Cari Blog Ini

Rabu, 16 September 2015

Pengasuhan Anak Usia Dini

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).
Selanjutnya, pengasuhan anak merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa-masa kritis, yaitu usia 0 – 8 tahun. Kehilangan pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk sementara maupun selamanya, bencana alam dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya.
Dengan demikian, kehilangan atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko ini akan meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa kritis pertumbuhan anak, yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat bencana alam, perang, perceraian, kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.
Dengan mengacu kepada konsep dasar tumbuh kembang maka secara konseptual pengasuhan adalah upaya dari lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang (asuh, asih, dan asuh) terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpa disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana emosi rumah tangga sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara orang tua dan anaknya serta anggota keluarga lainnya. Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal orang-orang di sekitar anak tersebut dan anak itu sendiri sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.
Menurut Sears (1957) child rearing is not a technical term with precise significance. It refers generally to all the interactions between parents and their children. These interactions between parents and their children include the parent expressions of attitudes, values interests, and beliefs as well as their children care-taking and training behavior. Sociologically speaking, these interactions are an inseparable class of events that prepare the child, intentionally or not, for continuing his life (Sunarwati, 2007).
Pada kenyataannya seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang tidak didapatkan anak dengan baik dan benar. Beberapa contoh adalah:
a.    Asuh, misalnya ketiadaan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan pengganti ASI saja (meskipun belakangan ini ada susu-susu formula yang diupayakan mendekati kualitas ASI, yaitu dengan kandungan lizozim laktoferin dan laktosa), dan ketidaktahuan sehingga terjadi penelantaran anak.
b.    Asih, misalnya pada kehamilan tak diinginkan yang berkepanjangan, kasih sayang ibu yang tak benar (smother love versus mother love).
c.    Asah, misalnya dusta putih, suasana murung, sepinya komunikasi, pertengkaran, kekerasan dalam keluarga, disparitas gender, dan sebagainya.
Thurbe dan Cursnann telah meneliti secara kohort selama 21 tahun terhadap 120 anak yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki dibandingkan dengan 120 anak dengan keadaan setara namun lahir dari kehamilan yang diinginkan. Mereka menemukan bahwa kelompok anak yang tidak diinginkan menunjukkan perilaku asosial lebih banyak, lebih sering membutuhkan jasa dokter ahli jiwa serta kecerdasannya pun lebih rendah daripada kelompok anak yang lahir dari kehamilan yang diinginkan.
Dalam kaitan tercapainya keeratan ikatan ibu-anak, selain kontak kulit, visual dan emosi sesegera mungkin setelah anak lahir, banyak peneliti mengemukakan pula perlunya pemberian asah jauh sebelum anak dilahirkan, yaitu dengan memperdengarkan musik klasik serta berbicara dengan anak selama masih dalam kandungan. Pengasuhan anak oleh subtitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di tempat penitipan anak) maupun yang purna waktu (misalnya oleh pramusiwi) harus selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas, yaitu pada dasarnya agar asuh, asih, asah didapatkan anak dengan baik dan benar (Sunarwati, 2007).
Oleh karena itu, dalam pengasuhan anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak membutuhkan orang tua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara kandung yang dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri dan di dalam lingkungan yang mendukungnya.
Diharapkan bahwa pengasuhan anak ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pounds, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soethiningsih, 1995).
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1.        Usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
2.        Usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa malu.
3.        Usia 4 - 5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.
4.        Usia 6 - 11 tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.
Teori lainnya yang berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu Piaget menyebutkan bahwa ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu :
1.        Tahap sensorimotorik (usia 0 - 2 tahun). Pada tahap ini anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.
2.        Tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.
3.        Tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat kongkret belum abstrak.

4.        Tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak.
Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007).

