Cari Blog Ini

Sabtu, 03 Desember 2011

Profil PMII Walisongo Purwokerto

Oleh: Haerul Anam
(Domisioner Ketua Rayon Tarbiyah 2010-2011)
PMII merupakan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan keislaman dan kebangsaan. Islam yang dimaksud adalah nilai-nilai dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan berpedoman pada prinsip “almuhafadzotu ‘ala qodimishsh shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, artinya menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Kebangsaan adalah wilayah juang PMII yang menjaga dan mengembangkan pluralitas baik budaya, ras, suku, bangsa, bahkan agama sebagai kekayaan, keanekaragaman dan ciri khas bangsa Indonesia.
Secara harfiyah PMII sebagai singkatan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, yang mengandung arti sebuah wadah pergerakan bagi kader-kader yang memiliki integritas tinggi yang tercermin dalam dinamika pergerakan sebagai hamba Allah SWT dengan citra diri Ulil Albab.
Motto PMII : berpikir ilmiah, berilmu amaliyah, beramal ilahiyah
Tri Khidmah : taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
Tri Komitmen : kejujuran, kebenaran, dan keadilan
Eka Citra Diri : Ulul Albab
Semboyan PMII : dzikir, pikir, dan amal sholeh yang artinya segala aktivitas pergerakan yang dilakukan senantiasa atas dasar daya akal yang berpikir dan dikembalikan pada ridho Allah SWT.
 TUJUAN
Tujuan pergerakan terhadap anggotanya adalah terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang berbudi luhur, berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT, cakap serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya (AD/ART).

 NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
NDP merupakan pandangan yang mencerminkan keyakinan mutlak dan universal PMII terhadap Islam dengan menggunakan paradigma (cara berpikir) Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bagi PMII NDP akan berfungsi sebagai:
a. Landasan bertindak dalam sikap langkah dan kebijakan
b. Landasan berpikir dalam mengungkapkan gagasan dan pendapat
c. Merupaka ruh dan motivasi kepada setiap anggotanya dalam segala aktivitasnya
Dalam komunikasi dan interaksi dengan siapapun, PMII senantiasa mengedepankan nilai-nilai aswaja yaitu tasamukh, tawasut, tawazun, ta’addul.

 KELAHIRAN DAN PERJUANGAN PMII
PMII lahir berawal dari kongres besar IPNU pada tanggal 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Yogjakarta, kemudian di tindaklanjuti pada tanggal 14-16 April 1960 dan dideklarasikan pada tanggal 17 April 1960. Lahirnya organisasi NU di tingkatan mahasiswa ini dipelopori oleh 13 orang, dan mengangkat sahabat Mahbub Junaidi sebagai ketua umum yang pertama.
PMII dilahirkan sebagai wadah perjuangan bagi kader-kader muda NU yang pada waktu itu selalu dimarjinalkan (disingkirkan) dalam arus kebijakan pemberdayaan sosial politik negara, akan tetapi PMII bukan dimaksudkan sebagai pemberontak negara, namun sebagai un powering (kekuatan) dalam konteks pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan kemandirian bersikap dan bertindak. Kemudian sebagai preassure group dalam konteks perpolitikan negara artinya dengan tetap menjaga independensinya PMII bertanggung jawab untuk senantiasa melakukan perlawanan terhadap segala bentuk hegemoni negara demi terbebasnya setiap warga negara dari ketidak adilan, kemiskinan, penjajahan HAM dan lain-lain sehingga gerak langkah juang PMII senantiasa memiliki obsesi terhadap Civil Society (Masyarakat Madani) sebagai Masyarakat Andalan (Immajiner Community).
Dalam perkembangannya PMII diupayakan menjadi wilayah aktualisasinya kreatifitas sesuai dengan kecenderungan dan bakat minat anggotanya seperti; jurnalistik, gender, wacana intelektual, dan lain-lain.

 PENGKADERAN
Dalam upaya pengembangan dan pendidikan pengkaderan PMII memilki beberapa jenjang yang harus dilalui. Jenjang formal meliputi:
Tahap I : Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), Pelatihan Kader Dasar (PKD), dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL)
Tahap II : Sedang jenjang informal dapat dilakukan dalam berbagai hal seperti Masa Ta’aruf, Diklat, Diskusi, dan lain-lain.

 HUBUNGAN PMII DENGAN NU
Tidak bis dipungkiri PMII memiliki hubungan yang erat dengan NU, sehingga PMII melewati beberapa fase, dari Underbow (sebagai tangan panjang NU) sehingga dependen (masuk dalam struktur NU), kemudian independen (lepas dari struktur NU)pada deklarasi Murnajati tahun 1972, dan yang terakhir mendeklarasikan diri interdependensi PMII-NU pada Kongres X di Jakarta tahun 1991, yang artinya tidak berkaitan secara struktural tetapi berkaitan secara kultural. Hal ini dilakukan karena agar PMII tidak dapat di pengaruhi oleh elemen manapun termasuk NU dan membuka cakrawala kritis yang luas dan universal.

 PMII CABANG PURWOKERTO
PMII Purwoketo di lahirkan pada Kongres PMII di Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 25-29 Desember 1963 bersama 18 cabang yang lain. Dalam perjalanannya Cabang Purwokerto memiliki dinamika perkembangan yang cukup memuaskan. PMII mampu memiliki basis yang riil di kampus IAIN Walisongo (sekarang STAIN Purwokerto). Keberhasilan PMII di Purwokerto dapat dilihat dengan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti Sahabat KH.Dr.Noer Iskandar Al-Barsany (alm), Khotibul Umam (DPR Pusat), Sahabat Imam Durori (Wakil Bupati Banyumas), Sahabat Musadad Bakhri Noor (DPRD Banyumas) dan lain-lain. Sekarang PMII Cabang Purwokerto memiliki 3 Komisariat dan 8 Rayon dari kader-kader STAIN, UNSOED, dan UMP.

 PMII KOMISARIAT WALISONGO
PMII Komisarit Walisongo merupakan organisasi ekstra kampus tertua dan terbesar di Kampus STAIN. Dalam perkembangannya PMII selalu melahirkan kader-kader yang di percaya mahasiswa untuk duduk di Lembaga Kemahasiswaan. Sampai saat ini PMII Komisariat Walisongo memiliki 4 Rayon yaitu Syari’ah, Tarbiyah, Dakwah, dan Diploma, dengan kader kurang lebih seribu orang termasuk kader pelopor dan kader formal.
Kegiatan yang telah dilakukan oleh PMII Komisariat Walisongo akhir-akhir ini antara lain : Pengembangan internal seperti Pendidikan dan Pelatihan kader baik melalui jenjang formal (MAPABA dan PKD)maupun jenjang informal seperti Sekolah Alternatif Komisariat, diskusi, dan lain-lain.

“Kapan lagi kader muda Islam berada di garda depan dalam setiap dinamika perubahan……..”

Jumat, 02 Desember 2011

Keseriusan Nabi Ketika Mengajar Dan Bahasanya Yang Mudah Dipahami

A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang komprehensif. Semua yang berhubungan dengan peraturan untuk menjaga dan mengatur kehidupan manusia telah ditetapkan.
Allah telah memuliakan manusia dengan agama Islam, hingga ia hidup di dunia dengan kehidupan yang mulia dan layak. Dengan agama Islam juga manusia akan bahagia. Sudah pasti, agama islam menuntut pemeluknya untuk berta’abbud kepada Allah, berserah diri di hadapan Allah.
Kehidupannya manusia dituntun oleh seorang guru yang menjadi panutan seluruh umat manusia dimuka bumi ini, yaitu Rasulullah SAW. Beliau adalah suri tauladan dan guru yang harus dicontoh oleh kita semua sebagai generasi penerusnya.
Dalam perjalanannya guru merupakan orang tua kedua bagi murid. Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Dimana peran guru merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Namun, siapakah yang pantas menjadi imam atau guru? Bagaimanakah semestinya guru itu mengajar?
Dalam makalah sebelumnya telah dijelaskan oleh pemateri siapa yang pantas menjadi imam dan guru, serta bagaimana guru mengajar yang baik seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dalam makalah saya ini akan menyambung penjelasan yang telah disampaikan oleh pemateri sebelumnya terkait dengan bagaimana guru mengajar yang baik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan selanjutnya dipraktekan oleh kita semua sebagai umatnya dan generasi penerus perjuangan Rasulullah SAW dan lebih khusus lagi bagi kita calon tenaga pengajar.
B. Gambaran Umum Teks
Pembahasan kali ini ialah mengenai dalil-dalil tentang keseriusan nabi ketika mengajar dan bahasanya yang mudah dipahami oleh peserta didik, di antaranya ialah :
1. Hadits ‘Aisyah ra. riwayat Abu Daud, tentang sabda Nabi adalah jelas dan mudah dipahami.(Abu Daud IV: 360)
عن عائشة رضي الله عنها قالت كان كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم كلام فصلا يفهمه كل من سمعه
Terjemah :
‘Aisyah ra. Berkata, bahwa perkataan Rasulullah SAW adalah jelas, dapat dipahami oleh siapapun yang mendengarkannya.

Jika dilihat dari bentuknya, hadits ‘Aisyah tersebut sebenarnya hanyalah merupakan pernyataan ‘Aisyah, bukan perkataan Nabi; dengan demikian hadits ini adalah mauquf. Namun, justru dengan adanya pernyataan ‘Aisyah itu membuktikan bahwa sabda Nabi itu memang benar-benar jelas dan mudah dipahami.

