Cari Blog Ini

Sabtu, 17 Desember 2011

Kualitas pembelajaran dalam satuan pendidikan adalah tolok ukur kualitas pendidikan Nasional

Oleh .Maful
Guru PAI SDN Gandrungmmangu 05
Cilacap,Aktif Di PMII STAIN purwokerto
Dan masih tercatat mahasiswa STAIN
Purwokwerto prodi PAI semester VII


Proses belajar mengajar adalah interaksi antara guru dan peserta didik yang didalamnya yang didalamnya terdapat transfor of knowladge dan transfor of value yang didapat melalui pengetahuan , pengalaman hidup , dan pengembangan life skill peserta didik dan merubah perilaku peserta didik.
Dari pengertian diatas perkembangan pendidikan yang selalu mengiringi perubahan zaman, telah melahirkan berbagai macam kurikulum yang yang sangat heterogen hal ini juga karena perkembangan dunia yang menglobalisasi agar pendidikan menjawab tantangan zaman yang syarat dengan perubahan, baik itu perubahan dari segi culture maupun strukturural.Dunia pendidikan dihadapkan dalam perkembangan dunia dewasa ini, rekonstruksi pendidikan baik itu dari segi persepsi maupun dari segi paradigma adalah realita pendidikan dewasa ini. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan output yang ber kompetensi serta berkualitas nasional dan internasional Ironis memang jika output akan tercapai tanpa adanya input yang berkualitas, Input yang dimaksud adalah kurikulum , Proses dan sumber daya manusia.
Kualitas pendidikan dalam suatu proses belajar mengajar adalah Sub bagian dalam kualitas pendidikan secara Makro, jika proses pendidikan adalah satuan dari sebuah sistem, maka sangat Urgen dalam proses tersebut akan menghasilkan kualitas dengan skala kuantitasnya.
KTSP yang dijadikan ujung tombak dari kurikulum bangsa kita sangat diharapkan perannya sehingga Implikasinya dapat dirasakan oleh Stakeholders untuk menjawab segala kebutuhan masyarakat saat ini, inovasi kurikulum ini juga akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar baik dari segi kurikulum , bahan ajar, strategi, metode pengajaran dan juga Sumber daya pendidik yang berkompeten dan semua stakholders tersebut vharus mampu memahami Visi misi dari kurikulum satuan pendidikan agar tercapainya harapan dan cita – cita masyarakat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menelaah keberhasilan proses belajar mengajar itu berkualitas maka menurut Taxonomi Benyamin . S.Bloom, harus berorientasi pada ranah kognitif, afektif dan juga psikomotorik peserta didik.dan juga faktor konatif yaitu komitmen untuk melaksanakan apa yang sudah diajarkan dalam Real Life atau menurut UNESCO disebutkan pendidikan bertujuan untuk life to know, life to be , life to do dan life together.
Kualitas pembelajaran yang berkualitas harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
1. Ukuran kelas (size class), menurut Nana Sudjana bahwa semakin banyak jumlah peserta didik dikelas maka semakin rendah kualitas pembelajaran , misal jika satu kelas berjumlah 40 maka dalam skala perbandinganya 1: 40 ( 1 Guru :40 peserta didik) atau dalam ukuran waktu 60 : 40 ( 1 siswa hanya dapat perhatian guru 1, 6 menit)dalam setiap satu mata pelajaran.berdasarkan kelas yang ideal adalah 1:25 ( 1 guru : 25 peserta didik) jadi dalam setiap pelajaran siswa mendapat perhatian dari guru 2,5 Menit.dan konklusinya semakin sedikit peserta didik maka semakin berkualitas pula suatu pembelajaran.
2. Metode dan strategi pembelajaran , guru yang baik adalah guru yang mau bekerja keras baik itu dalam mempersiapkan bahan ajar yang didesain dan dirancang dengan perencanaan yang baik dan disertai strategy dan metode penyampaian materi yang sesuai serta harus menjadikan peserta didik sebagai subjek oriented dalam pembelajaran yang berbasis siswa aktif (learning aktif) yang memposisikan guru sebagai fasilitator guru dalam active learning akan menjadikan kelas sebagai panggung Teater apakah guru berperan sebagai periang, humoris, pemarah , orang yang baik hati atau juga menjadi seorang penjahat, dalam active learning gaya mengajar guru dijadikan sebagai suatu Seni dalam mengajar (the Art of Teaching) sehingga apa yang dilakukan guru akan ditiru oleh peserta didik ,pada dasarnya tidak ada pelajaran yang membosankan yang ada hanya guru yang membosankan,apapun pelajarannya jika penyampaianya didesain dan di sampaikan dengan metode yang tepat, yang melibatkan semua unsur dalam siswa baik itu dalam ranah kognitif , afektif ataupun psikomotoiriknya.secara signifikan peran siswa dalam pembelajaran akan lebih mendominasi.
3. Sarana dan prasarana,dalam hal ini sekolah atau instansi mempunyai tugas jika pembelajarankan memperoleh hasil yang berkualitas maka perlu memperhatikan hal – hal yang menunjang proses belajar mengajar seperti : Laboratorium, perpustakaan,dan media pembelajaran.
4. Kurikulum serta Visi dan Misi sekolah, tidak lepas dari faktor kurikulum yang sebagai pengejawantahan dari Visi dan Misi sekolah yang bersifat operasional sebagai landasan tujuan intitusional, akan berimplikasi terhadap proses belajar mengajar dalam satuan pendidikan.selain kurikulum sebagai media dalam pewarisan budaya (kearifan Lokal) dan juga pewarisan nilai (Value) Masyarakat,maka perlu adanya inovasi dalam mengahadapi tantangan dan perkembangan dunia,guna mempersiapkan peserta didik yang mempunyai daya saing dan daya kompetensi yang menglobal.
Kadang pendidikan kita lebih sering mengutamakan kuantitas tanpa memperhatikan kualitas, munculnya sekolah – sekolah unggulan seperti RSBI / SBI , sekolah alam adalah representasi dari keinginan Masyarakat akan pendidikan yang berkualitas,kalau kita cermati bahwa sekolah – sekolah tersebut selalu mengutamakan proses belajar yang bertumpu pada pembelajaran siswa aktif , jadi dengan leluasa peserta didik akan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Pembelajaran active learaning atau pembelajaran yang d disertai dengan pembelajaran yang menggunakan metode PAIKEM (pembelajaran, aktif, inovatif, kondusif dan menyenangkan) atau Quantum Teaching. perlu adanya SDM pendidik yang berkompetensi agar semua tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

