlak dan universal PMII terhadap Islam dengan menggunakan paradigma (cara berpikir) Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bagi PMII NDP akan berfungsi sebagai:
a. Landasan bertindak dalam sikap langkah dan kebijakan
b. Landasan berpikir dalam mengungkapkan gagasan dan pendapat
c. Merupaka ruh dan motivasi kepada setiap anggotanya dalam segala aktivitasnya
Dalam komunikasi dan interaksi dengan siapapun, PMII senantiasa mengedepankan nilai-nilai aswaja yaitu tasamukh, tawasut, tawazun, ta’addul.

 KELAHIRAN DAN PERJUANGAN PMII
PMII lahir berawal dari kongres besar IPNU pada tanggal 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Yogjakarta, kemudian di tindaklanjuti pada tanggal 14-16 April 1960 dan dideklarasikan pada tanggal 17 April 1960. Lahirnya organisasi NU di tingkatan mahasiswa ini dipelopori oleh 13 orang, dan mengangkat sahabat Mahbub Junaidi sebagai ketua umum yang pertama.
PMII dilahirkan sebagai wadah perjuangan bagi kader-kader muda NU yang pada waktu itu selalu dimarjinalkan (disingkirkan) dalam arus kebijakan pemberdayaan sosial politik negara, akan tetapi PMII bukan dimaksudkan sebagai pemberontak negara, namun sebagai un powering (kekuatan) dalam konteks pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan kemandirian bersikap dan bertindak. Kemudian sebagai preassure group dalam konteks perpolitikan negara artinya dengan tetap menjaga independensinya PMII bertanggung jawab untuk senantiasa melakukan perlawanan terhadap segala bentuk hegemoni negara demi terbebasnya setiap warga negara dari ketidak adilan, kemiskinan, penjajahan HAM dan lain-lain sehingga gerak langkah juang PMII senantiasa memiliki obsesi terhadap Civil Society (Masyarakat Madani) sebagai Masyarakat Andalan (Immajiner Community).
Dalam perkembangannya PMII diupayakan menjadi wilayah aktualisasinya kreatifitas sesuai dengan kecenderungan dan bakat minat anggotanya seperti; jurnalistik, gender, wacana intelektual, dan lain-lain.

 PENGKADERAN
Dalam upaya pengembangan dan pendidikan pengkaderan PMII memilki beberapa jenjang yang harus dilalui. Jenjang formal meliputi:
Tahap I : Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), Pelatihan Kader Dasar (PKD), dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL)
Tahap II : Sedang jenjang informal dapat dilakukan dalam berbagai hal seperti Masa Ta’aruf, Diklat, Diskusi, dan lain-lain.

 HUBUNGAN PMII DENGAN NU
Tidak bis dipungkiri PMII memiliki hubungan yang erat dengan NU, sehingga PMII melewati beberapa fase, dari Underbow (sebagai tangan panjang NU) sehingga dependen (masuk dalam struktur NU), kemudian independen (lepas dari struktur NU)pada deklarasi Murnajati tahun 1972, dan yang terakhir mendeklarasikan diri interdependensi PMII-NU pada Kongres X di Jakarta tahun 1991, yang artinya tidak berkaitan secara struktural tetapi berkaitan secara kultural. Hal ini dilakukan karena agar PMII tidak dapat di pengaruhi oleh elemen manapun termasuk NU dan membuka cakrawala kritis yang luas dan universal.

 PMII CABANG PURWOKERTO
PMII Purwoketo di lahirkan pada Kongres PMII di Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 25-29 Desember 1963 bersama 18 cabang yang lain. Dalam perjalanannya Cabang Purwokerto memiliki dinamika perkembangan yang cukup memuaskan. PMII mampu memiliki basis yang riil di kampus IAIN Walisongo (sekarang STAIN Purwokerto). Keberhasilan PMII di Purwokerto dapat dilihat dengan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti Sahabat KH.Dr.Noer Iskandar Al-Barsany (alm), Khotibul Umam (DPR Pusat), Sahabat Imam Durori (Wakil Bupati Banyumas), Sahabat Musadad Bakhri Noor (DPRD Banyumas) dan lain-lain. Sekarang PMII Cabang Purwokerto memiliki 3 Komisariat dan 8 Rayon dari kader-kader STAIN, UNSOED, dan UMP.