2. Berdasarkan riwayat, kejelasan sabda Nabi dikarenakan perkataannya tartil (tertib), demikian hadits menurut Abu Daud. (Abu Daud IV: 360)

سمعت حابر بن عبد الله يقول : كان فى كلام رسول الله صلى الله عليه وسلم تر تيل او تر سيل

Terjemah :
“ Aku pernah mendengar Jabir bin ‘Abdullah berkata, bahwa pembicaraan Rasululllah bersifat tartil ”

3. Kalimat- kalimatnya disesuaikan dengan pendengarnya. Fadhil al Jamali dalam bukunya (terjemah) Filsafat Pendidikan Islam dalam Alqur’an halaman 72 telah menukil sebuah riwayat yang menyatakan:

“Kami para nabi diperintahkan untuk berbicara dengan manusia, sesuai dengan kemampuan mereka.”
Dari riwayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa para pengajar itu mesti berbicara sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

4. Selain perkataanya yang tartil, kalimat-kalimatnya sering diulang sampai tiga kali, demikian menurut hadits riwayat al Bukhori. (al Kirmany II: 85-86)

عن انس رضى الله عنه قال ان النبى صلى الله عليه وسلم كان اذا تكلم بكلمه اعادها ثلاثا تفهم عنه واذا أتى على قوم مسلم عليهم سلم ثلاثا

Terjemah :
Anas berkata, adalah Nabi SAW jika berkata diulang-ulang tiga kali supaya dimengerti dari padanya, juga jika ia datang pada suatu kaum, memberi salam tiga kali.

5. Al Kirmany II: 78
حدثنا أبو القاسم خالد بن قاضي حمص، قال: حدثنا محمد بن حسرب، قال: الأوزاعى، أخبرنا الزهري، عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود. عن ابى عباس، أنه تمارى هو، والحر بن قيس بن حصن الفزاري في صاحب موسى، فمر بهما أبي بن كعب، فدعاه ابن عباس، فقال: إني تماريت أنا، وصاحبي هذافي صاخب موسى الذي سأل السبيل إلى القيه، هل سمعت رسول الله صلى الله عليع وسلم يذكر شأنة؟ فقال أبي: نعم، سمعت النبى صلى الله عليه وسلم يذكر شأنه، يقول: بينما موسى في ملا من بني إسرائيل إذ جاءه رجل، فقال: اتعلم أحدا اعلم منك، قال موسة: لا، فأوحى الله عز، وجل إلى موسى: بلى عبدنا خضر، فسأل السبيل إلى لقية، فجعل الله له الحوت اية، وقيل له: إذا فقدت الحوت فارجع فإنك ستلقاه، فكان موسى صلى الله عليه يتبع أثر الحوت في البحر، فقال قتى موسى لموسى: أرأيت إذ أويناإلى الصحرة، فإني نسيت الحوت، وما أنسانيه إلا الشيطان أن اذكره، قال موسى: ذلك ماكنا نبغى، فارتدا على اثارهما قصصا فوجدا خضرا، فكان من شأنهما ما قص الله في كتابه

6. Al Kirmany II: 79
خدثنا محمد بن العلاء، قال: حدثنا حماد بن أسامة، عن بريد بن عبد الله، عن أبي عن أبي بردة، عن أبي موسى، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: مثل ما بعثنى الله به من الهدى، والعلم، كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء، فأنيتت الكلأ، والعشب الكثير، وكانت منها أجادب أمسكت الماء، فتفع الله بها الناس فشربوا، وسقوا، وزرعوا، واضابت منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء، ولا تنبت كلا، فذلك مثل من فقه في دين الله، ونفعه مابعننى الله به فعلم، ومثل من لم يرفع بذلك هدى الله الذي أرسلت به، قال أبوعبد الله: قال إسحاق: وكان منها طائفة قيلت الماء قاع بعلوه الماء، والصفصف المستوي من الأرض


C. Nilai-nilai dalam hadits
Dari hadits di atas dapat ditarik garis bawah bahwa guru hendaklah serius dalam mengajar, berbicara tertib, jelas dan sesuai dengan kemampuan peserta didik, kalau perlu tidak mengapa jika guru mengulang-ulang penjelasannya.
Dari beberapa hadits di atas menyebutkan pernyataan-pernyataan para sahabat-sahabat Nabi yang itu menunjukan bahwa Nabi itu menyampaikan sabdanya dengan jelas. Bila sahabat belum paham dengan apa yang disampaikan Nabi, beliau mengulanginya sampai sahabat paham. Kejelasan Nabi dalam menyampaikan sabda itu juga menunjukan bahwa Nabi itu serius dalam menyampaikannya.
Dalam materi sebelumnya telah disebutkan beberapa sifat dan sikap yang harus dimiliki seorang guru di antaranya yaitu bersifat kasih kepada anak didik yang mana sikap kasih ini didasari rasa kekeluargaan. Dengan terbentuknya ikatan emosional antar guru dan peserta didik ini akan mempermudah dalam interaksi dalam belajar. Murid tidak merasa takut kepada guru dan guru lebih gampang menyampaikan materi.

D. kontekstualisasi
Guru sebagai narasumber pelajaran, yang salah satu diantara tugasnya ialah mentransfer ilmu kepada peserta didik, hendaknya ketika mengajar selain menggunakan bahasa yang jelas, tertib, dan sistematis guru hendaknya mengulangi penjelasannya sehingga jika peserta didik kurang jelas terhadap penjelasan yang pertama, peserta didik dapat mendengarkan pada penjelasan yang ke dua atau yang ke tiga kalinya. Sehingga dengan begitu penjelasan guru mudah diterima dan diingat oleh peserta didik.
Seorang guru hendaknya memperhatikan tempat ia mengajar, apakah di desa atau dikota. Selain itu juga ketika mengajar guru harus memperhatikan jenjang pendidikan peserta didik, seperti halnya jenjang SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi. Peserta didik yang tinggal di desa dan di kota cara berfikirnya jelas berbeda karena lingkungan sosial yang berbeda. Peserta didik SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi cara berfikirnya juga berbeda karena faktor umur, pengalaman, dan pelajaran yang berbeda pada mereka.
Jika seorang guru dalam mengajar dapat dan mau mengambil serta menjalankan pelajaran dari hadits diatas ini menunjukan keseriusannya dalam mengajar. Dengan begitu guru mengajar semata-mata bukan karena profesi atau jabatanya melainkan guru sadar akan kewajibannya yaitu mentransfer atau memberikan ilmu kepada peserta didiknya dengan penuh keseriusan dan keikhlasan.
Tugas dan peran guru merupakan salah satu dari kewajiban sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini penting karena guru merupakan orang tua kedua setelah keluarga yang memiliki beberapa peranan dalam menuju anak didik yang memiliki kepribadian yang baik bisa meneruskan perjuangan suatu bangsa yang berkepribadian dan berkeadaban yang tinggi dan bisa bersaing di dunia pendidikan baik lokal, nasional maupun internasional.
Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar adalah mendidk dengan mengajar, yaitu dengan metode ceramah. Dalam menyampaikan ceramah guru harus menggunakan suara yang jelas, mudah dipahami, sesuai kemampuan peserta didik. Tidak mengapa jika guru menjelaskan secara berulang-ulang sampai siswa paham. Dalam mengajar juga guru hendaklah serius dalam menyampaikan materi.
Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti (1) Takwa kepada Allah SWT, (2) Berilmu, (3) Sehat Jasmani, dan (4) Berkelakuan baik.
Sedangkan Soejono menyatakan bahwa syarat guru adalah (1) tentang umur, harus sudah dewasa, (2) Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, (3) Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli, (4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Itulah beberapa hal yang telah dipaparkan terkait dengan guru itu seperti apa dan harus bagaimana ia menjalankan tugasnya sebagai tenaga pengajar yang mampu menciptakan generasi muda penerus perjuangan bangsa yang akan maju digarda depan memajukan bumi pertiwi Indonesia Raya ini.





E. Kesimpulan
Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Dimana peran guru merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam mengajar guru mesti menggunakan strategi yang tepat dalam menyampaikan materi sehingga materi mampu diterima oleh peserta didik secara maksimal.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus memperhatikan latar belakang peserta didik. Bagaimana kehidupanya sehari-hari, apakah dia selalu bermain dengan temannya atau dia lebih senang sendiri. Karena pergaulan peserta didik itu sangat berpengaruh dalam proses belajar. Bila peserta didik itu tidak pemalu,tetapi pemberani itu akan sangat membantu dalam perkembangannyta.
Hadits diatas merupakan dalil bahwa guru hendaklah serius dalam mengajar, berbicara tertib, jelas dan sesuai dengan kemampuan peserta didik, kalau perlu tidak mengapa jika guru mengulang-ulang penjelasannya. Dengan sikap dan sifat guru yang serius, tegas, berbicara jelas dan mudah dipahami akan sangat membantu peserta didik dalam belajar. Ditambah lagi dengan lingkungan yang kondusif akan mempercepat tersampainya materi dari guru ke peserta didik.
Jika seorang guru dalam mengajar dapat dan mau mengambil serta menjalankan pelajaran dari hadits diatas ini menunjukan keseriusannya dalam mengajar. Dengan begitu guru mengajar semata-mata bukan karena profesi atau jabatanya melainkan guru sadar akan kewajibannya yaitu mentransfer atau memberikan ilmu kepada peserta didiknya dengan penuh keseriusan dan keikhlasan.



Daftar Pustaka
Roqib, Muh. & Nurfuadi. Kepribadian guru. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009.
Cece Wijaya, dkk. Upaya Pembaharuan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Al Kirmany; Al Bukhori bi Syarhil Kirmani, Darul Ihyak at Tauots al ‘Arobi Bairut, cet. II, 1377 H./ 1981 M.
M. Dailamy. Hadits-hadits tentang pendidikan, Purwokerto, tt.
Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Imam Abdullah, Shohih Bukhari, Semarang: CV. Asy Syifa, 1993.