Pengertian PTK Menurut Para Ahli

Belakangan ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Pengertian PTK Menurut Suharsimi Arikunto (2004) : ada tiga kata yang membentuk pengertian PTK, yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal, serta menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru. Dalam hal ini kelas bukan wujud ruangan tetapi diartikan sebagai sekelompok siswa yang sedang belajar.
Pengertian PTK Menurut Kasihani (1999) : PTK adalah penelitian praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-tindakan. Upaya tindakan untuk perbaikan dimaksudkan sebagai pencarian jawab atas permasalahan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Jadi masalah-masalah yang diungkap dan dicarikan jalan keluar dalam penelitian adalah masalah yang benar-benar ada dan dialami oleh guru.
Pengertian PTK Menurut Suyanto (1997), secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki dan atau meningkatkan praktekpraktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Oleh karena itu PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dialami guru.
Dalam PTK guru dapat meneliti secara mandiri atau bersama dengan tenaga kependidikan yang lain (secara kolaboratif) terhadap proses dan produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Dengan PTK, guru dapat memperbaiki praktek-praktek pembelajaran agar lebih efektif. PTK juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek. Alasannya, setelah PTK guru akan memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai pembelajaran yang selama ini dilakukan apakah cocok dengan teori belajar mengajar dan dapat diterapkan dengan baik di kelasnya. Melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses dan produk pembelajaran agar lebih efektif dan optimal.

Pengertian PTK Menurut Menurut Kunandar (2008:45), Penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersamasama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu dalam suatu siklus.

Referensi:
Sukayati, (2008), Penelitian Tindakan Kelas, PPPPTK Matematika.

Minggu, 31 Mei 2015

Dasar Wajib Zakat Bagi Umat Islam


Oleh : Haerul Anam                  
  1. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang komprehensif. Semua yang berhubungan dengan peraturan untuk menjaga dan mengatur kehidupan manusia telah ditetapkan.
Allah telah memuliakan manusia dengan agama Islam, hingga ia hidup di dunia dengan kehidupan yang mulia dan layak. Dengan agama Islam juga manusia akan bahagia. Sudah pasti, agama islam menuntut pemeluknya untuk berta’abbud kepada Allah, berserah diri di hadapan Allah.
Adapun zakat, merupakan salah satu cara dan aturan yang telah dibuat Islam dengan membawa tugas sebagai muraqabah atas penghasilan seseorang yang didapatnya. Dengan zakat, penghasilan seseorang menjadi bersih, di samping membawa manfaat buat sekitarnya hingga kehidupan menjadi harmonis.
Dalam ajaran Islam, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang menempati peringkat ketiga, yakni setelah membaca dua kalimat syahadat dan shalat. Zakat hukumnya wajib berdasarkan Al Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ atau kesepakatan umat Islam. [1]
Allah SWT. berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka”. (QS. At-Taubah: 103), dan “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. (QS. Al-Muzzammil; 20). Bersumber dari Ibnu Umar r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Islam didirikan atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba sekaligus rasul utusan-Nya, mensirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan”. [2]
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits tersebut jelas bahwa mengeluarkan zakat itu wajib. Betapa pentingnya zakat bagi kehidupan manusia secara makro.
Di samping itu juga dapat dikatakan bahwa penunaian zakat adalah juga membersihkan harta benda yang tinggal. Sebab pada harta benda seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka bersihlah harta tersebut dari hak orang lain.
Juga terkandung suatu pengertian, bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkahan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya sebagai hukuman Allah SWT. terhadap pemiliknya.  
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah SWT. dalam ayat yang ini pada lahirnya di tunjukan kepada Rasul-Nya dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya, namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum muslimin untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.



  1. Gambaran Umum Teks
Surat yang kami ambil dalam pembahasan makalah kami ini adalah surat At Taubah ayat 99 yang bunyinya :
šÆÏBur É>#tôãF{$# `tB ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# äÏ­Gtƒur $tB ß,ÏÿZムBM»t/ãè%
yYÏã «!$# ÏNºuqn=|¹ur ÉAqߧ9$# 4 Iwr& $pk¨XÎ) ×pt/öè% öNçl°; 4 ÞOßgè=Åzôãy ª!$# Îû ÿ¾ÏmÏFuH÷qu 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÒÒÈ
“Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukan mereka ke dalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At Taubah : 99) [3]

Disebutkan golongan munafik dari mereka sebelum disebutkannya golongan yang beriman adalah untuk menyambung pembahasan tentang kaum munafik Madinah yang sudah dibicarakan dalam segmen sebelumnya, juga untuk menyambung nuansa pembicaraan tentang kaum munafik yang akan dibicarakan.
“di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian....”