 PMII KOMISARIAT WALISONGO
PMII Komisarit Walisongo merupakan organisasi ekstra kampus tertua dan terbesar di Kampus STAIN. Dalam perkembangannya PMII selalu melahirkan kader-kader yang di percaya mahasiswa untuk duduk di Lembaga Kemahasiswaan. Sampai saat ini PMII Komisariat Walisongo memiliki 4 Rayon yaitu Syari’ah, Tarbiyah, Dakwah, dan Diploma, dengan kader kurang lebih seribu orang termasuk kader pelopor dan kader formal.
Kegiatan yang telah dilakukan oleh PMII Komisariat Walisongo akhir-akhir ini antara lain : Pengembangan internal seperti Pendidikan dan Pelatihan kader baik melalui jenjang formal (MAPABA dan PKD)maupun jenjang informal seperti Sekolah Alternatif Komisariat, diskusi, dan lain-lain.

“Kapan lagi kader muda Islam berada di garda depan dalam setiap dinamika perubahan……..”

Jumat, 02 Desember 2011

Keseriusan Nabi Ketika Mengajar Dan Bahasanya Yang Mudah Dipahami

A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang komprehensif. Semua yang berhubungan dengan peraturan untuk menjaga dan mengatur kehidupan manusia telah ditetapkan.
Allah telah memuliakan manusia dengan agama Islam, hingga ia hidup di dunia dengan kehidupan yang mulia dan layak. Dengan agama Islam juga manusia akan bahagia. Sudah pasti, agama islam menuntut pemeluknya untuk berta’abbud kepada Allah, berserah diri di hadapan Allah.
Kehidupannya manusia dituntun oleh seorang guru yang menjadi panutan seluruh umat manusia dimuka bumi ini, yaitu Rasulullah SAW. Beliau adalah suri tauladan dan guru yang harus dicontoh oleh kita semua sebagai generasi penerusnya.
Dalam perjalanannya guru merupakan orang tua kedua bagi murid. Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Dimana peran guru merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Namun, siapakah yang pantas menjadi imam atau guru? Bagaimanakah semestinya guru itu mengajar?
Dalam makalah sebelumnya telah dijelaskan oleh pemateri siapa yang pantas menjadi imam dan guru, serta bagaimana guru mengajar yang baik seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dalam makalah saya ini akan menyambung penjelasan yang telah disampaikan oleh pemateri sebelumnya terkait dengan bagaimana guru mengajar yang baik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan selanjutnya dipraktekan oleh kita semua sebagai umatnya dan generasi penerus perjuangan Rasulullah SAW dan lebih khusus lagi bagi kita calon tenaga pengajar.
B. Gambaran Umum Teks
Pembahasan kali ini ialah mengenai dalil-dalil tentang keseriusan nabi ketika mengajar dan bahasanya yang mudah dipahami oleh peserta didik, di antaranya ialah :
1. Hadits ‘Aisyah ra. riwayat Abu Daud, tentang sabda Nabi adalah jelas dan mudah dipahami.(Abu Daud IV: 360)
عن عائشة رضي الله عنها قالت كان كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم كلام فصلا يفهمه كل من سمعه
Terjemah :
‘Aisyah ra. Berkata, bahwa perkataan Rasulullah SAW adalah jelas, dapat dipahami oleh siapapun yang mendengarkannya.

Jika dilihat dari bentuknya, hadits ‘Aisyah tersebut sebenarnya hanyalah merupakan pernyataan ‘Aisyah, bukan perkataan Nabi; dengan demikian hadits ini adalah mauquf. Namun, justru dengan adanya pernyataan ‘Aisyah itu membuktikan bahwa sabda Nabi itu memang benar-benar jelas dan mudah dipahami.