PENDIDIKAN KEPRIBADIAN

Oleh: Haerul Anam
A. Hadits ‘Aisyah riwayat Muslim tentang wanita Makhzumiyah yang mencuri

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ قُرَيْشَا اَهَمَّهُمْ َشَأنَ الْمَرَّأَةِ اَلْمَخْزُوْمِيَّةِ اَلَتِى سَرَقَتْ فَقَالُوْا مَنْ يُكَلِّمُ فِيْهَا رَسُوْلَ اللهِ ص م ؟ فَقَالُوْا مَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلاَّ اُسَامَةُ حُبُّ رَسُوْلِ اللهِ فَكَلَّمَهُ اُسَامَةٌ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ تَْشْفَعْ فِىْ حَدٍّ منْ حُدُوْدِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ اَيُّهَا النَّاسُ اِنَّمَا هَلَكَ أَلَّذِيْنَ قَبْلَكُمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الْشَرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَاِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الْضَعِيْفُ اَقَامُوْا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَاَيِمُ اللهِ لَوْأَنَّ فَاطِمَةِ بِنْتِ مُحَمَّدِ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Dari ‘Aisyah, sesungguhnya orang-orang Quraisy menganggap sangat serius kasus seorang perempuan Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang berani berbicara kepada Rasul (untuk minta dispensasi)?” Mereka berkata, “Siapa lagi kalau (bukan) Usamah kekasih Rasulullah Saw.” Maka Usamahpun (datang kepada Nabi) untuk membicarakannya. Kemudian Rasulullah pun bersabda: “Apakah kau hendak minta keringanan dari berlakunya hukum had?” Rasulullah kemudian kemudian berdiri lalu berpidato, “Wahai manusia, sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kamu sekalian ialah, ketika orang-orang terhormat di antara mereka mencuri, mereka biarkan (tanpa hukuman), dan apabila yang mencuri adalah orang-orang yang lemah (hina), lalu mereka tegakkan hukuman itu. Persetan (demi Allah), andaikata Fatimah anak perempuan Rasulullah mencuri, pasti akan kupotong juga tangannya.”
Penjelasan Hadits
Imam Muslim telah meriwayatkan hadits tersebut dengan berbagai versi, ada yang lengkap dan ada yang tidak, semuanya saling melengkapi. Siapa wanita Makhzumiyah ini? Dalam riwayat tersebut belum jelas siapa orangnya. Dikatakan bahwa pada awalnya wanita Makhzumiyah tersebut hanyalah meminjam barang, tetapi lalu mengingkarinya. Kemudian Rasulullah mengkategorikan pengingkaran terhadap pinjaman sebagai tindakan mencuri. Muslim dalam salah satu riwayatnya menyebutkan bahwa peristiwanya terjadi pada waktu Fathu Makkah (penyerangan kota Mekah tahun 8 H). Di mana pada saat itu keadaan tidak dan belum menentu (perang) dijadikannya suatu kesempatan untuk melakukan kejahatan.
Jika menilik kapan peristiwa tersebut terjadi, dan manthuq hadits dengan kalimat saraqat (telah mencuri), penulis mempunyai kecenderungan bahwa wanita Makhzumiyah memang benar-benar melakukan perbuatan mencuri. Nama wanita pelaku tersebut tidak disebutkan namanya, barangkali saja ada kaitannya dengan sopan santun Islam yang tidak boleh membuka aib orang. Hanya saja wanita Makhzumiyah tersebut adalah orang Quraisy yang cukup terpandang.
Orang-orang Quraisy menganggap persoalan pencurian Mahzumiyah sebagai persoalan serius, mengingat pencurian dilakukan oleh orang terhormat dari suku Quraisy, dengan demikian akan menjatuhkan nama baik suku Quraisy. Lantaran itu diupayakanlah agar pencurian ini tidak berbekas dan diharapkan mendapatkan dispensasi hukuman dari Rasulullah. Namun, apa yang diharapkan suku Quraisy untuk mendapat dispensasi hukuman tidaklah menjadi kenyataan. Justru mendapat teguran halus dari Rasulullah bahwa keadilan harus ditegakkan.
Mengapa wanita terhormat dalam hadits ini melakukan pencurian?? Jawabnya ialah lantaran wanita Makhzumiyah tersebut telah kehilangan kepribadiannya. Sebagai wanita muslimah terhormat, telah lepas tali imannya, sehingga perbuatannya mencerminkan pribadi yang pecah. Iman yang dimilikinya belum bisa merupakan faktor integratif, sehingga keyakinan, penghayatan dan pengalaman agamanya belum bisa menjadi perisai diri dari kepribadian yang goyah.
Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, dan etika orang tersebut ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, dan nilai yang dimiliki akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal:
1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang misalnya keluarga, teman, atau pergaulan.
Untuk menjadi muslim yang berkepribadian utuh, dituntut kemampuan diri untuk menjadikan iman atau agama sebagai faktor terpenting pada dirinya, sehingga (dengannya) dapat menghindarkan diri dari berbagai tantangan, gangguan, dan ancaman serta cobaan hidup dan kehidupan. Untuk itu diperlukan latihan dan pendidikan yang terus menerus serta pembinaan yang berkepanjangan.
Dalam konteks pendidikan di sekolah upaya yang perlu dilakukan untuk mengembalikan pendidikan kepribadian yang hilang terhadap peserta didik adalah pertama sekolah tidak harus menghabiskan waktu temu guru-siswa hanya untuk membahas soal-soal prediksi UN akan tetapi perlu meluangkan waktu pada setiap guru mengajar untuk menanamkan akhlak, dan budi pekerti melalui cerita-cerita yang menarik. Melalui cerita-cerita tersebut akan tumbuh sikap dan perilaku siswa untuk meniru tokoh cerita yang disajikan.
Kedua, pemberian tauladan para tokoh masyarakat, guru, pejabat dan segenap sosok orang tua sendiri. Mereka dilihat langsung oleh siswa. Baik dan buruk perilaku mereka akan mengisi ruang memori dan pada gilirannya pengetahuan yang diperoleh ini akan menjadi konsep dalam bersikap dan berperilaku para generasi muda tersebut.
Ketiga, hendaknya ada evaluasi afektif yang bermakna dan berkesinambungan dalam proses pendidikan di sekolah. Sejak SD hingga perguruan tinggi, evaluasi afektif ini hendaknya diterapkan baik tertulis maupun praktek keseharian.


B. Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy, tentang perlunya berprinsip dalam kehidupan

عَنْ خُذْيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْنَ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (الترمدى)
Hudzaifah berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kamipun berbuat baik, dan jika manusia berbuat dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat kejahatan”. (H.R. Turmudzi)
Penjelasan Hadits
Ada 2 hal yang perlu digaris bawahi dalam hadits tersebut, yaitu:
1. Larangan bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, artinya manusia muslim dilarang bersifat seperti bunglon yang pandai berubah warna dalam setiap situasi.
2. Perintah Nabi kepada umat Islam agar mempunyai pendirian (prinsip). Pendirian yang dimaksud adalah pendirian yang dibangun atas dasar tauhid, yang pada gilirannya akan menciptakan manusia yang berpribadi, tidak mudah goyah dan tidak mudah pula terpengaruh.
Pada hadits lain disebutkan bahwa manusia yang tidak mempunyai pendirian diibaratkan seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak searah gerakan angin yang menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan kehancuran umat Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan kepada umatnya bukan untuk melahirkan sifat kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam menghadapi persoalan bukanlah menjadi indikasi lemahnya prinsip Islam yang dimiliki.
Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun.
Unsur-unsur utama istiqomah atau berpendirian yaitu:
1. Berpegang pada akidah yang benar.
2. Melaksanakan tuntutan syariat Islam yang berpedoman pada Al-Quran dan hadits.
3. Mempunyai prinsip dan keyakinan yang tidak akan berubah atau goyah.
4. Tidak terpengaruh dengan godaan hawa nafsu dan syaitan.
5. Tidak tunduk pada tekanan demi melaksanakan tanggung jawab dan mempertahankan kebenaran.
Ada tiga tahap Istiqomah yang perlu berlaku serentak yaitu:
1. Istiqomah hati yaitu senantiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati daripada sifat syirik, menjauhi sifat-sifat tercela seperti ria dan menyuburkan hati dengan sifat terpuji terutama ikhlas. Dengan kata lain Istiqomah hati bermaksud mempunyai keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran.
2. Istiqomah lisan yaitu memelihara lisan atau tutur kata supaya senantiasa berkata benar dan jujur, setepat kata hati yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak berpura-pura, tidak bermuka dua dan tidak berbolak balik.
3. Istiqomah perbuatan yaitu tekun berkerja atau melakukan amalan atau melakukan apa saja usaha untuk mencapai kejayaan yang di ridhai Allah. Dengan kata lain istiqomah perbuatan merupakan sikap dedikasi dalam melakukan suatu pekerjaan atau perjuangan menegakkan kebenaran, tanpa rasa kecewa, lemah semangat atau putus asa.