Mereka terpaksa menafkahkan hartanya sebagai pembayaran zakat, dan untuk mendanai peperangan-peperangan kaum muslimin. Juga untuk menampak-nampakan islamnya agar dapat menikmati kesenangan hidup di dalam masyarakat muslim yang sedang berkuasa di jazirah Arab pada waktu itu. Akan tetapi, dia menganggap apa yang dinafkahkannya itu sebagai suatu kerugian yang ia tunaikan dengan terpaksa, bukan karena hendak menolong para pejuang yang sedang berperang. Juga bukan karena menginginkan kemenangan Islam dan kaum muslimin.
...dan dia menanti-nanti marabahaya menimpahmu...”
Dia menanti-nanti kapan marabahaya menimpa kaum muslimin, dan mengharap agar kaum muslimin tidak dapat pulang dari medan perang.
“....merekalah yang akan ditimpa marabahaya ....”
Seakan-akan marabahaya itu memiliki putaran yang akan menimpa mereka dan tak dapat dihindari, dan mengelilingi mereka sehingga tak dapat ditolak. Ini termasuk gaya bahasa personifikasi, melukiskan hal-hal yang immaterial sebagai sesuatu yang bertubuh, yang memperdalam kesan makna dan menghidupkannya.
“....Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.....”
Penyebutan sifat mendengar dan mengetahui di sini sangat relevan dengan nuansa penantian marabahaya oleh musuh-musuh kaum muslimin, dan kemunafikan yang disembunyikan dalam ketiak mereka dan dibungkus dengan amalan-amalan lahir. Allah mendengar apa yang mereka katakan dan mengetahui apa yang mereka nyatakan dan mereka sembunyikan.
Ada kelompok lain yang hatinya disentuh oleh keindahan iman. Iman kepada Allah dan hari akhir itulah yang mendorong hati golongan ini untuk berinfak, tidak takut kepada manusia, tidak merayu golongan yang menang, dan tidak memperhitungkan untung dan rugi di dunia.
Golongan yang beriman kepada Allah SWT. dan hari akhir memberikan infak untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan mencari doa Rasul-Nya. Pasalnya, doa Rasul itu menunjukkan bahwa beliau rela, dan diterimanya oleh Allah SWT. doa yang dipanjatkan oleh rasulullah untuk orang-orang yang memberikan infak untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridho-Nya.
Karena itu, dengan serta merta kalimat berikutnya menetapkan bahwa infak mereka diterima di sisi Allah SWT.
“....ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah)....”

Di informasikan kepada mereka akan akibat baik yang dijanjikan Allah SWT.
“....kelak Allah akan memasukan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya....”
Alqur’an menampilkan rahmat itu sebagai benda konkrit seolah-olah berupa tempat yang menampung mereka. Ini merupakan kebalikan dari “tempat yang menyedihkan”  bagi golongan yang lain. Yang menganggap infak itu sebagai suatu kerugian dan menanti-nanti marabahaya bagi orang-orang yang beriman.
“....sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang...”
Allah menerima taubat, menerima infak, mengampuni dosa dan menyayangi orang-orang  yang mencari rahmat-Nya.

  1. Latar Belakang Turunnya Ayat 
Surat At Taubah ayat 99 ini memiliki latar belakang/ asbabun nuzul yang bercerita tentang keadaan masyarakat pada masa Rasulullah SAW. Masyarakat ini ada yang beriman dan ada yang kafir/ingkar kepada kekuasaan dan perintah Allah SWT.
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah SAW. memerintahkan orang-orang untuk bersiap-siap berangkat ke medan perang bersamanya. Maka datanglah segolongan dari para sahabat yang di antara mereka terdapat Abdulllah bin Ma’qal Al-Muzanniy. Lalu Abdullah bin Ma’qal Al-Muzanniy berkata, “Demi Allah, aku tidak mempunyai bekal yang cukup untuk membawa kalian.”  Maka mereka pergi dari hadapan Rasulullah SAW. Seraya menangis karena kecewa tidak dapat ikut  berjihad. Mereka tidak mempunyai biaya untuk itu dan tidak pula mempunyai kendaraan.[4] Maka tidak lama kemudian Allah SWT. menurunkan firman-Nya :
Ÿwur n?tã šúïÏ%©!$# #sŒÎ) !$tB x8öqs?r& óOßgn=ÏJóstGÏ9 |Mù=è% Iw ßÅ_r& !$tB öNà6è=ÏH÷qr& Ïmøn=tã (#q©9uqs? óOßgãZãôãr&¨r âÙÏÿs? z`ÏB ÆìøB¤$!$# $ºRtym žwr& (#rßÅgs $tB tbqà)ÏÿZムÇÒËÈ  
“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. [5] (At Taubah : 92)