2. Berdasarkan riwayat, kejelasan sabda Nabi dikarenakan perkataannya tartil (tertib), demikian hadits menurut Abu Daud. (Abu Daud IV: 360)

سمعت حابر بن عبد الله يقول : كان فى كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم تر تيل او تر سيل

Terjemah :
“ Aku pernah mendengar Jabir bin ‘Abdullah berkata, bahwa pembicaraan Rasululllah bersifat tartil ”

3. Kalimat- kalimatnya disesuaikan dengan pendengarnya. Fadhil al Jamali dalam bukunya (terjemah) Filsafat Pendidikan Islam dalam Alqur’an halaman 72 telah menukil sebuah riwayat yang menyatakan:

“Kami para nabi diperintahkan untuk berbicara dengan manusia, sesuai dengan kemampuan mereka.”
Dari riwayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa para pengajar itu mesti berbicara sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

4. Selain perkataanya yang tartil, kalimat-kalimatnya sering diulang sampai tiga kali, demikian menurut hadits riwayat al Bukhori. (al Kirmany II: 85-86)

عن انس رضى الله عنه قال ان النبى صلى الله عليه وسلم كان اذا تكلم بكلمه اعادها ثلاثا تفهم عنه واذا أتى على قوم مسلم عليهم سلم ثلاثا

Terjemah :
Anas berkata, adalah Nabi SAW jika berkata diulang-ulang tiga kali supaya dimengerti dari padanya, juga jika ia datang pada suatu kaum, memberi salam tiga kali.

5. Al Kirmany II: 78
حدثنا أبو القاسم خالد بن قاضي حمص، قال: حدثنا محمد بن حسرب، قال: الأوزاعى، أخبرنا الزهري، عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود. عن ابى عباس، أنه تمارى هو، والحر بن قيس بن حصن الفزاري في صاحب موسى، فمر بهما أبي بن كعب، فدعاه ابن عباس، فقال: إني تماريت أنا، وصاحبي هذافي صاخب موسى الذي سأل السبيل إلى القيه، هل سمعت رسول الله صلى الله عليع وسلم يذكر شأنة؟ فقال أبي: نعم، سمعت النبى صلى الله عليه وسلم يذكر شأنه، يقول: بينما موسى في ملا من بني إسرائيل إذ جاءه رجل، فقال: اتعلم أحدا اعلم منك، قال موسة: لا، فأوحى الله عز، وجل إلى موسى: بلى عبدنا خضر، فسأل السبيل إلى لقية، فجعل الله له الحوت اية، وقيل له: إذا فقدت الحوت فارجع فإنك ستلقاه، فكان موسى صلى الله عليه يتبع أثر الحوت في البحر، فقال قتى موسى لموسى: أرأيت إذ أويناإلى الصحرة، فإني نسيت الحوت، وما أنسانيه إلا الشيطان أن اذكره، قال موسى: ذلك ماكنا نبغى، فارتدا على اثارهما قصصا فوجدا خضرا، فكان من شأنهما ما قص الله في كتابه

6. Al Kirmany II: 79
خدثنا محمد بن العلاء، قال: حدثنا حماد بن أسامة، عن بريد بن عبد الله، عن أبي عن أبي بردة، عن أبي موسى، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: مثل ما بعثنى الله به من الهدى، والعلم، كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء، فأنيتت الكلأ، والعشب الكثير، وكانت منها أجادب أمسكت الماء، فتفع الله بها الناس فشربوا، وسقوا، وزرعوا، واضابت منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء، ولا تنبت كلا، فذلك مثل من فقه في دين الله، ونفعه مابعننى الله به فعلم، ومثل من لم يرفع بذلك هدى الله الذي أرسلت به، قال أبوعبد الله: قال إسحاق: وكان منها طائفة قيلت الماء قاع بعلوه الماء، والصفصف المستوي من الأرض