C. Nilai Edukasi:
Dari dua hadits di atas dapat diambil nilai edukasi antara lain:
1. Tidak dibenarkan dalam Islam membuka aib seseorang, karena belum tentu perilaku kita lebih baik daripada orang lain di mata Allah.
2. Sebagai manusia muslim dituntut berkepribadian yang sehat.
3. Kepribadian sangat penting karena berpengaruh terhadap akhlak dan moral seseorang. Jika pribadi kita baik, maka secara otomatis perilaku dan moral kita akan mengikutinya.
4. Baik dan tidaknya kepribadian seseorang tidak diukur dengan kedudukan atau jabatan yang tinggi.
5. Ketidakadilan dalam penerapan hokum menjadi penyebab kehancuran suatu umat.
6. Iman dan agama merupakan faktor penting untuk membentuk kepribadian yang baik.
7. Sebagai manusia dituntut untuk berpendirian atau berprinsip sehingga tidak mudah terpengaruh terhadap keburukan.
8. Untuk menjadi orang yang mempunyai pendirian, perlu memiliki kepribadian yang utuh, yakni suatu kepribadian yang tidak mudah memudar.


DAFTAR PUSTAKA

 Abi Zakaria Yahya Ibnu Syarif An-Nawawi, Shohih Muslim Jilid 6, Libanon: Darul Fikri, 2000
 Adib Bisri Musthofa, Terjemah Shahih Muslim jilid 3, Semarang: CV. As-Syifa, 1993
 Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009
 Moh. Zuhri Dipl, TAFL dkk, Tarjamah Sunan At-Tirmidzi, Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1992
 Muhammad Dailamy, Pendidikan Islam dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadits Bag. II, 2006
 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006
 Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kairo: Daarul Hadits, 2005

Kamis, 01 Desember 2011

Aku dan kesempatan

Aku dan kesempatan


Relasi yang intim, hangat serta jujur merupakan kebutuhan bagi seseorang dalam menjalani kehidupan. Semuanya dapat dilakukan dengan cinta antara satu insan dengan insan lainnya. Sebuah kebahagiaan yang tidak terukur bila cinta sedang dibalas satu dengan yang lainnya dan sesuatu yang sangat menyakitkan bila cinta telah dipermainkan. Seseorang rela melakukan apapun demi orang yang dia sayangi, bukan orang yang dia sukai. Semua itu dimulai dari perasaan cinta yang bermula dari cara memandang sedangkan rasa suka dimulai dengan cara mendengar. Ketika kita sudahtidak menyukai seseorang cukuplah dengan menutup telinga sedangkan untuk membuang perasaan cinta tidaklah cukup dengan menutup mata dari orang yang dicintai, maka akan banyak galutan emosi yang berakhir menjadi tetesan air mata.
Cinta itu merupakan hal yang tidak dapat dibatasi ataupun diatur. Tidak akan pernah ada undang-undang yang mengatur cinta. Manusia yang saling mencintai berhak untuk menentukan sendiri hubungan yang mereka jalani. Cinta pun harus dipelihara serta dirawat sehingga mampu abadi selama-lamanya. Cinta lahir dengan sendirinya, tidak akan pernah dapat terduga, kapan, dimana dan dengan siapa hal tersebut akan terwujud. Cinta juga tidak dapat dipaksakan baik dengan kekuatan apapun.
Masih banyak hal yang tersembunyi dan dipenuhi oleh gudang misteri dari sebuah patahan hati. Banyak yang terjebak dengan buaian serta hasutan, ketika dimaknakan semuanya terasa hampa. Ini energi yang dimiliki oleh dinding hati dalam menciptakan pintu kesempatan. Insan yang pandai melihat kondisi ini dapat masuk meskipun hanyalah melewati sebuah celah kecil. Kadang keraguan serta kekhawatiran berubah menjadi rasa bimbang. Kadang pula galut serta bimbang itu menimbulkan luka. Setiap insan memiliki memori untuk menyimpan sebuah kenangan. Memori itu kadang dengan mudah menghapus kenangan indah yang menyelimut, sebaliknya memori tersebut kadang cukup sulit menghapus kenangan buruk nan lara.
Inilah aku yang berjalan menyusuri gerbang kehidupan, melihat banyak warna serta jalan yang berbeda. Mencari ruang berteduh dari kesepian yang melanda, mencoba berbagi keluh dari masalah, dan mengharap penopang untuk bersandar. Aku melihat satu warna yang menakjubkan, bersinar dari mendungnya nuansa. Mataku berkaca dan mulutku terasa pahit menyambut senyum dalam jengkal keindahan. Apakah ini yang disebut dengan cinta? Ataukah ini hanya sekedar rasa takjub yang mengartikan suka? Rasa ini begitu kuat dicampur dengan pola yang beraneka ragam. Aku terdampar dalam benak yang menyelimut serta getir dalam ikatan hati. Waktu kini mulai bermain menertawakan halusinasiku yang menjelajahi bukit khayalan. Tetap saja aku hanya mengembara dalam picik benak menyambutnya. Inilah kesempatan yang dapat diselami pikiranku. Mungkinkah dilain waktu ada yang jauh lebih menakjubkan dari dirimu. Pastilah keyakinanku bahwa ini bukanlah yang terbaik untukku.
Tibalah aku pada sebuah kejenuhan dalam suatu pencarian. Ternyata tidak ada yang lebih menakjubkan dan ternyata pikiran telah menipuku. Tidak ada kesempatan lagi dan tinggalah kehampaan. Pencarianku untuk mendapatkan yang jauh lebih baik sirna sudah. Penyesalan mengorek dinding hatiku dan aku lelah mencari keindahan itu.

Tips Mencari Cinta Sejati

oleh:Haerul Anam


Menemukan cinta sejati tidak semudah membalik telapak tangan, perlu pemikiran dan kondisi yang ideal untuk
menentukan bahwa seseorang adalah cinta sejati Anda. Namun ada tips yang dapat
membantu menemukan cinta sejati. Ini dia!

1. Jangan mencarinya.
Cinta tidak datang pada seseorang yang mencarinya. Jika memang Anda baru saja mengakhiri
suatu hubungan, fokuslah pada diri dan kehidupan pribadi terlebih dahulu. Tidak
perlu terburu-buru mencari cinta yang baru, dan nikmati kesendirian Anda.

2. Beri waktu untuk diri sendiri.
Temukan aura positif Anda. Jika perasaan puas terhadap diri muncul, maka secara
otomatis aura positif itu akan terpancar. Dan orang di sekitar pun akan
melihatnya. Itulah daya tarik bagi diri Anda.

3. Jika sudah siap untuk membuka lembaran baru bagi hubungan,
maka mulailah memilih karakter pasangan seperti
apa yang diidamkan. Tak hanya dari segi fisik namun juga mental dan
kepribadian.4. Bergaul dan hang out. Hal itu
akan membuka kesempatan bagi Anda untuk bertemu orang baru. Siapa tahu salah
satu di antara mereka adalah cinta sejati Anda.

5. Berani ambil risiko.
Jika suatu hari Anda bertemu dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria cinta
sejati, jangan ragu untuk mengambil langkah. Mulailah perkenalan dan menjalin
hubungan. Karena kesempatan tak datang dua kali.

6. Yang paling penting,cintai diri Anda terlebih dahulu.
Hiduplah dengan bahagia dan jangan pernah melepaskan
harapan. Yakinlah, setiap orang diciptakan berpasangan. Masalahnya hanyalah
mendapatkan orang yang tepat, di waktu yang tepat.

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PAI SLTP

oleh: Haerul Anam

BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[1] Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerangka Dasar Kurikulum

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika;

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Setiap kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik, dan semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan.

Cakupan setiap kelompok mata pelajaran yang diatas akan disajikan pada tabel dibawah ini.

No

Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

1.Agama dan Akhlak Mulia

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

2.Kewarganega-raan dan Kepribadian

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

3.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.

4.Estetika

Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

5.Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.

Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.



B. Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.[2]

1. Struktur Kurikulum SD/MI

Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.

a) Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

b) Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.

c) Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

d) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

e) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.

f) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

2. Struktur Kurikulum SMP/MTs

Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.

a) Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

b) Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.

c) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

d) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit.

e) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

3. Struktur Kurikulum SMA/MA

Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA.

Kurikulum SMA/MA Kelas X

1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII

1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

C. Beban Belajar

Beban belajar untuk pendidikan dasar dan menengah menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing. Beban belajar yang disajiakan disini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem paket dinyatakan dalam satuan jam pelajaran.

Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.

Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan guru. Beban belajar kegiatan tatap muka per-jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:

SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit;
SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit;
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK berlangsung selama 45.

Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah sebagai berikut:

Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu antuk SD/Mi/SDLB:

1) Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran;

2) Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran.

Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam pembelajaran.
Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.

D. Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun pelajaran. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu pada dokumen Standar Isi dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah.

Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kalender pendidikan, diantaranya :

Alokasi Waktu

Alokasi waktu ialah pembagian waktu belajar yang efektif dan tidak efektif untuk pelaksanaan pembelajaran. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.

Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur bisa berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari libur nasional, dan hari libur khusus.

Penetapan Kalender Pendidikan

Penetapan permulaan tahun pelajaran biasanya di bulan juli setiap tahun dan berakhir pada bulan juni tahun berikutnya. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau menteri Agama dalam hal terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.

E. SKL SP dan KMP

1) Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL SP) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. SKL pada masing-masing jenjang memiliki dasar dan tujuan yang berbeda, namun berkesinambungan.

2) Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran

Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester untuk kelompok mata pelajaran tertentu.

Standar kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran:

Agama dan Akhlak Mulia
Kewarganegaraan dan Kepribadian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Estetika
Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.

Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan, cakupan, muatan, dan kegiatan setiap kelompok mata pelajaran.

F. SK dan KD

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian.

Dalam kaitanya dengan KTSP, Depdiknas telah menyiapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) berbagai mata pelajaran, untuk dijadikan acuan oleh para guru dalam mengembangkan KTSP pada satuan pendidikan masing-masing.