Islam dalam perdaban Indonesia

oleh:maful
(Ketua SEMA 2011-2012)
(Koordinator Dept. Jaringan dan komunikasi PMII Walisongo PWT 2011)
Kejumudan islam dalam berbagai segi merupakan bukti bahwa masyarakat islam tidalk lagi mmempunyai semangat ghirah untuk teyap survive dalam perkembangangan peradaban bangsa ini,hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia namun telah mewabah pada seluruh Negara islam diseluruh penjuru dunia.dalam perjalanan sejarah Islam mulai mengalami kemunduran ketika supremasi Baghdad jatuh kepada bangsa Monghol,dan juga eksploitasi Islam secara langsung terjadi pada masa helenisme yaitu persentuhan Islam dengan Eropa yang terjadi semasa perang salib,yang ditandai dengan pertukaran dan kontak langsung antara keilmuan Islam dan Eropa.namun pada abad pertengahan dan modern islama mualai kehilangan muaranya kemana akan mereposisikan dalam ercatuaran dunia. Hal ini telah membuktikan bahawa masyarakat islam pasca kolonialisme terlalu asyik dengan Euforianya.sehingga luapa kemana akan membawa arah kiblat islam dalam dnamika peradaban islam.hal ini yang membangkitkan semangat pergerakan generasi islam menuju satu titik capaian dengan visi dan misi yang sangat ideal yaitu membangkitkan semangat kembali islam dalam mereposisikan agama sebagai rahmatal lil alamin.
Menurut jamaludin Al Afghani”Islam harus dikembangkan sebagai agama peradaban,Islam bukan hanya mengusung Konsep Tauhid semata yang menjalankan Ritual ibadah tetapi harus diejawantahkan dalam peradaban melaluiPengembangan Keilmuan, pembelaan hak- hak mIskin, dan menurut Al Afgahani faktor yang terpenting adalah Kesejahteraan rakyat miskin”
Penyebab lain kebangkitan islam dimasa kini,sebagian agama dan masyarakat, ialah kian meluasnya wawasan masyarakat muslim itu sendiri.sejak tahun – tahun pertama kemunculannya ,islam sudah mendapat tantangan,baik politik, spiritual dan cultural ini menjadi luar biasa berat dalam beberapa abad terakhir.sejarah islam akan sangat berbeda sebagaiman akan sangat berbedanya sejarah budhisme jika tempat kelahiranya adalah,katakanlah Indonesia.Tantangan terberat bagi semmua Negara islam saat ini adalah bidang kebudayaan, yakni”Kebudayaaan”dunia dalam pergaulan masyarakat materialistic yang makmur- merajalelanya obat bius,musik pop, dan pornografi yang mana merupakan sisi modernitas yang bersifat merusak.dalam bidang itulahislam menganggap barat sebagai sumber dekadensi dan kemerosotan moral.apalagi manakala persekutuan politik barat cenderung bertingkah sebagai penguasa yang tidak aspiratif,kaku, dan represif,sementara mitra politik setempatpun cenderung korup.Terhadap mereka, Islam Memiliki pandangan dan sikap korektif tersendiri.(artikel”soldiers of Allah Advance”)
Perlu dicatat bahwa pasca abad pertengahan islam lebih banyak berkutat dalam Restorasi (pengembalian) islam sebagai bentuk yang utuh yaitu seperti pada zamanya Rasulullah merekan merinduklan Islam dipimpin oleh para sahabat yang dalam hal ini bisa diakatakan Khalifah.dalam konteks keindonesiaan hal ini tditandai dengan lahir dan berkembangnya paham – paham radikalisme atau fundamentalisme sebagai ideology dan media untuk memperjuanhgkan segala keinginan politiknya,karena orientasi mereka bukan hanya Misi dakwah an sich tapi sudah merambah pada Multidimensi Kehidupan , sebut saja kelompok yang berafiliasi untuk merestorasi islam Antara lain:HTI (Seperti ikhwanul Muslimin Di Mesir), FPI, Jamah Islamiah dan kelompok reskonservatif lainya,yang mengiginkan islam Indonesia kembali pada peradaban zaman Rasulullah.Mereka mempunyai kubu yang kontra yang memang lahir dari keresahan intektual terhadap mirisnya islam yang stagnan teap kelompok ini menginginkan Islam tetapi islam tidak bias di pisahkan dari politik dan agama. dengan munculnya paham Liberalisme misalnya ada JIL (jaringan Islam Liberal) yang mengusung formulasi baru dari paradigma Islam, Kelompok Liberalis tersebut walaupun terkesan Bid’ah (inovasi) tetapi mereka berpandangan bahwa Islam perlu Reformasi (perubahan) , agar islam dapat survive ditengah terpaan peradaban yang dinamis.