C. Nilai-nilai dalam hadits
Dari hadits di atas dapat ditarik garis bawah bahwa guru hendaklah serius dalam mengajar, berbicara tertib, jelas dan sesuai dengan kemampuan peserta didik, kalau perlu tidak mengapa jika guru mengulang-ulang penjelasannya.
Dari beberapa hadits di atas menyebutkan pernyataan-pernyataan para sahabat-sahabat Nabi yang itu menunjukan bahwa Nabi itu menyampaikan sabdanya dengan jelas. Bila sahabat belum paham dengan apa yang disampaikan Nabi, beliau mengulanginya sampai sahabat paham. Kejelasan Nabi dalam menyampaikan sabda itu juga menunjukan bahwa Nabi itu serius dalam menyampaikannya.
Dalam materi sebelumnya telah disebutkan beberapa sifat dan sikap yang harus dimiliki seorang guru di antaranya yaitu bersifat kasih kepada anak didik yang mana sikap kasih ini didasari rasa kekeluargaan. Dengan terbentuknya ikatan emosional antar guru dan peserta didik ini akan mempermudah dalam interaksi dalam belajar. Murid tidak merasa takut kepada guru dan guru lebih gampang menyampaikan materi.

D. kontekstualisasi
Guru sebagai narasumber pelajaran, yang salah satu diantara tugasnya ialah mentransfer ilmu kepada peserta didik, hendaknya ketika mengajar selain menggunakan bahasa yang jelas, tertib, dan sistematis guru hendaknya mengulangi penjelasannya sehingga jika peserta didik kurang jelas terhadap penjelasan yang pertama, peserta didik dapat mendengarkan pada penjelasan yang ke dua atau yang ke tiga kalinya. Sehingga dengan begitu penjelasan guru mudah diterima dan diingat oleh peserta didik.
Seorang guru hendaknya memperhatikan tempat ia mengajar, apakah di desa atau dikota. Selain itu juga ketika mengajar guru harus memperhatikan jenjang pendidikan peserta didik, seperti halnya jenjang SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi. Peserta didik yang tinggal di desa dan di kota cara berfikirnya jelas berbeda karena lingkungan sosial yang berbeda. Peserta didik SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi cara berfikirnya juga berbeda karena faktor umur, pengalaman, dan pelajaran yang berbeda pada mereka.
Jika seorang guru dalam mengajar dapat dan mau mengambil serta menjalankan pelajaran dari hadits diatas ini menunjukan keseriusannya dalam mengajar. Dengan begitu guru mengajar semata-mata bukan karena profesi atau jabatanya melainkan guru sadar akan kewajibannya yaitu mentransfer atau memberikan ilmu kepada peserta didiknya dengan penuh keseriusan dan keikhlasan.
Tugas dan peran guru merupakan salah satu dari kewajiban sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini penting karena guru merupakan orang tua kedua setelah keluarga yang memiliki beberapa peranan dalam menuju anak didik yang memiliki kepribadian yang baik bisa meneruskan perjuangan suatu bangsa yang berkepribadian dan berkeadaban yang tinggi dan bisa bersaing di dunia pendidikan baik lokal, nasional maupun internasional.
Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar adalah mendidk dengan mengajar, yaitu dengan metode ceramah. Dalam menyampaikan ceramah guru harus menggunakan suara yang jelas, mudah dipahami, sesuai kemampuan peserta didik. Tidak mengapa jika guru menjelaskan secara berulang-ulang sampai siswa paham. Dalam mengajar juga guru hendaklah serius dalam menyampaikan materi.
Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti (1) Takwa kepada Allah SWT, (2) Berilmu, (3) Sehat Jasmani, dan (4) Berkelakuan baik.
Sedangkan Soejono menyatakan bahwa syarat guru adalah (1) tentang umur, harus sudah dewasa, (2) Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, (3) Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli, (4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Itulah beberapa hal yang telah dipaparkan terkait dengan guru itu seperti apa dan harus bagaimana ia menjalankan tugasnya sebagai tenaga pengajar yang mampu menciptakan generasi muda penerus perjuangan bangsa yang akan maju digarda depan memajukan bumi pertiwi Indonesia Raya ini.