Dengan demikian, tugas utama guru dalam KTSP adalah menjabarkan menganalisis, mengembangkan indicator, dan menyesuaikan SKKD dengan karakteristik dan perkembangan peserta didik, situasi dan kondisi sekolah, serta kondisi kebutuhan daerah. Selanjutnya mengemas hasil analisis terhadap SKKD tersebut kedalam KTSP, yang di dalamnya mencangkup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

G. Cara Menjabarkan KD ke dalam Indikator Kompetensi

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagi rujukan penyusunan indikator kompetensi. Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau di observasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

Langkah penting yang harus dipahami guru dalam kaitanya dengan KTSP, ialah bahwa guru harus mampu menjabarkan kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi, yang siap dijadikan pedoman pembelajaran adan acuan penilaian. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menjabarkan KD kedalam indikator kompetensi ialah diantaranya:

ü Mengidentifikasi kata-kata untuk indikator kompetensi

ü Mengembangkan kalimat indikator.

Bab III

PENUTUP

Kesimpulan

Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: 1) KMP Agama dan Akhlak Mulia; 2) KMP Kewarganegaraan dan Kepribadian; 3) KMP Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4) KMP Estetika; 5) KMP Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.

Beban belajar untuk pendidikan dasar dan menengah menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan cirri khas masing-masing. Beban belajar yang disajiakan disini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan.

Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun pelajaran.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian.

Langkah penting yang harus dipahami guru dalam kaitanya dengan KTSP, ialah bahwa guru harus mampu menjabarkan kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi, yang siap dijadikan pedoman pembelajaran adan acuan penilaian.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menjabarkan KD kedalam indikator kompetensi ialah diantaranya:

ü Mengidentifikasi kata-kata untuk indikator kompetensi

ü Mengembangkan kalimat indikator.


Daftar Pustaka

Dokumen Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

Dokumen Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Dokumen Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Dokmen Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006

http://kurikulum tingkat satuan pendidikan.html (15 ‎Maret ‎2011, ‏‎19:30:26)

‎http://standar kompetensi dan kompetensi dasar.html (15 ‎Maret ‎2011, ‏‎20:16:30)

http://standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dan mata pelajaran.html (15 ‎Maret ‎2011, ‏‎19:59:11)

http://zalva-kapeta.blogspot.com/2009/05/desain-kurikulum-pai.html

http://pengembangan kurilulum-pai sltp.html (05 ‎April ‎2011, ‏‎21:56:08)

Muslich, Masnur, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Mulyasa, E., 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. 2004, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung : Remaja Rosda Karya.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sikdiknas). Bandung: Fokusmedia.


[1] Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sikdiknas). Bandung: Fokusmedia,hlm. 4

[2] E. Mulyasa, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,hlm. 50

Martabat Tujuh

oleh: Haerul Anam
1. Merupakan hakekat Dzat mutlak yang kadim. Artinya; hakekat Dzat yang lebih dulu, yaitu Dzatullah, yang menjadi wahana alam Ahadiyat yang ada adalah pohon kehidupan yang berada dalam jagad yang sunyi senyap segalanya, dan belum ada sesuatu apapun

2. Hakekatnya cahaya, yang diakui sebagai tajalinya Dzat di dalam nukat gaib, sebagai sifatnya Atma, menyebabkan adanya alam Wahdat

3. Diakui sebagai rahsa Dzat, sebagai namaNya, menyebabkan adanya alam Wahadiyat

4. Berasal dari nur muhammad, itulah hakekat Sukma yang diakui sebagai keadaan Dzat sebagai tabirnya Atma, menyebabkan adanya alam Arwah

5. Keadaan nur muhammad dan tempat berkumpulnya darah seluruhnya adalah hakekat angan-angan yang diakui sebagai bayangan Dzat, sebagai ikatannyaNya, menyebabkan adanya alam Mitsal

6. Hakekat Budi, diakui sebagai hiasannya Dzat, sebagai pintunya Atma, menyebabkan adanya alam Ajsam

7. Hakekat Jasad yang meliputi 5 warna yang bergerak , yang diakui sebagai Wahana Dzat, sebagai tempat Atma, menyebabkan adanya alam Insan Kamil

Selanjutnya tentang Kenyataan dalam alam Hukmi ;

1. Alam Ruhiyah – alam nyawa

2. Alam Sirriyah – alam perwujudan budi ( jasad) dan disinilah adanya 4 nafsu inti ; – Lawwammah cahayanya hitam disebut alam Nasut
- Amarah cahayanya merah disebut alam Jabarut ( antara lain khodam ada disini )
- Sufiah cahayanya kuning disebut alam Latut
- Muthmainah cahayanya putih disebut alam Malakut

3. Alam Nurriyah-alam cahaya

4. Alam Uluhiyah-alam Ke-Tuhanan

Dalam proses perjalanannya adalah dengan 2 cara yaitu ;

Taraqih ( Mendaki ) :

1 Semua orang mengandalkan kemampuannya sendiri2 baik mulai dari mengandalkan muka, suara, ilmu pengetahuan atau fisiknya untuk mendapatkan uang atau materi, jelas sudah bahwa kita selama ini disibukkan dengan urusan2 fisik sehingga makin tebal saja untuk dapat melihat Tuhan, maka dapat dikatakan kebanyakan manusia terhijab pandangannya untuk melihat Tuhan oleh dinding yang paling Luar atau alam Ajsam ini

2. Manusia adalah makhluk yg berjiwa dan diberikan akal dan hatinya sehingga lebih maju daripada manusia yang sekedar mengandalkan fisik saja, namun Tuhan memberikan akal dan hati inipun rupanya bertingkat2. Kerja akal yang paling bawah adalah ‘aql atau akal dalam al qur’an afalaa ta’qiluun. Kerja akal adalah memikirkan sesuatu yang bersifat kealaman, dan dgn akal ini akan ditemukan kebenaran dan kesalahan serta kebaikan dan keburukan dalam perspektif duniawi. Demikan juga kerja hati, ia memiliki beberapa tingkatan , yg terendah adalah qalb atau hati yang selalu berbolak-balik, kadang baik kadang buruk…dan orang yang biasa menggunakan ‘aql dan qalb ini cenderung akan serakah pada dunia. Inilah hijab yang lebih tipis dibanding dengan fisik. Lebih tinggi lagi bila manusia bisa mengaktifkan akal kedua yaitu fikr ( Ta’ala afalaa tatafakkaruun )yang akhirnya dapat menjangkau hal2 yang tak tampak di dunia ini. Islam diturunkan dengan membawa kabar gembira juga membawa peringatan kepada manusia tentang adanya siksa yang pedih di akhirat kelak. Kebanyakan manusia sulit untuk dapat mengenalTuhan secara sempurna, maka Rasulullaah Muhammad SAW al mustafa diutus memberikan jalan tengah agar mereka menyembah Tuhan sesuai kemampuannya, adanya sorga neraka adalah merupakan motivasi agar mereka menyembah Tuhan. Sayyidina Ali menyebut manusia seperti itu sebagai pedagang yaitu hanya menyembah Tuhan jika diancam dgn neraka dan dijanjikan sorga sebagai hadiah, dan dgn fikr-nya yg sudah terbuka lebih baik dari pada mereka yang masih terkungkung nafsu dan sudah memasuki pengenalan alam Mitsal

3. Selanjutnya manusia diharapkan mengenal rohnya (nyawa), inilah nyawa yg membuat jasmani dan jiwa menjadi hidup, jasmani tidak akan dapat bergerak bila tida dapat perintah dari jiwa, dan jiwa tdk dpt memberi perintah pada gerakan jasmani jika tidak terdapat roh di dalamnya. Ketika sdg tidur, manusia tidak bergerak dan tidak merasakan sesuatu karena jiwanya keluar dari jasad, namun ia tetap dikatakan hidup karena rohnya masih ada dalam jasad. Dalam al qur’an, Tuhan meniupkan roh manusia ini yang berasal dari roh-Nya. Roh berasal dari Tuhan secara langsung adapun jasmani hanyalah gambaran maya saja dan bisa enjadi penghalang bagi manusia yang tidak mampu menangkap rahasia diciptakannya jasmani tersebut. Mengenal Tuhanpun dapat dilakukan melalui jasmani dengan menganggapnya sebagai gambaran dari Wajah Tuhan, adapun Dzat sesungguhnya adalah dalam Rahsa, sedangkan jiwa adalah gambaran dari perbuatan, nama dan sifat Tuhan, sama seperti alam semesta ini juga sebagai tajaliNya

4. Roh manusia satu dan roh manusia lainnya juga satu, karena dari sumber yang satu yang bersumber dari Nur Muhammad dalam alam Wahidiyat dan roh manusia ini hanyalah titipan kecil dari Roh Agung kepada roh kecil di dunia

5. Roh Agung pada Martabat Wahdah ini bukan lagi sebagai makhluk, namun lebh dekat dengan sifat keTuhanan, Dia adalah satu namun bukan Tuhan namun bukan lagi makhluk dan tidak berkaitan dengan mahkluk

6. Bila kita dapat menggulung semuanya menjadi satu termasuk sifat Hayyun atau Maha hidup dalam Martabat Wahdah maka akan timbul Dzatullah

7. Tiada bernama, berawal-berakhir, tiada bertepi dan keberadaanNya tak dapat dijangkau dengan nama

Tanazul ( Menurun ) :

1. Dzat Tuhan yang tidak bernama, karena tidak satupun yang mampu mewakili KeberadaanNya, tiada berawal dan berakhir serta Maha Esa, tidak ada yang dapat mengenalNya karena tidak ada yang lain selain diriNya, Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar makhluk itu mengenalNya…Penampakan Tuhan ini berjalan menurun, dan penurunan petama yang Dia lakukan adalah sebagai Nur Muhammad atau sering disebut Allah dan ini hanya sebuah nama untuk menyebut diri Tuhan, padahal sejatinya Dia tak dapat dijangkau dengan nama