Nama-nama mereka itu telah disebutkan didalam kitab Al-Mubhamat. Dan firman-Nya yang lain, yaitu “Dan di antara orang-orang Arab badui itu ada orang yang beriman kepada Allah..” (At taubah : 99). Ibnu Jari mengetengahkan sebuah hadits melalui mujahid yang telah mengatakan, bahwa ayat di atas diturunkan pula pada mereka ayat lainnya berkenaan dengan peristiwa  yang menimpa mereka, yaitu firman-Nya, “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan...” (At taubah: 92). Abdurrahman bin Ma’qal Al-Muzanniy mengetengahkan pula sebuah hadits yang berkenaan dengan peristiwa ini. Ia menceritakan, “Pada saat itu jumlah kami ada sepuluh orang, semuanya dari anak-anak Bani Muqarrin”, kemudian turun pula ayat di atas berkenaan dengan diri kami(Bani Muqarrin).

  1. Analisis Bahasa dan Kata Kunci
Dalam ayat pembahasan di atas, (ÆÏBu) dalam (šÉ>#tôãF{$#ÆÏBur) diartikan “sebagian”. Dan kata (ÆÏB÷sãƒ) merupakan sifat dari (ÆÏBu)  dan kembalinya pada (šÉ>#tôãF{$#ÆÏBur). (Ï̍ÅzFy$# Qöquø9$#ur«!$$Î/) merupakan objek dari (ÆÏB÷sãƒ). (äÏ­Gtƒur) dan (,ÏÿZãƒ) kata kerja yang fa’ilnya (>#tôãF{$#ÆÏBu). (ÉAqߧ9$#Nºuqn=|¹ur«!$#YÏã) merupakan implikasi dari (,ÏÿZãƒ).
(ÏmÏFuH÷quÎû !$# Oßgè=Åzôãy 4öNçl°; 4 pt/öè% $pk¨XÎ) × Iwr&×  ) adalah penjelasan lebih lanjut dari implikasi.
Kata (BM»t/ãè% ) qurubaat adalah bentuk jamak dari kata (BM/ãè%) qurbah yang digunakan dalam arti sarana pendekatan diri kepada Allah. Bentuk jamak pada ayat ini mengisyaratkan aneka nafkah yang mereka berikan, masing-masing berdiri sendiri dan menjadi sarana pendekatan diri kepada-Nya.
 Kata (Nºuqn=|¹u) shalawaat adalah bentuk jamak dari kata (صلاة) shalaah. Kata ini mempunyai aneka makna sesuai dengan pelakunya. Bila pelaku-Nya Allah SWT, maka ia berarti curahan rahmat, bila pelakunya malaikat, maka maknanya adalah memohonkan maghfirah/ pengampunan, sedangkan bila pelakunya manusia, maka ia adalah doa kepada Allah SWT. Sementara ulama memahami kata shalawaat berhubungan dengan kata apa yang dia nafkahkan, bukan berkaitan dengan Allah SWT, seperti makan yang di kemukakan di atas, sehingga makna ayat ini, menurut penganut tafsir itu, adalah mereka menjadikan dari aneka amal saleh, seperti doa Rasul, sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah SWT.
Kata (wr& ) alaa digunakan untuk meminta perhatian pendengar, karena itu ia diterjemahkan dengan ketahuilah. Dimulainya penggalan ayat ini dengan kata tersebut dan dengan kata sesungguhnya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang mereka harapkan dengan sedekah itu – yakni menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah SWT. – benar-benar akan terlaksana, sebagaimana yang mereka harapkan.[6]


  1. Munsabah
Surat At taubah ayat 99 ini masih bermunasabah dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 98 dan 34-35, serta ayat 103. bunyi ayatnya sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ   tPöqtƒ 4yJøtä $ygøŠn=tæ Îû Í$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. šcrâÏYõ3s? ÇÌÎÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beri tahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At Taubah : 34-35) [7]

z`ÏBur É>#{ôãF{$# `tB äÏ­Gtƒ $tB ß,ÏÿZム$YBtøótB ßÈ­/uŽtItƒur â/ä3Î/ tÍ¬!#ur¤$!$# 4 óOÎgøŠn=tæ äotÍ¬!#yŠ Ïäöq¡¡9$# 3 ª!$#ur ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÒÑÈ  
“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan Dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (At Taubah : 98)

õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[8] dan mensucikan[9] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (At Taubah : 103)

Dan munasabah baenal surahnya yang saya ambil yaitu dengan surat Al Baqarah ayat 43 dan ayat 110. ayatnya sebagai berikut :
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].” (Al Baqarah : 43)

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨9$# 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yYÏã «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊÉÈ  
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al Baqarah : 110)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas yang bercerita, “Tatkala turun ayat emas dan perak ini menjadi resahlah sahabat Rasulullah dan mengeluh, “Tidak seorang di antara kami yang dapat meninggalkan harta untuk anaknya sekarang ini.” Maka pergilah Umar dengan diikuti oleh Tsauban bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Nabi Allah, menjadi resahlah para sahabatmu karena ayat ini”. Lalu bersabda beliau:
“Allah tidak mewajibkan zakat melainkan untuk membersihkan yang tersisa daripada harta kekayaannya, dan hanya menentukan fara’idh (pembagian warisan) dari harta yang kamu tinggalkan.” Maka bertakbirlah Umar mendengar sabda Rasulullah ini yang dengan sabdanya, “Tidaklah engkau suka aku beritahukan kepadamu apa yang sebaik-baiknya disimpan oleh seseorang? Ialah istri yang shaleh, bila dipandang menyenangkan, bila diperintah menurut dan bila ditinggal pergi menjaga dirinya dan nama suaminya”.[10]

  1. Analisis Sosio-Histotis
Surat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad saw. kembali dari peperangan Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pengumuman ini dismpaikan oleh Ali bin Abi Tholib pada musim haji tahun itu juga.
  Dalam islam, zakat baru disyari’atkan pada tahun kedua hijriah. Meskipun dalam Alquran, khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Makkah(Makkiyah), zakat sudah banyak disinggung, secara resmi baru disyaratkan setelah Nabi Muhammad SAW. hijrah dari Makkah ke Madinah.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, pra-Islam zakat sudah pernah dilaksanakan sebelum kedatangan agama Islam. Kegiatan yang dilakukan yang berbentuk seperti zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa Timur kuno di Asia, khususnya di kalangan bangsa-bangsa Timur bahwa meninggalkan kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan. Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga. Dalam syariat Nabi Musa as. zakat sudah dikenal, tetapi hanya dikenalkan terhadap kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari nisab yang ditentukan. Bangsa Arab Jahiliyah mengenal sistem sedekah khusus, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-An’am ayat 136.
  
  1. Relevansi Zakat Dalam Kehidupan
Salah satu problematika yang mendasar saat ini tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah problematika kemiskinan. Berdasarkan data resmi, angka kemiskinan di Negara kiat mencapai 36 juta jiwa, atau sekitar 16,4 % dari total penduduk Indonesia.[11] Sementara itu, angka pengangguran juga sangat tinggi, yaitu 28 juta jiwa, atau 12,7 % dari total penduduk.[12] 
            Fakta ini merupakan hal yang sangat ironis, mengingat Indonesia adalah sebuah Negara yang dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa hebatnya. Namun demikian, kondisi ini tidak termanfaatkan dengan baik, sehingga yang terjadi justru sebaliknya. Di mana-mana kita menyaksikan fenomena eksploitasi alam yang tidak terkendali. Hutan-hutan di babad habis, sehingga menyebabkan kerugian Negara mencapai 30 triliun rupiah ( 3 milyar dolar AS)[13]. Sumber daya alam lainnya, seperti mineral dan barang tambang, juga tidak dapat dioptimalkan pemanfaatannya bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Yang terjadi adalah semua kekayaan tersebut, terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok sehingga menciptakan kesenjangan yang luar biasa besarnya. Padahal, Allah SWT telah mengingatkan bahwa pemusatan kekayaan di tangan segelintir orang adalah perbuatan yang sangat di benci-Nya. Akibatnya adalah munculnya kesenjangan yang luar biasa di tengah-tengah masyarakat kita.
            Hal yang tidak kalah menyedihkan adalah bahwa kesenjangan ini telah menyebabkan terjadinya proses perubahan budaya bangsa yang sangat signifikan, dari bangsa berbudaya ramah, suka bergotong royong, dan saling toleransi, menjadi bangsa yang hedonis, kasar, pemarah, dan melupakan nilai-nilai kemanusiaan. Yang kaya semakin arogan dengan kekayaannya, sementara yang miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya. Akibatnya, potensi konflik sosial menjadi sangat besar. Dan hal ini telah dibuktikan dengan beragamnya konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, terutama dalam satu dasawarsa terakhir ini.
            Kondisi ini sesungguhnya merupakan potret dari kemiskinan struktural. Artinya, kemiskinan yang ada bukan disebabkan oleh lemahnya etos kerja, melainkan disebabkan oleh ke tidak adilan sistem. Kemiskinan  model ini sangat membahayakan kelangsungan hidup sebuah masyarakat, sehingga diperlukan adanya sebuah mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat mampu ( the heve ) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu ( the heve  not )
            Zakat, sebagai rukun Islam yang ketiga, merupakan instrument utama dalam ajaran Islam yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan the heve kepada the heve not. Ia merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan.