E. Kesimpulan
Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Dimana peran guru merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam mengajar guru mesti menggunakan strategi yang tepat dalam menyampaikan materi sehingga materi mampu diterima oleh peserta didik secara maksimal.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus memperhatikan latar belakang peserta didik. Bagaimana kehidupanya sehari-hari, apakah dia selalu bermain dengan temannya atau dia lebih senang sendiri. Karena pergaulan peserta didik itu sangat berpengaruh dalam proses belajar. Bila peserta didik itu tidak pemalu,tetapi pemberani itu akan sangat membantu dalam perkembangannyta.
Hadits diatas merupakan dalil bahwa guru hendaklah serius dalam mengajar, berbicara tertib, jelas dan sesuai dengan kemampuan peserta didik, kalau perlu tidak mengapa jika guru mengulang-ulang penjelasannya. Dengan sikap dan sifat guru yang serius, tegas, berbicara jelas dan mudah dipahami akan sangat membantu peserta didik dalam belajar. Ditambah lagi dengan lingkungan yang kondusif akan mempercepat tersampainya materi dari guru ke peserta didik.
Jika seorang guru dalam mengajar dapat dan mau mengambil serta menjalankan pelajaran dari hadits diatas ini menunjukan keseriusannya dalam mengajar. Dengan begitu guru mengajar semata-mata bukan karena profesi atau jabatanya melainkan guru sadar akan kewajibannya yaitu mentransfer atau memberikan ilmu kepada peserta didiknya dengan penuh keseriusan dan keikhlasan.



Daftar Pustaka
Roqib, Muh. & Nurfuadi. Kepribadian guru. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009.
Cece Wijaya, dkk. Upaya Pembaharuan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Al Kirmany; Al Bukhori bi Syarhil Kirmani, Darul Ihyak at Tauots al ‘Arobi Bairut, cet. II, 1377 H./ 1981 M.
M. Dailamy. Hadits-hadits tentang pendidikan, Purwokerto, tt.
Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Imam Abdullah, Shohih Bukhari, Semarang: CV. Asy Syifa, 1993.

PENDIDIKAN KEPRIBADIAN

Oleh: Haerul Anam
A. Hadits ‘Aisyah riwayat Muslim tentang wanita Makhzumiyah yang mencuri