Namun dalam perjalan bangsa Indonesia dewasa ini,perebutan dan pertentangan politik dan ideology kian meruncing dengan ditandainya aksi terorisme dengan mengatas namakan bangsa dan agama ,apaiun dalihnya Ideologi biukan untuk saling membunuh tapi harus dicari Ekletisnya di negeri ini.ketika kelompok- kelompok radikalisme dan Liberalisme sibuk untuk merebutkan status quo ideology mereka,mereka terlena dengan Substansi Islam sebagai agama peradaban yang akan membawa perbedaan menjadi satu sisi kemajuan jika di disikapi dengan Misi nasionalisme.
Islam Di Indonesia seakan – akan terlena oleh zaman,mereka lebih senang merebutkan kekuasaan dengan jalan politik praktis yang juga dengan tidak di imbangi kelompok oposisi dari islam itu sendiri sehingga kecarut marutan sangat terlihat.Islam dalam konteks ke Indonesiaan bukan hanya islam sebagai agama namun sudah saatnya islam berbaur dengan peradaban, Sehingga islam sebagi agama yang “Sholih fi kulli makani wa zaman “ yang mampu bmembawa negara dalam sisi spritualitas , keilmuan ,tekhnologi dan pengembangan sains,ekomomi,budaya dan yang berdasarkan konsep Islam, sebagaimana jamaludin Al afgahni mendorong bahwa kaum muslimin untuk menentukan nasib mereka sendiri.dia menyarankan agar dunia Islam tercipta sebagaiman mestinya,yaitu memperjuangkan kesejahteraan rakyat,mengentaskan kemiskinan dan pembelaan terhadap kaum – kaum marginal.sebagaiman Allah berfirman “ sesungguhnya,Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika mereka sendiri tidak mengubahnya” (QS.13:11),Al afgahni juga mengigatkan sengat kaum muslimin dengan mengingat kenagan masa silam yang gilang gemilang.Sebagaiman dengan tujuan bangsa ini.
Islam dan Demokrasi Di Indonesia
Dewasa ini indonesia disanjung oleh negara- nargara maju terhadap demokrasi yang dikembangkan di indonesia ,mereka menyatakan (Negara maju /kesatu) “Indonesia adalah salah satu negara dengan sistem demokrasi yang tersistematis dan paling baik” indikator ini adalah dengan dilaksanakannya pemilihan presiden secara langsung,seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya ,sebuah formulasi negara yang diusung para Funding father kita mulai dari demokrasi terpimpin/ presidensiil dengan segala retorikanya,dan jugasampailah pada demokrasi pada dasa warasa ini yang cenderung pada demokrasi liberal ataupun kapitalis.
Konsep Syura dalam demokrasi Di Indonesia sejatinya sangat idealis dengan ketatanegaraan indonesia,karena dalam parlementer adalah Reperentasi dari seluruh perwakilan rakyat,sehingga Syura sangat cocok untuk menopang masyarakat indonesia yang Majemuk,islam menawarkan konsep tersebut karena dalam ajaran islam Allah berfirman “Fasyawirhum fil amri”prinsip musyawarah sangat dijunjung oleh islam, Nabi sendiri ketika memutuskan suatu perkara baik itu urusan pemerintahan maupun urusan agama tidak pernah meninggalkan mUsyawarah,terlepas dari Nabi sebagai Otoriternya yaitu Rasul dan Nabi yang mempunyai wahyu dan juga pemimpin negara.
Mengapa pada masa demokrasi terpimpin Islam turut mendukungnya hal itu tidak lepas dari konsep ynag ditawarkan oleh Presiden Soekarno pada saat itu,pada wakyu itu Islam yang diwakili oleh politikus Nu yaitu Idham Khalid menyetujuinya karena memandang demokrasi tersebut sangat cocok dengan konsep dan literatur Islam,Akhirnya dalam perjalananya pun banyak sekali ditemukan ketidak mapanan dan persinggungan yang memang dijadikan media dalam pertarungan politik,karena dalam Demokrasi tidak lepas dari partai politik praktis yang melibatkan Parpol,sedang dalam perjalanannya PARPOL yang sebagai jelmaan dari rakyat ternyata merebutkan kekuasaan dan Status Quo pada saat itu,akhirnya semuanya itu menjadi bumerang bagi negara dan bangsa ini dengan Munculnya pemberontakan G 30 s PKI dan gerakan – gerakan separatis lainya.
Jika diamati maka akan terjadi keseimbangan dan dealisme yang tinggi jika semua stakholders ada kemauan untuk membangun bangsa dan negara,yang perlu didukung okeh political will dan dan social will dari seluruh komponen bangsa, sehingga ekletisme islam sebagai hukum akan terlihat secara substansial dalam negara demokrasi yang pluralis sehingga islam sebagai rahmatal lil alamin akan menjadi real life.