2. Penurunan ini bukan berarti bahwa Tuhan ada 2, Dia hanya menampakkan Diri dalam kualitas menurun agar lebih mudah di kenal karena Dzat Tuhan terlalu suci untuk dikenal, jadi nama adalah jembatan agar Dia mudah untuk dikenal inilah Martabat Wahdah

3. Tetap dengan penurunan Diri dengan nama Allah ini pun masih sulit dikenal secara mudah, maka Tuhan menurunkan Diri lagi menjadi bersifat kemakhlukan, yakni Nur Muhammad yang tidak lagi bernama Allah dan dalam tahap ini bersifat mendua atau berpasang-pasangan sebagai cikal bakal penciptaan alam semesta dan tahapan ini biasa disebut dengan Martabat Wahidiyat

4. Dari Nur Muhammad yang bersifat kemakhlukan ini terurai menjadi bagian2 halus yang belum tampak. Itulah roh2 atau alam arwah, roh merupakan sumber kehidupan bagi tiap2 benda. Kehidupan merupakan syarat mutlak bagi makhluk untuk dapat mengenal Tuhan

5. Sumber kehidupan berupa roh tersebut tidak akan mampu mewakili keinginan Tuhan jika tidak disertai sarana atau wadah. Dalam alam Mitsal ini manusia sudah ada namun masih berbentuk jiwa. Ia belum memiliki raga, selanjutnya Tuhan menampakkan DzatNya sebagai wadah perbuatan, nama dan sifatNya, sehingga muncullah alam Ajsam

6. Tuhan menampakkan diri secara menyeluruh, Raga adalah perwujudan Rupa DiriNya, perbuatan nama dan sifat alam semesta adalah WajahNya, semuanya terbungkus sifat kemakhlukan yang serba mendua

7. Setelah mengetahui hakikat diri secara menurun, maka tahulah bahwa alam semesta hakikatNya adalah gambaran Rupa Tuhan

Membangun Team Work Part 2

oleh: Haerul Anam


Faktor-faktor penghambat kesuksesan team
1. Identitas pribadi anggotaanggota tidak sepenuh hati meleburkan diri dalam tim dikarenakan masih mencoba-coba cocok atau tidak cocok keberadaannya dalam tim.
2. Hubungan antar anggota timanggota tim yang tidak saling mengenal dan kurang bahkan tidak harmonis.
3. Identitas tim dalam organisasi,faktor ini terdiri dari dua aspek; pertama: kesesuaian atau kecocokan tim dalam organisasi, apakah misi yang dijalankan merupakan prioritas dalam organisasi?, apakah tim memeperoleh dukungan dari pimpinan organisasi?, kedua: pengaruh keanggotaan dalam tim tertentu terhadap hubungan dengan anggota di luar tim.

a. Motivasi juang dalam team work
Motivasi adalah keadaan atau kondisi internal individu (kadang diartikan sebagai kebutuhan, hasrat, atau keinginan) yang mendorong atau membentuk tingkah laku dalam bekerja
Salah satu tantangan berat yang sering dihadapi pimpinan adalah bagaimana ia dapat menggerakkan para anggotanya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Salah satu usaha ke arah itu ialah menimbulkan motivasi pada mereka.
Dalam ajaran Islam memotivasi orang agar mau melakukan sesuatu yang positif untuk pribadi dan sosial menjadi metoda yang ampuh, motivasi itu bisa berupa rasa takut kalau tidak mengerjakan, seperti tidak sholat akan mendapatkan siksa neraka, atau melakukan sholat karena ingin mendapatkan nikmat masuk sorga, kedua motivasi ini tidak begitu baik karena tidak dilandasi kesadaran jiwa yang baik. Motivasi yang paling baik adalah melakukan sesuatu karena menyenangi dan mencintainya diawali dari proses pemahaman atas sesuatu yang dikerjakan.

Proses Motivasi
Tiga model motivasi kerja
1.Model Tradisional
◦ Manusia bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi
◦ Pilih pekerja yg tepat, latih sesuai pekerjaan, tugaskan pada pkj yg simpel dan rutin
◦ Mc Gregor mengasumsikan teori X; manager mengasumsikan pekerja itu malas, berperasaan , irrasional, tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
Jadi == reward and punishment, dengan pengawasan ketat
◦ Kontra produktif
2. Model Hubungan Manusia
◦ Menyadari kelemahan model tradisional, mulai memperhatikan konteks sosial pekerja.
◦ Memperhatikan group dinamik dan hubungan interpersonal.
◦ Pelatihan bersama manager dan perkerja, yg meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal.
3. Model sumberdaya Manusia
◦ Theory Y dari Mc. Gregor: dalam kondisi layak, rata-rata pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri, tanggung jawab, dan inisiatif.
◦ Kebanyakan pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.
◦ Jadi tugas manager adalah menciptakan kondisi yang kondusif.
Para pekerja lebih partisipatif pada hal-hal penting dan relevan.
Yang paling sederhana memotivasi anggota agar mau mengerjakan sesuatu ialah dengan menyediakan kebutuhannya, untuk itu barangkali tidak ada salahnya kalau di sini dikemukakan teori kebutuhan dasar manusia menurut maslow. Bukan berarti teori maslow tidak punya kelemahan tetapi teori ini dapat mewakili dari sekian teori yang ada. Maslow menyatakan bahwa manusia dilengkapi dengan lima kebutuhan:

1. Physiological needs, Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (fa'ali). Kebutuhan fisiologis, adalah kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, sehingga pemuasannya tidak dapat ditunda. Kebutuhan dasar biologis ini antara lain meliputi kebutuhan makan, minum, oksigen, istirahat, aktif, keseimbangan termperetur seks dan stimulasi sensorik. dari sini maka Maslow berkesimpulan bahwa memahami kebutuhan fisiologis manusia, utamanya kebutuhan makanan, merupakan aspek penting dalam memahami manusia secara keseluruhan

2. Self-security needs), Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan., merupakan kebutuhan dasar kedua yang mendominasi dan memerlukan pemuasan setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Adapun yang masuk dalam kategori kebutuhan akan keamanan antara lain adalah: keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan ketakutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, kekuatan pada diri pelindung dan lain-lain. Karena kebutuhan akan keamanan dapat meliputi segala organisme dalam pemenuhannya.

3. Social and belongingness needs,Kebutuhan sosial dan rasa memiliki, yang termasuk dalam kebutuhan ini antara lain akan berkelompok. Afiliasi, interaksi, mencintai dan dicintai..Konsepsi Maslow tentang rasa cinta dan memiliki ini sangat berbeda dengan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa akar perasaan cinta dan memiliki adalah seksualitas. Bagi Maslow, perasaan cinta dan memilikinya tidak hanya didorong oleh kebutuhan seksualitas. Namun lebih banyak didorong oleh kebutuhan akan kasih sayang. Semakna dengan definisi cinta yang dikemukakan oleh Karl Roger, bahwa cinta adalah, "keadaan dimengerti secara mendalam dan menerima sepenuh hati". Kebutuhan akan rasa cinta sangat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan kemampuan seseorang. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi atau terhambat maka akan dapat menimbulkan salah penyesuaian.,

4. Self-esteem needs,kebutuhan akan harga diri berasal dari dua hal; Pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan, kemampuan, dan kepercayaan diri; Kedua, nama baik, gengsi, prestise, status, kebenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti penting, martabat, atau apriasi. Katagori pertama berasal dari diri sendiri, dan yang kedua berasal dari orang lain. Seseorang yang memiliki harga diri cukup akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih produktif. Sementara orang yang kurang memiliki harga diri akan diliputi rasa rendah diri dan rasa tidak berdaya, yang berakibat pada keputusasaan dan perilaku neurotick.

5. Self actualization needs, Kebutuhan akan aktualisasi diri. Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk menonjolkan diri, atau keinginan untuk mendapatkan prestasi atau gengsi, karena jika demikian, sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri. Ia masih dipengaruhi oleh sesuatu atau tendensi tertentu. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi apa pun. Ia hanya ingin menjadi dirinya, bukan yang lain. Meskipun hal ini bisa diawali atau didasari pemenuhan kebutuhan pada tingkat dibawahnya. Diakui oleh Maslow, bahwa untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, seseorang akan dihadapkan pada banyak hambatan, baik internal maupun eksternal. Hambatan internal, yakni yang berasal dari dirinya sendiri., antara lain berupa ketidaktahuan akan potensi diri sendiri, keraguan dan juga perasaan takut untuk mengungkapkan potensi yang dimiliki, sehingga potensi tersebut seterusnya terpendam.

b. Membangun keyakinan dan kesadaran dalam team work
Untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik diperlukan keyakinan dan kesadaran penuh mengenai apa yang dikerjakan dan untuk apa sesuatu itu dikerjakan. Bagi setiap mu'min/mu'minat keyakinan dalam mengerjakan sesuatu tentu disertai niat karena Allah sebagai puncak segala kebaikan dan inti dari keberadaan yang hakiki agar hasil dari pekerjaanya tidak hanya bermanfaat di dunia saja tetapi juga berharap menuai manfaat untuk di akhirat.
Kesadaran dan keyakinan memang tidak bisa dipaksakan, tapi harus muncul dari lubuk hati. Barangkali dengan Zikr dan Pikir bisa membantu tumbuhnya keyakinan dalam pengelolaan team kerja yang baik. Secara harfiah Zikr berarti mengingat Allah, sementara Pikr berarti meberdayakan akal. Zikr mebersihkan hati, Pikr mencerahkan nalar. Manusia yang ber-Pikr eksis di antara sesamanya, Zikr menggenapinya dengan eksis di mata Tuhannya.