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ قُرَيْشَا اَهَمَّهُمْ َشَأنَ الْمَرَّأَةِ اَلْمَخْزُوْمِيَّةِ اَلَتِى سَرَقَتْ فَقَالُوْا مَنْ يُكَلِّمُ فِيْهَا رَسُوْلَ اللهِ ص م ؟ فَقَالُوْا مَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلاَّ اُسَامَةُ حُبُّ رَسُوْلِ اللهِ فَكَلَّمَهُ اُسَامَةٌ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ تَْشْفَعْ فِىْ حَدٍّ منْ حُدُوْدِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ اَيُّهَا النَّاسُ اِنَّمَا هَلَكَ أَلَّذِيْنَ قَبْلَكُمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الْشَرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَاِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الْضَعِيْفُ اَقَامُوْا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَاَيِمُ اللهِ لَوْأَنَّ فَاطِمَةِ بِنْتِ مُحَمَّدِ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Dari ‘Aisyah, sesungguhnya orang-orang Quraisy menganggap sangat serius kasus seorang perempuan Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang berani berbicara kepada Rasul (untuk minta dispensasi)?” Mereka berkata, “Siapa lagi kalau (bukan) Usamah kekasih Rasulullah Saw.” Maka Usamahpun (datang kepada Nabi) untuk membicarakannya. Kemudian Rasulullah pun bersabda: “Apakah kau hendak minta keringanan dari berlakunya hukum had?” Rasulullah kemudian kemudian berdiri lalu berpidato, “Wahai manusia, sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kamu sekalian ialah, ketika orang-orang terhormat di antara mereka mencuri, mereka biarkan (tanpa hukuman), dan apabila yang mencuri adalah orang-orang yang lemah (hina), lalu mereka tegakkan hukuman itu. Persetan (demi Allah), andaikata Fatimah anak perempuan Rasulullah mencuri, pasti akan kupotong juga tangannya.”
Penjelasan Hadits
Imam Muslim telah meriwayatkan hadits tersebut dengan berbagai versi, ada yang lengkap dan ada yang tidak, semuanya saling melengkapi. Siapa wanita Makhzumiyah ini? Dalam riwayat tersebut belum jelas siapa orangnya. Dikatakan bahwa pada awalnya wanita Makhzumiyah tersebut hanyalah meminjam barang, tetapi lalu mengingkarinya. Kemudian Rasulullah mengkategorikan pengingkaran terhadap pinjaman sebagai tindakan mencuri. Muslim dalam salah satu riwayatnya menyebutkan bahwa peristiwanya terjadi pada waktu Fathu Makkah (penyerangan kota Mekah tahun 8 H). Di mana pada saat itu keadaan tidak dan belum menentu (perang) dijadikannya suatu kesempatan untuk melakukan kejahatan.
Jika menilik kapan peristiwa tersebut terjadi, dan manthuq hadits dengan kalimat saraqat (telah mencuri), penulis mempunyai kecenderungan bahwa wanita Makhzumiyah memang benar-benar melakukan perbuatan mencuri. Nama wanita pelaku tersebut tidak disebutkan namanya, barangkali saja ada kaitannya dengan sopan santun Islam yang tidak boleh membuka aib orang. Hanya saja wanita Makhzumiyah tersebut adalah orang Quraisy yang cukup terpandang.
Orang-orang Quraisy menganggap persoalan pencurian Mahzumiyah sebagai persoalan serius, mengingat pencurian dilakukan oleh orang terhormat dari suku Quraisy, dengan demikian akan menjatuhkan nama baik suku Quraisy. Lantaran itu diupayakanlah agar pencurian ini tidak berbekas dan diharapkan mendapatkan dispensasi hukuman dari Rasulullah. Namun, apa yang diharapkan suku Quraisy untuk mendapat dispensasi hukuman tidaklah menjadi kenyataan. Justru mendapat teguran halus dari Rasulullah bahwa keadilan harus ditegakkan.
Mengapa wanita terhormat dalam hadits ini melakukan pencurian?? Jawabnya ialah lantaran wanita Makhzumiyah tersebut telah kehilangan kepribadiannya. Sebagai wanita muslimah terhormat, telah lepas tali imannya, sehingga perbuatannya mencerminkan pribadi yang pecah. Iman yang dimilikinya belum bisa merupakan faktor integratif, sehingga keyakinan, penghayatan dan pengalaman agamanya belum bisa menjadi perisai diri dari kepribadian yang goyah.
Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, dan etika orang tersebut ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, dan nilai yang dimiliki akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal:
1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang misalnya keluarga, teman, atau pergaulan.
Untuk menjadi muslim yang berkepribadian utuh, dituntut kemampuan diri untuk menjadikan iman atau agama sebagai faktor terpenting pada dirinya, sehingga (dengannya) dapat menghindarkan diri dari berbagai tantangan, gangguan, dan ancaman serta cobaan hidup dan kehidupan. Untuk itu diperlukan latihan dan pendidikan yang terus menerus serta pembinaan yang berkepanjangan.
Dalam konteks pendidikan di sekolah upaya yang perlu dilakukan untuk mengembalikan pendidikan kepribadian yang hilang terhadap peserta didik adalah pertama sekolah tidak harus menghabiskan waktu temu guru-siswa hanya untuk membahas soal-soal prediksi UN akan tetapi perlu meluangkan waktu pada setiap guru mengajar untuk menanamkan akhlak, dan budi pekerti melalui cerita-cerita yang menarik. Melalui cerita-cerita tersebut akan tumbuh sikap dan perilaku siswa untuk meniru tokoh cerita yang disajikan.
Kedua, pemberian tauladan para tokoh masyarakat, guru, pejabat dan segenap sosok orang tua sendiri. Mereka dilihat langsung oleh siswa. Baik dan buruk perilaku mereka akan mengisi ruang memori dan pada gilirannya pengetahuan yang diperoleh ini akan menjadi konsep dalam bersikap dan berperilaku para generasi muda tersebut.
Ketiga, hendaknya ada evaluasi afektif yang bermakna dan berkesinambungan dalam proses pendidikan di sekolah. Sejak SD hingga perguruan tinggi, evaluasi afektif ini hendaknya diterapkan baik tertulis maupun praktek keseharian.


B. Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy, tentang perlunya berprinsip dalam kehidupan

عَنْ خُذْيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْنَ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (الترمدى)
Hudzaifah berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kamipun berbuat baik, dan jika manusia berbuat dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat kejahatan”. (H.R. Turmudzi)
Penjelasan Hadits
Ada 2 hal yang perlu digaris bawahi dalam hadits tersebut, yaitu:
1. Larangan bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, artinya manusia muslim dilarang bersifat seperti bunglon yang pandai berubah warna dalam setiap situasi.
2. Perintah Nabi kepada umat Islam agar mempunyai pendirian (prinsip). Pendirian yang dimaksud adalah pendirian yang dibangun atas dasar tauhid, yang pada gilirannya akan menciptakan manusia yang berpribadi, tidak mudah goyah dan tidak mudah pula terpengaruh.
Pada hadits lain disebutkan bahwa manusia yang tidak mempunyai pendirian diibaratkan seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak searah gerakan angin yang menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan kehancuran umat Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan kepada umatnya bukan untuk melahirkan sifat kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam menghadapi persoalan bukanlah menjadi indikasi lemahnya prinsip Islam yang dimiliki.
Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun.
Unsur-unsur utama istiqomah atau berpendirian yaitu:
1. Berpegang pada akidah yang benar.
2. Melaksanakan tuntutan syariat Islam yang berpedoman pada Al-Quran dan hadits.
3. Mempunyai prinsip dan keyakinan yang tidak akan berubah atau goyah.
4. Tidak terpengaruh dengan godaan hawa nafsu dan syaitan.
5. Tidak tunduk pada tekanan demi melaksanakan tanggung jawab dan mempertahankan kebenaran.
Ada tiga tahap Istiqomah yang perlu berlaku serentak yaitu:
1. Istiqomah hati yaitu senantiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati daripada sifat syirik, menjauhi sifat-sifat tercela seperti ria dan menyuburkan hati dengan sifat terpuji terutama ikhlas. Dengan kata lain Istiqomah hati bermaksud mempunyai keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran.
2. Istiqomah lisan yaitu memelihara lisan atau tutur kata supaya senantiasa berkata benar dan jujur, setepat kata hati yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak berpura-pura, tidak bermuka dua dan tidak berbolak balik.
3. Istiqomah perbuatan yaitu tekun berkerja atau melakukan amalan atau melakukan apa saja usaha untuk mencapai kejayaan yang di ridhai Allah. Dengan kata lain istiqomah perbuatan merupakan sikap dedikasi dalam melakukan suatu pekerjaan atau perjuangan menegakkan kebenaran, tanpa rasa kecewa, lemah semangat atau putus asa.

C. Nilai Edukasi:
Dari dua hadits di atas dapat diambil nilai edukasi antara lain:
1. Tidak dibenarkan dalam Islam membuka aib seseorang, karena belum tentu perilaku kita lebih baik daripada orang lain di mata Allah.
2. Sebagai manusia muslim dituntut berkepribadian yang sehat.
3. Kepribadian sangat penting karena berpengaruh terhadap akhlak dan moral seseorang. Jika pribadi kita baik, maka secara otomatis perilaku dan moral kita akan mengikutinya.
4. Baik dan tidaknya kepribadian seseorang tidak diukur dengan kedudukan atau jabatan yang tinggi.
5. Ketidakadilan dalam penerapan hokum menjadi penyebab kehancuran suatu umat.
6. Iman dan agama merupakan faktor penting untuk membentuk kepribadian yang baik.
7. Sebagai manusia dituntut untuk berpendirian atau berprinsip sehingga tidak mudah terpengaruh terhadap keburukan.
8. Untuk menjadi orang yang mempunyai pendirian, perlu memiliki kepribadian yang utuh, yakni suatu kepribadian yang tidak mudah memudar.