Biografi Zakiah Darajat

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan agama islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikan ia dapat memahami, meghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang sesuai dengan norma dan nilai yang ada. Sehingga ia nanti mampu menjadikan pendidikan agama sebagai suatu pandangan hidup untuk keselamatan an kesejahteraan didunia maupun diakhirat. Pendidikan agama juga dapat sebagai pendidikan akhlak, kerena dengan pendidikan agama yang tepat maka individu tersebut dapat memiliki akhlak yang baik dan kuat dengan landasan agama yang kuat.
Salah satu tokoh wanita yang cukup berperan dalan dunia pendidikan agama islam adalah Prof. Dr. Zakiah Darajat, dimana beliau merupakan tokoh yang multi dimensional. Karena ia tidak hanya dikenal sebagai psikolog, tetapi juga mubaligh, penulis, dan pendidik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Zakiah Darajat
Zakiah Darajat adalah salah satu tokoh wanita yang memiliki pengaruh cukup banyak dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan islam. Zakiah Darajat lahir di Kampung Kotamerapak, kecamatan Ampek Angkek, Bukit Tinggi, Sumatra Barat, pada tanggal 6 November 1929. Beliau adalah anak dari Daradjat Ibn Husein dan Rapi’ah binti Abdul Karim . Pada mulanya Zakiah belajar di Standard School Muhammadiyah, di Bukti Tinggi pada tahun 1944, Kuliyatul Mublighat, di Padang Panjang tahun 1947, kemudian melanjutkan ke SMA Bukit Tinggi tahun 1951, kemudian ia mendaftar di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Yogyakarta dan Universitas Islam Indonesia pada tahun 1955, dan pada tingkat IV Fakultas Tarbiyah ia di tawari untuk meneruskan ke Universitas Ein Shams, di Kairo, Mesir untuk melajutkan doktornya pada tahun 1964. Belajar delapan setengah tahun disana ia belajar ilmu dengan spesialis psikoterapi. Setelah selesai dan pulang ke kota kelahirannya ia langsung bekerja pada Departemen Agama sampai Maret 1984. Zakiah Darajat menjabat Direktur Pembinaan Agama Islam dan ia adalah satu-satunya wanita anggota DPA dan ia juga membuka praktek konsultasi psikologi di kediamannya. Pada tahun 1960-an ia juga menjadi guru besar dan memimpin Fakultas Pasca-Sarjana di IAIN Jakarta dan Yogyakarta. Kemudian karirnya semakin padat diantaranya yaitu :
1. Pegawai Biro Perguruan Tinggi Departemen Agama (1964-1967)
2. Kepala Dinas Perguruan Penelitian dan Kurikulum pada Direktorat Perguruan Tinggi Agama (1967-1972)
3. Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (1972-1974)
4. Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (1977-1984)
5. Anggota DPA-RI (1983-1988)
6. Guru Besar IAIN Jakarta (1984-sekarang)
Disiplin ilmu kehlian yang ditekuni dan disosialisaskan secara konsisten, tak kenal lelah dan bosan, adalah tentang Psikologi Agama dan Kesehatan Mental. Hal ini direlisasikan melalui berbagai media buku, artikel, makalah dalam diskusi atau seminar, juga melalui ceramah deberbagai forum, radio dan televisi serta dalam mengajar di berbagai lembaga pendidikan.

B. Pendidikan Agama
Langkah Zakiyah Darajat untuk membenahi lembaga pendidikan agama dalam perannya yang tidak hanya di masyarakat tetapi juga di institut, sehingga dapat memperlancar keinginannya untuk mengintegrasikan pendekatan agama dengan ilmu pengetahuan modern dengan merujuk berbagai literature Barat maupun Islam. Langkahnya antara lain yaitu dengan mengupayakan terbentuknya kurikulum standard dari pemerintah bagi lembaga pendidikan islam, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat . Perhatian Zakiah untuk mengembangkan dunia pendidikan islam ini tidak terbatas pada pendidikan tinggi serta lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah. Zakiah merintis pendidikan untuk anak-anak dan remaja, termasuk bagi mereka yang kurang mampu, yakni dengan mendirikan yayasan dan lembaga pendidikan ruhana. Selain itu ia juga meluangkan waktu untuk mengisi acara keagamaan diberbagai media .
Pentingnya pendidikan agama adalah sebagai sarana untuk membentuk kesehatan mental manusia. Karena pendidikan agama mempunyai peran fundamental untuk menunbuhkan potensi-potensi fitrah manusia yang bersifat spiritual dan kemanusiaan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan makna hidup hakiki, yakni membentuk manusia modern yang sehat secara biologis dan spiritual. Hidup yang dimaksud adalah bahwa pada sosok manusia yang mampu menyesuaikan dengan diri sendiri, orang lain, dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. Menurut Zakiah pendidik harus selalu memikirkan moral, tingkah laku, dan sikap yang harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Hal ini karena pendidikan agama yang sudah dibiasakan sejak kecil akan dapat menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik dan nantinya saat dewasa ia akan tetap pada jalur yang benar, karena apabila saat dewasa ia melakukan pelanggaran norma ia akan mengalami kegoncangan jiwa. Namun hal ini juga tidak terlepas dari pengajaran orang tua saja, tetapi juga peran sekolah serta masyarakat juga berpengaruh.
Peran sekolah dalam pendidikan agama islam dapat diperoleh melalui bimbingan, latihan, dan pelajaran yang dilaksanakan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang amat penting bagi kehidupannya dimasa yang akan datang. Pendidikan agama dan pendidikan akhlak pada unur sekolah ini adalah refleksi dari keimanan dalam kehidupan nyata. Agama akan membantu anak dalam pengendalian diri. Jika bakal keimanan dan pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap maka agama akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai, bersikap .