Menurut A. Riawan Amin (2000) ZIKR sesungguhnya merupakan akronim dari ZERO BASE; hati jernih setiap saat, berhusnudzon memandan bersi dan jernih pada teman, bersahaja apa adanya tidak takut dikritik berani bertindak dan bertanggung jawab, IMAN; keyajinan penuh tehadap janji-janji Allah, Allah akan memberikan solusi masalah, mendatangkan rezeki diluar perhitungan manusia bagi orang taqwa dan bertawakkal kepada Allah (Q.S. 65:2-3). Iman akan menjadi pengawas bagi setiap anggota team work untuk menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Seorang muslim akan sigap menjadi penolong bagi siapapun yang membutuhkan, berkeja untuk organisasi sebaik mungkin. Iman membentuk militansi anggota team work. Hanya orang-orang militan yang mau berjuang keras untuk menaklukkan (conquering) dan merebut hati sesama.

Iman juga menentukan kita untuk tidak rakus menguasai sumber daya untuk kepentingan diri sendiri. KONSISTEN; Istiqomah dan Kaaffah, konsisten dalam arah tujuan, seperti yang terjadi pada Imam al-hafidz Ibn Hajar al-Asqalany kembali bergairah berkelana mencari ilmu gara-gara melihat tetesan air yang mampu melubangi batu, begipula yagn terjadi pada Thomas A. Edison, ia menemukan prinsip bola lampu pijar setelah 10 ribu kali melakukan percobaan, ia berkata "bukannya saya 10 ribu kali gagal menemukan materi yang benar untuk membuat lampu pijar, tetapi saya berhasil menemukan cara yang salah dalam membuat lampu pijar, yang membawa saya 10 ribu kali lebih dekat kearah bahan yang benar". Konsistensi yang sama juga diserukan kepada semua orang yang beriman (Q.S. 46: 13). Konsisten tidak selalu bicara tentang arah dan tujuan, konsisten juga bicara tentang cakupan, tentang keselarasan antara berbagai peran dan aspek dalam kehidupan berorganisasi dan pribadi (Q.S. 2: 208). RESULT ORIENTED; mengutamakan pencapaian sasaran, sasaran yang ingin dicapai tidak dibatasi kepuasan, dan kehormatan serta kesejahteraan duniawi tetapi juga kehormatan dan kesejahtreaan ukhrawi.

Konsep kedua adalah PIKR, manusia bisa mendayagunakan pikrnya sebagai pribadi atau individu. Ketika dia berkumpul dalam komunitas atau organisasi, daya pikr itu terus menjadi bagian yang menentukan apakah sebuah organisasi bisa berkembang atau tumbang. PIKR di sini merukan akronim dari Power sharing, untuk mengurangi risiko dari gagalnya penggunaan kewenangan yang terpusat, maka berbagi power menjadi keniscayaan. Mislanya dengan memecahnya atau mendelegasikan kepada pihak lain yang dianggap kopenten, Information Sharing , berbagi informasi terutama transparanasi dalam hal keuangan organisasi, dan memperluas informasi lain dalam kaitannya dengan organisasi akan menjadi daya pikat dan menumbuhkan semangat anggota team work, jangan sampai terjadi adanya broker informasi dalam organisasi karena akan menimbulkan kecemburuan anggota dan mempersempit ruang gerak team. Knowledge Sharing, berbagi pengetahuan merupakan suatu tuntutan sebuah organisasi agar semua anggota team dapat memahami segala apa yang dia hadapi secara bersama, ketimpangan dalam pengetahuan akan membuat team lambat bahkan tidak berjalan. Rewads Sharing, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan penghargaan baik berupa material maupun non material. sebagaimana dikemukakan dalam teori hirarki kebutuhan Maslow.

Rabu, 30 November 2011

MEMBANGUN TEAM WORK Part 2

Faktor-faktor penghambat kesuksesan team
1. Identitas pribadi anggota-anggota tidak sepenuh hati meleburkan diri dalam tim dikarenakan masih mencoba-coba cocok atau tidak cocok keberadaannya dalam tim.
2. Hubungan antar anggota timanggota tim yang tidak saling mengenal dan kurang bahkan tidak harmonis.
3. Identitas tim dalam organisasi,faktor ini terdiri dari dua aspek; pertama: kesesuaian atau kecocokan tim dalam organisasi, apakah misi yang dijalankan merupakan prioritas dalam organisasi?, apakah tim memeperoleh dukungan dari pimpinan organisasi?, kedua: pengaruh keanggotaan dalam tim tertentu terhadap hubungan dengan anggota di luar tim.

a. Motivasi juang dalam team work
Motivasi adalah keadaan atau kondisi internal individu (kadang diartikan sebagai kebutuhan, hasrat, atau keinginan) yang mendorong atau membentuk tingkah laku dalam bekerja
Salah satu tantangan berat yang sering dihadapi pimpinan adalah bagaimana ia dapat menggerakkan para anggotanya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Salah satu usaha ke arah itu ialah menimbulkan motivasi pada mereka.
Dalam ajaran Islam memotivasi orang agar mau melakukan sesuatu yang positif untuk pribadi dan sosial menjadi metoda yang ampuh, motivasi itu bisa berupa rasa takut kalau tidak mengerjakan, seperti tidak sholat akan mendapatkan siksa neraka, atau melakukan sholat karena ingin mendapatkan nikmat masuk sorga, kedua motivasi ini tidak begitu baik karena tidak dilandasi kesadaran jiwa yang baik. Motivasi yang paling baik adalah melakukan sesuatu karena menyenangi dan mencintainya diawali dari proses pemahaman atas sesuatu yang dikerjakan.

Proses Motivasi
Tiga model motivasi kerja
1.Model Tradisional
◦ Manusia bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi
◦ Pilih pekerja yg tepat, latih sesuai pekerjaan, tugaskan pada pkj yg simpel dan rutin
◦ Mc Gregor mengasumsikan teori X; manager mengasumsikan pekerja itu malas, berperasaan , irrasional, tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
Jadi == reward and punishment, dengan pengawasan ketat
◦ Kontra produktif
2. Model Hubungan Manusia
◦ Menyadari kelemahan model tradisional, mulai memperhatikan konteks sosial pekerja.
◦ Memperhatikan group dinamik dan hubungan interpersonal.
◦ Pelatihan bersama manager dan perkerja, yg meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal.
3. Model sumberdaya Manusia
◦ Theory Y dari Mc. Gregor: dalam kondisi layak, rata-rata pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri, tanggung jawab, dan inisiatif.
◦ Kebanyakan pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.
◦ Jadi tugas manager adalah menciptakan kondisi yang kondusif.
Para pekerja lebih partisipatif pada hal-hal penting dan relevan.
Yang paling sederhana memotivasi anggota agar mau mengerjakan sesuatu ialah dengan menyediakan kebutuhannya, untuk itu barangkali tidak ada salahnya kalau di sini dikemukakan teori kebutuhan dasar manusia menurut maslow. Bukan berarti teori maslow tidak punya kelemahan tetapi teori ini dapat mewakili dari sekian teori yang ada. Maslow menyatakan bahwa manusia dilengkapi dengan lima kebutuhan:

1. Physiological needs, Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (fa'ali). Kebutuhan fisiologis, adalah kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, sehingga pemuasannya tidak dapat ditunda. Kebutuhan dasar biologis ini antara lain meliputi kebutuhan makan, minum, oksigen, istirahat, aktif, keseimbangan termperetur seks dan stimulasi sensorik. dari sini maka Maslow berkesimpulan bahwa memahami kebutuhan fisiologis manusia, utamanya kebutuhan makanan, merupakan aspek penting dalam memahami manusia secara keseluruhan

2. Self-security needs), Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan., merupakan kebutuhan dasar kedua yang mendominasi dan memerlukan pemuasan setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Adapun yang masuk dalam kategori kebutuhan akan keamanan antara lain adalah: keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan ketakutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, kekuatan pada diri pelindung dan lain-lain. Karena kebutuhan akan keamanan dapat meliputi segala organisme dalam pemenuhannya.

3. Social and belongingness needs,Kebutuhan sosial dan rasa memiliki, yang termasuk dalam kebutuhan ini antara lain akan berkelompok. Afiliasi, interaksi, mencintai dan dicintai..Konsepsi Maslow tentang rasa cinta dan memiliki ini sangat berbeda dengan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa akar perasaan cinta dan memiliki adalah seksualitas. Bagi Maslow, perasaan cinta dan memilikinya tidak hanya didorong oleh kebutuhan seksualitas. Namun lebih banyak didorong oleh kebutuhan akan kasih sayang. Semakna dengan definisi cinta yang dikemukakan oleh Karl Roger, bahwa cinta adalah, "keadaan dimengerti secara mendalam dan menerima sepenuh hati". Kebutuhan akan rasa cinta sangat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan kemampuan seseorang. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi atau terhambat maka akan dapat menimbulkan salah penyesuaian.,

4. Self-esteem needs,kebutuhan akan harga diri berasal dari dua hal; Pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan, kemampuan, dan kepercayaan diri; Kedua, nama baik, gengsi, prestise, status, kebenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti penting, martabat, atau apriasi. Katagori pertama berasal dari diri sendiri, dan yang kedua berasal dari orang lain. Seseorang yang memiliki harga diri cukup akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih produktif. Sementara orang yang kurang memiliki harga diri akan diliputi rasa rendah diri dan rasa tidak berdaya, yang berakibat pada keputusasaan dan perilaku neurotick.