  1. Kesimpulan

Dari uraian di atas banyak sekali hikmah dan manfaat mensyariatjkan zakat, di antaranya :
  1. Membiasakan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) untuk bersifat dermawan dengan mencabut akar bakhil dan hubbun nafs yang berlebihan dalam diri sendiri yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa zakat sekalipun tidak akan mengurangi hartanya sedikit pun, sebaliknya dengan zakat hartanya akan bertambah dan bahkan menjadi barakah. Rasul telah bersabda : “harta tidak akan berkurang dengan zakat”.(HR. Muslim). Bagaimana harta berkurang dengan zakat, sedangkan Allah yang akan memberkahi hartanya dengan sebab zakat, di samping Allah telah menyediakan baginya pahala yang agung di akhirat.
  2. Zakat termasuk salah satu cara untuk taqwiyah/mempererat tali ukhuwah antara muzakki dengan sekitarnya. Dengan zakat, timbullah kasih sayang dan saling mencintai antara si miskin dan si kaya. Yang miskin tidak hasd dengan yang kaya, karena ia mengerjakan haknya,sedangkan yang kaya merasa aman dari gangguan hasad yang miskin.
  3. Zakat bisa mengatasi masalah sosial kemasyarakatan yang salah satu sebabnya kefakiran. Dan masih banyak lagi hikmah yang lain yang bisa kita ambil dari fardunya zakat.
Adapun hukum orang yang tidak mengerjakan zakat karena ia mengingkari  kewajibannya , maka ia di hikumi kafir, karena zakat termasuk salah satu rukun Islam dan orang yang mengingkari salah satu rukun Islam maka telah keluar dari Islam dan ia dianggap kafir.
Sedangkan orang yang tidak mengerjakan zakat karena sifat bakhil dan ia tetap beriman akan kewajiban zakat maka ia di hukumi fasiq dan berdosa serta akan di adzab dengan siksa yang pedih di neraka. (lihat surat At taubah : 34-35).













  1. Daftar Pustaka

Hasan, Syekh. H. Abdul Halim, Tafsir Al-Akham, Jakarta : Kencana, 2006
Al Qurtubi, Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al anshori, Al Jamili Ahkam Alquran, Beirut : Dara al kutub al ilmiah
Mahali, A. Mudjab, Asbabul Nuzul, Studi Pendalaman Alquran, Jakarta : Rajawali, 1989
Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid IV, Juz 10,11, dan 12, Semarang, Citra Effhar, 1993
Data Biro Pusat (BPS), 2004
Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul, Al lu’lu’ wal marjan,Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2006
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al - Mishbah : pesan, kesan, dan keserasian Al Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002 
Sairuddin, Drs, Kamus Arab Al azhar, Jombang : Lintas Media, 2006
 Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid IV, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2004
Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2007






[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung : Sinar Baru Algensindo) hlm. 192
[2] H.R. Bukhari dan Muslim
[3] Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid IV (Semarang : Citra Effhar, 1993)t.th
[4] Tafsir Ibnu Kasir 4, hlm. 129-131
[5] Maksudnya: mereka bersedih hati karena tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi berperang.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al - Mishbah : pesan, kesan, dan keserasian Al Qur’an (Jakarta : Lentera Hati) 2002, hlm. 694-695

[7]  Zaini Dahan , Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, tth) hlm. 339-340.
[8] Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
[9] Zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.


[10] Tafsir Ibnu Kasir, jilid 4, hal 49-50
[11] Data Biro Pusat (BPS), 2004
[12] Ibid, 2002
[13] Ibid, 2004