DAFTAR PUSTAKA

 Abi Zakaria Yahya Ibnu Syarif An-Nawawi, Shohih Muslim Jilid 6, Libanon: Darul Fikri, 2000
 Adib Bisri Musthofa, Terjemah Shahih Muslim jilid 3, Semarang: CV. As-Syifa, 1993
 Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009
 Moh. Zuhri Dipl, TAFL dkk, Tarjamah Sunan At-Tirmidzi, Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1992
 Muhammad Dailamy, Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadits Bag. II, 2006
 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006
 Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kairo: Daarul Hadits, 2005

Kamis, 01 Desember 2011

Aku dan kesempatan

Aku dan kesempatan


Relasi yang intim, hangat serta jujur merupakan kebutuhan bagi seseorang dalam menjalani kehidupan. Semuanya dapat dilakukan dengan cinta antara satu insan dengan insan lainnya. Sebuah kebahagiaan yang tidak terukur bila cinta sedang dibalas satu dengan yang lainnya dan sesuatu yang sangat menyakitkan bila cinta telah dipermainkan. Seseorang rela melakukan apapun demi orang yang dia sayangi, bukan orang yang dia sukai. Semua itu dimulai dari perasaan cinta yang bermula dari cara memandang sedangkan rasa suka dimulai dengan cara mendengar. Ketika kita sudahtidak menyukai seseorang cukuplah dengan menutup telinga sedangkan untuk membuang perasaan cinta tidaklah cukup dengan menutup mata dari orang yang dicintai, maka akan banyak galutan emosi yang berakhir menjadi tetesan air mata.
Cinta itu merupakan hal yang tidak dapat dibatasi ataupun diatur. Tidak akan pernah ada undang-undang yang mengatur cinta. Manusia yang saling mencintai berhak untuk menentukan sendiri hubungan yang mereka jalani. Cinta pun harus dipelihara serta dirawat sehingga mampu abadi selama-lamanya. Cinta lahir dengan sendirinya, tidak akan pernah dapat terduga, kapan, dimana dan dengan siapa hal tersebut akan terwujud. Cinta juga tidak dapat dipaksakan baik dengan kekuatan apapun.
Masih banyak hal yang tersembunyi dan dipenuhi oleh gudang misteri dari sebuah patahan hati. Banyak yang terjebak dengan buaian serta hasutan, ketika dimaknakan semuanya terasa hampa. Ini energi yang dimiliki oleh dinding hati dalam menciptakan pintu kesempatan. Insan yang pandai melihat kondisi ini dapat masuk meskipun hanyalah melewati sebuah celah kecil. Kadang keraguan serta kekhawatiran berubah menjadi rasa bimbang. Kadang pula galut serta bimbang itu menimbulkan luka. Setiap insan memiliki memori untuk menyimpan sebuah kenangan. Memori itu kadang dengan mudah menghapus kenangan indah yang menyelimut, sebaliknya memori tersebut kadang cukup sulit menghapus kenangan buruk nan lara.
Inilah aku yang berjalan menyusuri gerbang kehidupan, melihat banyak warna serta jalan yang berbeda. Mencari ruang berteduh dari kesepian yang melanda, mencoba berbagi keluh dari masalah, dan mengharap penopang untuk bersandar. Aku melihat satu warna yang menakjubkan, bersinar dari mendungnya nuansa. Mataku berkaca dan mulutku terasa pahit menyambut senyum dalam jengkal keindahan. Apakah ini yang disebut dengan cinta? Ataukah ini hanya sekedar rasa takjub yang mengartikan suka? Rasa ini begitu kuat dicampur dengan pola yang beraneka ragam. Aku terdampar dalam benak yang menyelimut serta getir dalam ikatan hati. Waktu kini mulai bermain menertawakan halusinasiku yang menjelajahi bukit khayalan. Tetap saja aku hanya mengembara dalam picik benak menyambutnya. Inilah kesempatan yang dapat diselami pikiranku. Mungkinkah dilain waktu ada yang jauh lebih menakjubkan dari dirimu. Pastilah keyakinanku bahwa ini bukanlah yang terbaik untukku.
Tibalah aku pada sebuah kejenuhan dalam suatu pencarian. Ternyata tidak ada yang lebih menakjubkan dan ternyata pikiran telah menipuku. Tidak ada kesempatan lagi dan tinggalah kehampaan. Pencarianku untuk mendapatkan yang jauh lebih baik sirna sudah. Penyesalan mengorek dinding hatiku dan aku lelah mencari keindahan itu.