C. Pemikiran Zakiah Darajat
Zakiah Darajat memiliki pendirian bahwa Al Qur’an dan Hadits harus menjadi rujukan pertama dan utama bagi setiap muslim. Bagi Zakiah Darajat pengenalan ajaran agama harus diberikan secara tepat kepada seseorang dengan jalan memehami perkembangan dan pertumbuhan kejiwaaan mereka.. ini berarti bahwa ajaran agama yang deberikan dan ditularkan secara sadar kepada anak-anak atau remaja akan menjadi unsur penting dalam pembentukan personality (kepribadian) mereka. Zakiah juga menganggap pemahaman terhadap psikologi akan membantu seseorang mampu mengarahkan pendidikan agama secara tepat terhadap seseorang. Zakiah juga percaya bahwa pendidikan agama harus diberikan lebih dini lagi, yaitu kepada mereka yang akan menikah atau bahkan kepada orang yang akan mencari jodoh.
Pemikiran Zakiah Darajat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.pendidikan agama sebagai satu bidang studi, dan pendidikan agama sebagai lembaga pendidikan agama seperti madrasah dan pesantren. Saat beliau menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama, beliau melatarbelakangi lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada 24 Maret 1975, mengenai kedudukan madrasah dalam system pendidikan nasional. Melalui SKB Tiga Menteri tersebut, maka kurikulum madrasah tidak lagi 100% agama, tetapi berubah menjadi 70% untuk mata pelajaran umumdan 30% untuk mata pelajaran agama. Ijasah madrasah sama nilainya dengan ijasah sekolah umum sesuai dengan tingkatnya. Dengan demikian, tamatan madrasah bisa melanjutkan ke sekolah umum, sebaliknya tamatan sekolah umum mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke madrasah. Hal ini karena Zakiah menginginkan adanya penghargaaan terhadap status madrasah. Salah satu isi SKB tiga menteri ini menyatakan bahwa madrasah ibtidaiyah setingkat dengan sekolah dasar.
Zakiah Darajat juga secara konsisten memberikan perhatian yang sangat intensif terhadap pendidikan agama, baik dalam keluarga maupun pada lembaga pendidikan lain, baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Beliau juga menekankan perlunya memhami karakteristik perkembangan dari peserta didik maupun kait-kiat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, baik yang disebabkan oleh perkembangan individu tersebut maupun karena perkembangan-perkembangan masyarakat yang sangat cepat di era ini. Beliau juga meneekankan peren penting lembaga-lenbaga pendidikan termasuk keluarga, terutama paea pendidiknya. Menurut Zakiah dengan memahami dan menguasai kiat-kiat tersebut nantinya dapat memaksimalkan potensi-potensi yang ada pada mereka. Hal ini karena pendidikan agama memiliki basis psikologi sebagai alat untuk memahami orang-orang atau individu-individu penerima layanan jasa pendidikan. Prinsip-prinsip konseling yang beliau terapkan merupakan salah satu pendekatan yang sangat efekif untuk diterapkan dalam berbagai lingkungan pendidikan .
Pendidikan islam ini sangat erat hubungannya dengan kesehatan mental, karena pendidikan islam adalah unsure terpenting dalam pembangunan mental. Karena pentingnya agama dalam pembangunan mental, maka pendidikan agam dilakukan secara intensif . ditujukan untuk mempeebaiki kesehatan mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan islam dalam hal ini tidak hanya bersifat teoritis saja, namun juga praktis. Karena dalam pendidikan islam berisi ajaran-ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perseorangan dan bersama. Pendidikan agama ini merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Sehingga dalam hal ini pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga saja, tetapi juga masyarakat serta pemerintah.
Pendidikan agama ini perlu dilaksanakan sebaik-baiknya karena hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi muda yang akan datang. Oleh karena itu upaya untuk menyelamatkan dan pembangunan ini memerlukan perhatian, terutama keluarga, sekolah (lembaga pendidikan), pimpinan-pimpinan dan orang berwenang dalam masyarakat, khususnya pemerintah. Pelaksanaan pendidikan ini juga tidak boleh berbeda antara penddikan yang diterima di dalam rumah dan di sekolah, karena apabila hal ini terjadi maka akan menghambat pembangunan kesehatan menta yang sehat, akan membawa kepada kegoncangan iman dan keragu-raguan pada agama. Pelaksanan pendidikan ini dapat tercermin dan terjadi dalam pengalaman, perlakuan dan percontohan dalam hidup..mental agama ibi harus terjadi daam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Peran wanita dalam membina mental dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh, hal ini karena wanita dalam hidup dikeluarga memiliki dua pandangan, yakni wanita berperan menjadi seorang istri dan juga sebagai seorang ibu, dimana wanita sebagai seorang istri memiliki kewajiban untuk tetap bisa membahagiakan suami dalam keadaan apapun, dan wanita sebagai seorang ibu ia mampu untuk mendidik anaknya agar memiliki suatu kebiasaan yang cukup bagus bagi kehidupan ukhrawi dan duniawai. Apabila ibu dan bapaknya mengerti agama dan menjalankannya dengan taat dan tekun. Maka perkembangan yang mempengaruhi sehatnya perkembangan mental akan semakin mendukung. Wanita dalam hal ini berperan dalam segala kehidupan, oleh Karena ituwanita dalam melaksanakan berbagai peran harus dapat menjaga dirinya. Zakiah Darajat dan Noeng Muhadjir berpendapat bahwa konsep pendidikan islam mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan dan mementingkan segi akidah (keyakinan), ibadah (ritual), dan akhlak (norma-etika) saja, tetapi jauh lebih luas dan dalam dari pada itu. Jadi ruang lingkup pendidikan islam meliputi :
1. Setiap proses perubahan menuju ke arah kemajuan dan perkembangan berdasarkan ruh ajaran islam.
2. Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental, perasaan (emosi), dan rohani (spiritual).
3. Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan-ketakwaan, pikir-dzikir, ilmiah-alamiah, materiil-spiritual, individual-sosial, dan dunia-akhirat.
4. Relisasi dwi fungsi manusia, yaitu fungsi peribadatan sebagai hamba Allah dan fungsi sebagai kekhalifahan sebagai khalifah Allah.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Peran Zakiah Darajat dalam Pendidikan Islam merupakan salah seorang yang memberikan dampak yang cukup terlihat. Karena perhatian ZAkiah untuk mengembangkan dunia pendidikan islam tidaj terbatas pada pendidikan tinggi serta lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan pemerintah. Zakiah juga merintis pendidikan untuk anak-anak dan remaja, termasuk bagi mereka yang kurang mampu, dengan mendirikn yayasan dan lembaga pendidikan ruhani. Selain itu, Zakiah juga meluangkan waktu untuk mengisi acara keagamaan diberbaga media. Zakiah juga merupakan tokoh wanita Indonesia, terutama wanita muslim dalam dinamika percaturan nasional, baik di bidang pendidikan, maupun social politik. Zakiah juga selalu berusaha untuk menyeimbangkan antara duniawi dan juga ukhrwi untuk kehidupan yang lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, dkk, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia, Ciputat : PT Logas Wacana Ilmu, 1999
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung : PT Remaja Rosadakarya, 1995
___________, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bintang Bulan, 1975
¬¬¬____________, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2008
____________, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1970
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta, 2009
Moh. Roqib, Nurfuadi, Kepribadian Guru, Yogyakarta : Grafindo Litera Media, 2009

Senin, 12 Desember 2011

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH: GOLONGAN YANG SELAMAT

Bersabda Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW, maknanya:“dan sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud)

A. Pengertian Aswaja.
Secara bahasa, ahl al-sunnah wa al –jama`ah ( aswaja ) terdiri dari tinga, kata yaitu ahl al sunnah wa al-jama`ah. Kata ahl menurut Fairuzzabadi berarti``Pengikut aliran``atau pemeluk mazhab``, jika dikaitakan dengan aliran-aliran atau mazhab. Menurut Ahmad amin, kata ahl merupakan badal nisbat, sehingga jika dikaitkan dengan kata al-sunnah menjadi ``ahl al sunnah berarti orang yang berpaham sunni ( al-sunniyun ). Sedangkan kata al-sunnah di samping mempunyai makna al-hadits, ia berarti juga at-thariqah ( jalan ) para sahabat Nabi dan tabi`in.
Istilah “aljamaah” sering di pahami sebagai sesuatu yang miring seolah-olah al jamaah keluar dari konteks al qur’an dan hadits. padahal tidak. Al jamaah adalah hanya sebuah jalan (kesepakatan) atau cara untuk juga memahami alqur’an dan hadits. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah), menurut Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, adalah golongan kaum muslimin yang berpegang dan mengikuti As-Sunnah (sehingga disebut ahlus sunnah) dan bersatu di atas kebenaran (al-haq), bersatu di bawah para imam([khalifah) dan tidak keluar dari jamaah mereka (sehingga disebut wal jamaah).
Definisi serupa disampaikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya Al-Ghaniyah, bahwa disebut ahlus sunnah karena mengikuti apa yang ditetapkan Nabi SAW (maa sannahu rasulullah SAW). Dan disebut wal jamaah, karena mengikuti ijma' shahabat mengenai keabsahan kekhilafahan empat khalifah dari Khulafa` Rasyidin) (maa ittifaqa 'alaihi ashhabu rasulillah fi khilafah al-a`immah al-arba'ah al khulafa` ar-rasyidin).
Dari pengertian Aswaja di atas, jelas sekali bahwa ajaran Khilafah dengan sendirinya sangat melekat dengan ajaran Aswaja. Sebab Khilafah sangat terkait dengan istilah wal jamaah. Jadi, jamaah di sini maksudnya adalah kaum muslimin yang hidup di bawah kepemimpinan khalifah dalam negara Khilafah. Khilafah merupakan prinsip dasar yang sama sekali tidak terpisahkan dengan Aswaja.
B. Sejarah dan kronologi Aswaja.

Sejarah mencatat bahawa di kalangan umat Islam bermula dari abad-abad permulaan (mulai dari masa khalifah sayyidina Ali ibn Abi Thalib) sehinggalah sekarang terdapat banyak firqah (golongan) dalam masalah aqidah yang saling bertentangan di antara satu sama lain. Ini fakta yang tidak dapat dibantah. Bahkan dengan tegas dan jelas Rasulullah telah menjelaskan bahawa umatnya akan berpecah menjadi 73 golongan.
Semua ini sudah tentunya dengan kehendak Allah dengan berbagai hikmah tersendiri, walaupun tidak kita ketahui secara pasti. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Namun Rasulullah juga telah menjelaskan jalan selamat yang harus kita ikuti dan panuti agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Iaitu dengan mengikuti apa yang diyakini oleh al-Jama’ah; myoritas umat Islam. Karena Allah telah menjanjikan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad, bahawa umatnya tidak akan tersesat selama mana mereka berpegang teguh kepada apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka. Allah tidak akan menyatukan mereka dalam kesesatan. Kesesatan akan menimpa mereka yang menyimpang dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.


Mayoritas umat Muhammad dari dulu sampai sekarang adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam Ushul al-I’tiqad (dasar-dasar aqidah); iaitu Ushul al-Iman al-Sittah (dasar-dasar iman yang enam) yang disabdakan Rasulullah dalam hadith Jibril uang bermaksud : “Iman adalah engkau mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir serta Qadar (ketentuan Allah); yang baik maupun buruk”.

Perihal al-Jama’ah dan pengertiannya sebagai mayoritas umat Muhammad yang tidak lain adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang bermaksud: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian mengikuti orang-orang yang datang setelah mereka, kemudian mengikuti yang datang setelah mereka“. Dan termasuk rangkaian hadith ini: “Tetaplah bersama al-Jama’ah dan jauhi perpecahan karena syaitan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (syaitan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di syurga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama’ah”.
C. Perinsip Aswaja.
Kesatuan Aswaja ini akan lebih dapat dipastikan lagi, jika kita menelaah kitab-kitab yang membahas aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dalam kitab-kitab aqidah itu, semuanya menetapkan wajibnya Khilafah. Dalam kitab Al Fiqhul Akbar (Bandung : Pustaka, 1988), karya Imam Abu Hanifah (w. 150 H) dan Imam Syafi'i (w. 204 H), terdapat pasal yang menegaskan kewajiban mengangkat imam (khalifah) (pasal 61-62).
Habib Lutfi Ketua MUI Jateng Saat membuka acara, dalam tulisan yang telah dibukukan oleh panitia mengungkapkan, paham Ahlussunnah Waljama’ah (aswaja) harus dikuatkan di semua lapisan masyarakat. Di antaranya, nilai-nilai toleransi (tasamuh), moderat (tawasuth), proporsional (i’tidal), dan keseimbangan (tawazun).
Warga NU, kata dia, harus melestarikan dan menjaga peninggalan para ulama seperti masjid, tanah wakaf, madrasah, karya-karyanya atau karangan baik yang berupa tulisan tangan maupun tulisan cetak, serta makam-makam ulama. Selanjutnya, mereka senantiasa harus memperat tali silaturahmi kepada para ulama yang masih hidup dan menziarahi yang sudah wafat. Kemudian, lanjutnya, memberdayakan aswaja di pedesaan-pedesaan yang disampaikan oleh para kiai dan ketua ranting. Mereka harus lebih aktif, karena bagaimanapun juga masyarakat NU hidup di pedesaan-pedesaan.(H4-60)
Dari pengertian diatas satu prinsip dasar yang dipenggang kaum sunni dan sekaligus menjadi cirri dari mereka yaitu, mereka dalam memahami ajaran agama selalu mengambil jalan tengah. Mereka berpegang pada asas keseimbangan yang mengacu pada al-Qur`an dan al-sunnah dan berusaha mendiskusikan dengan berlandasan dua kitab yang ekstrim tersebut.
B. Tokoh-tokoh Aswaja.
Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mula tercetus bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lain-lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat fahaman atau mazhab baru.
Kemudian muncullah dua imam muktabar pembela Aqidah Ahlussunnah iaitu Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Allah meridhai keduanya–menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat Nabi Muhammad dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nas-nas al-Quran dan Hadith) dan dalil-dalil aqli (argumentasi rasional) disertaikan dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) golongan Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij dan ahli bid’ah lainnya.

Disebabkan inilah Ahlussunnah dinisbahkan kepada keduanya. Mereka; Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenali dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut Imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi). Hal ini menunjukkan bahawa mereka adalah satu golongan iaitu al-Jama’ah. Kerana sebenarnya jalan yang ditempuhi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu. Adapun perbezaan yang terjadi di antara keduanya hanyalah pada sebahagian masalah-masalah furu’ (cabang) aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling berhujah dan berdebat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya terlepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah).

Perbedaaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti perselisihan yang terjadi di antara para sahabat nabi, tentang adakah Rasulullah melihat Allah pada saat Mi’raj? Sebahagian sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahawa Rasulullah tidak melihat Tuhannya ketika Mi’raj. Sedangkan Abdullah ibn ‘Abbas mengatakan bahawa Rasulullah melihat Allah dengan hatinya. Allah memberi kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad atau membuka hijab sehingga dapat melihat Allah. Namun demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap bersama atau bersefahaman dan sehaluan dalam dasar-dasar aqidah. Al-Hafiz Murtadha az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:“Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “.
D. Ajaran Aswaja.
a) Aqidah Aswaja.
Ilmu aqidah juga disebut dengan ilmu kalam. Hal ini kerana ramainya golongan yang menyalahgunakan nama Islam namun menentang aqidah Islam yang sebenar dan banyaknya kalam (argumentasi) dari setiap golongan untuk membela aqidah mereka yang sesat. Tidak semua ilmu kalam itu tercela, sebagaimana dikatakan oleh golongan Musyabbihah (kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Akan tetapi ilmu kalam terbahagi menjadi dua bahagian ; ilmu kalam yang terpuji dan ilmukalam yang tercela.
Ilmu kalam yang kedua inilah yang menyalahi aqidah Islam kerana dikarang dan dipelopori oleh golongan-golongan yang sesat seperti Mu’tazilah, Musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, sepeti kaum Wahabiyyah) dan ahli bid’ah lainnya. Adapun ilmu kalam yang terpuji ialah ilmu kalam yang dipelajari oleh Ahlussunah untuk membantah golongan yang sesat. Dikatakan terpuji kerana pada hakikatnya ilmu kalam Ahlussunnah adalah taqrir dan penyajian prinsip-prinsip aqidah dalam formatnya yang sistematik dan argumentatif; dilengkapi dengan dalil-dalil naqli dan aqli.
Dasar-dasar ilmu kalam ini telah wujud di kalangan para sahabat. Di antaranya, Imam Ali ibn Abi Thalib dengan argumentasinya yang kukuh dapat mengalahkan golongan Khawarij, Mu’tazilah dan juga dapat membantah empat puluh orang yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jisim (benda). Demikian pula Abdullah ibn Abbas, Al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib dan Abdullah ibn Umar juga membantah kaum Mu’tazilah. Sementara dari kalangan tabi’in; Imam al-Hasan al-Bashri, Imam al-Hasan ibn Muhamad ibn al-Hanafiyyah; cucu Saidina Ali ibn Abi Thalib dan khalifah Umar ibn Abdul Aziz juga pernah membantah kaum Mu’tazilah. Kemudian juga para imam dari empat mazhab; Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad juga menekuni dan menguasai ilmu kalam ini. Sebagaimana dinukilkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi (W 429 H) dalam kitab Ushul ad-Din, al-Hafizh Abu al-Qasim ibn ‘Asakir (W 571 H) dalam kitab Tabyin Kadzib al Muftari, al-Imam az-Zarkasyi (W 794 H) dalam kitab Tasynif al-Masami’ dan al ‘Allamah al Bayyadli (W 1098 H) dalam kitab Isyarat al-Maram dan lain-lain.
Kerana itu, sangat banyak ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah ini. Seperti Risalah al-’Aqidah ath-Thahawiyyah karya al-Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W 321 H), kitab al‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al Imam ‘Umar an-Nasafi (W 537 H), al-‘Aqidah al-Mursyidah karangan al-Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W 630 H), al ‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al-Imam Muhammad ibn Hibatillah al-Makki (W 599H); beliau menamakannya Hadaiq al-Fushul wa Jawahir al Uqul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada sultan Shalahuddin al-Ayyubi (W 589 H).
Pandangan Jumhur ulama tentang aqidah` Asy`ariyyah, Qqidah Ahlu sunnah wal jama`ah As-Subki dalam Thabaqatnya berkata: “Ketahuilah bahwa Abu al-Hasan al-Asy’ari tidak membawa ajaran baru atau madzhab baru, beliau hanya menegaskan kembali madzhab salaf, menghidupkan ajaran-ajaran sahabat Rasulullah. Penisbatan nama kepadanya kerana beliau konsisten dalam berpegang teguh ajaran salaf, hujjah (argumentasi) yang beliau gunakan sebagai landasan kebenaran aqidahnya juga tidak keluar dari apa yang menjadi hujjah para pendahulunya, kerananya para pengikutnya kemudian disebut Asy’ariyyah.
Abu al-Hasan al-Asy’ari bukanlah ulama yang pertama kali berbicara tentang Ahlussunnah wal Jama’ah, ulama-ulama sebelumya juga banyak berbicara tentang Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau hanya lebih memperkuat ajaran salaf itu dengan argumen-argumen yang kuat. Bukankah penduduk kota Madinah banyak dinisbatkan kepada Imam Malik, dan pengikutnya disebut al Maliki. Ini bukan berarti Imam Malik membawa ajaran baru yang sama sekali tidak ada pada para ulama sebelumnya, melainkan karena Imam Malik menjelaskan ajaran-ajaran lama dengan penjelasan yang lebih terang, jelas dan sistematis demikian juga yang dilakukan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari”.
Habib Abdullah ibn Alawi al-Haddad menegaskan bahwa “kelompok yang benar adalah kelompok Asy’ariyah yang dinisbatkan kepada Imam Asy’ari. Aqidahnya juga aqidah para sahabat dan tabi’in, aqidah ahlul haqq dalam setiap masa dan tempat, aqidahnya juga menjadi aqidah kaum sufi sejati. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Imam Abul Qasim al-Qusyayri. Dan Alhamdulillah aqidahnya juga menjadi aqidah kami dan saudara-saudara kami dari kalangan habaib yang dikenal dengan keluarga Abu Alawi, juga aqidah para pendahulu kita.
Kemudian beliau melantunkan satu bait sya’ir:
وكن أشعريا في اعتقادك إنه هو المنهل الصافي عن الزيغ والكفر “Jadilah pengikut al Asy’ari dalam aqidahmu, karena ajarannya adalah sumber yangbersih dari kesesatan dan kekufuran”.
Ibnu ‘Abidin al Hanafi mengatakan dalam Hasyiyah Radd al Muhtar ‘ala ad-Durr al Mukhtar : “Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah al Asya’irah dan al Maturidiyyah”. Dalam kitab ‘Uqud al Almas al Habib Abdullah Alaydrus al Akbar mengatakan : “Aqidahku adalah aqidah Asy’ariyyah Hasyimiyyah Syar’iyyah sebagaimana Aqidah para ulama madzhab syafi’i dan Kaum Ahlussunnah Shufiyyah”. Bahkan jauh sebelum mereka ini Al-Imam al ‘Izz ibn Abd as-Salam mengemukakan bahawa aqidah al Asy’ariyyah disepakati oleh kalangan pengikut madzhab Syafi’i, madzhab Maliki, madzhab Hanafi dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudlala al-Hanabilah).