5. Self actualization needs, Kebutuhan akan aktualisasi diri. Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk menonjolkan diri, atau keinginan untuk mendapatkan prestasi atau gengsi, karena jika demikian, sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri. Ia masih dipengaruhi oleh sesuatu atau tendensi tertentu. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi apa pun. Ia hanya ingin menjadi dirinya, bukan yang lain. Meskipun hal ini bisa diawali atau didasari pemenuhan kebutuhan pada tingkat dibawahnya. Diakui oleh Maslow, bahwa untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, seseorang akan dihadapkan pada banyak hambatan, baik internal maupun eksternal. Hambatan internal, yakni yang berasal dari dirinya sendiri., antara lain berupa ketidaktahuan akan potensi diri sendiri, keraguan dan juga perasaan takut untuk mengungkapkan potensi yang dimiliki, sehingga potensi tersebut seterusnya terpendam.

b. Membangun keyakinan dan kesadaran dalam team work
Untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik diperlukan keyakinan dan kesadaran penuh mengenai apa yang dikerjakan dan untuk apa sesuatu itu dikerjakan. Bagi setiap mu'min/mu'minat keyakinan dalam mengerjakan sesuatu tentu disertai niat karena Allah sebagai puncak segala kebaikan dan inti dari keberadaan yang hakiki agar hasil dari pekerjaanya tidak hanya bermanfaat di dunia saja tetapi juga berharap menuai manfaat untuk di akhirat.
Kesadaran dan keyakinan memang tidak bisa dipaksakan, tapi harus muncul dari lubuk hati. Barangkali dengan Zikr dan Pikir bisa membantu tumbuhnya keyakinan dalam pengelolaan team kerja yang baik. Secara harfiah Zikr berarti mengingat Allah, sementara Pikr berarti meberdayakan akal. Zikr mebersihkan hati, Pikr mencerahkan nalar. Manusia yang ber-Pikr eksis di antara sesamanya, Zikr menggenapinya dengan eksis di mata Tuhannya.

Menurut A. Riawan Amin (2000) ZIKR sesungguhnya merupakan akronim dari ZERO BASE; hati jernih setiap saat, berhusnudzon memandan bersi dan jernih pada teman, bersahaja apa adanya tidak takut dikritik berani bertindak dan bertanggung jawab, IMAN; keyajinan penuh tehadap janji-janji Allah, Allah akan memberikan solusi masalah, mendatangkan rezeki diluar perhitungan manusia bagi orang taqwa dan bertawakkal kepada Allah (Q.S. 65:2-3). Iman akan menjadi pengawas bagi setiap anggota team work untuk menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Seorang muslim akan sigap menjadi penolong bagi siapapun yang membutuhkan, berkeja untuk organisasi sebaik mungkin. Iman membentuk militansi anggota team work. Hanya orang-orang militan yang mau berjuang keras untuk menaklukkan (conquering) dan merebut hati sesama.

Iman juga menentukan kita untuk tidak rakus menguasai sumber daya untuk kepentingan diri sendiri. KONSISTEN; Istiqomah dan Kaaffah, konsisten dalam arah tujuan, seperti yang terjadi pada Imam al-hafidz Ibn Hajar al-Asqalany kembali bergairah berkelana mencari ilmu gara-gara melihat tetesan air yang mampu melubangi batu, begipula yagn terjadi pada Thomas A. Edison, ia menemukan prinsip bola lampu pijar setelah 10 ribu kali melakukan percobaan, ia berkata "bukannya saya 10 ribu kali gagal menemukan materi yang benar untuk membuat lampu pijar, tetapi saya berhasil menemukan cara yang salah dalam membuat lampu pijar, yang membawa saya 10 ribu kali lebih dekat kearah bahan yang benar". Konsistensi yang sama juga diserukan kepada semua orang yang beriman (Q.S. 46: 13). Konsisten tidak selalu bicara tentang arah dan tujuan, konsisten juga bicara tentang cakupan, tentang keselarasan antara berbagai peran dan aspek dalam kehidupan berorganisasi dan pribadi (Q.S. 2: 208). RESULT ORIENTED; mengutamakan pencapaian sasaran, sasaran yang ingin dicapai tidak dibatasi kepuasan, dan kehormatan serta kesejahteraan duniawi tetapi juga kehormatan dan kesejahtreaan ukhrawi.

Konsep kedua adalah PIKR, manusia bisa mendayagunakan pikrnya sebagai pribadi atau individu. Ketika dia berkumpul dalam komunitas atau organisasi, daya pikr itu terus menjadi bagian yang menentukan apakah sebuah organisasi bisa berkembang atau tumbang. PIKR di sini merukan akronim dari Power sharing, untuk mengurangi risiko dari gagalnya penggunaan kewenangan yang terpusat, maka berbagi power menjadi keniscayaan. Mislanya dengan memecahnya atau mendelegasikan kepada pihak lain yang dianggap kopenten, Information Sharing , berbagi informasi terutama transparanasi dalam hal keuangan organisasi, dan memperluas informasi lain dalam kaitannya dengan organisasi akan menjadi daya pikat dan menumbuhkan semangat anggota team work, jangan sampai terjadi adanya broker informasi dalam organisasi karena akan menimbulkan kecemburuan anggota dan mempersempit ruang gerak team. Knowledge Sharing, berbagi pengetahuan merupakan suatu tuntutan sebuah organisasi agar semua anggota team dapat memahami segala apa yang dia hadapi secara bersama, ketimpangan dalam pengetahuan akan membuat team lambat bahkan tidak berjalan. Rewads Sharing, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan penghargaan baik berupa material maupun non material. sebagaimana dikemukakan dalam teori hirarki kebutuhan Maslow.

Selasa, 29 November 2011

MEMBANGUN TEAM WORK

Oleh: Haerul Anam
1. Bangunan filosofis
Oraganisasi apapun nama dan bentuknya hendaknya menjadi wadah pengembangan manusia dengan baik, organisasi harus menjadi institusi yang adil memberikan 'kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang sama' (equality of opportunity) baik secara kualitas maupun kuantitas bagi setiap siswa.

Ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap manusia dilahirkan dengan tingkat kecerdasan bawaan yang sama, dan bahwa kemampuan lebih merupakan pencarian ketimbang bawaan (John Vaizey, 1962). Seorang manusia bisa menjadi lebih atau kurang cerdas di samping tergantung pada kondisi keluarga di mana ia pertama kali mengawali hidupnya, juga pada lingkungan sosial dan pendidikan yang ia alami. Di sinilah Sekolah atau madrasah diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam membangun pembentukan intelektual, emosional dan spiritual peserta didik. Sekolah atau madrasah diharap mampu menjadi wadah pemupukan kecerdasan dan kreativitas setiap siswa, dan di atas segalanya, menjamin agar stiap setiap siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama dan layak.

Gagasan tentang sekolah atau madrasah yang berkeadilan dapat ditemukan dalam wacana kelompok kerja yang efektif (untuk selanjutnya kita sebut team yang efektif).Kontribusi utama dan fundamental 'team yang efektif' adalah komitmen agar lembaga tempatnya bernaung menjadi tempat yang kondusif dimana semua anggota dapat mencurahkan segala potensinya dengan baik.

Paradigma team work yang efektif sebaliknya mengukur keberhasilan siswa tidak dalam kondisi absolut di luar jangkauan organisasi-seperti latar belakang ekonomi atau pendidikan orang tua---tapi dalam hal nilai tambah (value added) yang bisa diberikan lembaga bagi pengembangan kemampuan tim. Filosofi bahwa keberhasilan akademis yang rendah dan perilaku ganjil siswa sebagai bagian dari sekolah secara pasti merupakan masalah individual siswa atau keluarganya tidak bisa lagi diterima. Latar belakang ekonomi anggota yang lemah atau kemampuan bawaan siswa yang minim tidak lagi relevan dijadikan alasan rendahnya prestasi siswa ( Townsend et. al., 1999). Justru di sinilah peran sesungguhnya sebuah sekolah atau madrasah yaitu membuat mereka manjadi manusia kreatif dan baik.Pernyataan ini tentunya tidak bermaksud menafikan peranan kemampuan intrinsik individu anggota serta pengaruh kelurga dalam membentuk kualitas moral atau intelektual siswa.

2. Bangunan team work


Team work ibarat sebuah bangunan yang keberadaanya dibentuk dari beberapa komponen, sama halnya dengan keberadaan team kerja dalam sebuah organisasi minimal terdiri dari ketua team, mungkin dibutuhkan wakil ketua, skretaris team, bendahara dan anggota, yang kesemuanya berupaya secara maksimal menyamakan visi, misi dan melaksanakannya bersama-sama sesuai tugas dan fungsinya untuk tujuan yang ingin dicapai oragnisasi yang telah diprogramkan ditunjang dengan biaya dan sarana lainnya. Di sekolah atau madrasah kepala sebagai pimpinan memegang peranan kunci dalam keberhasllan program sekolah, begitu juga para guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum sangat penting posisinya, semangat, kreativitas serta kemampuan da loyalitas guru adalah kunci keberhasilan pendidikan di tingkat sekolah.Tenaga administrasi dan pembantu dan pembantu sekolah juga memegang peranan yang cukup penting, kinerja mereka sangat mendukung tercapainya program sekolah.Sarana dan prasarana, biaya adalah penunjang keberhasilan sekolah. Pendek kata dalam team work sumua komponen harus bersatu, karena semuanya merupakan satu bangunan yang bila satu tidak ada atau hilang bisda mengakibatkan robohnya bangunan tersebut cepat atau lambat tergantung pada posisi peran dan fungsinya. Delapan komponen pendidikan yang ditetapkan pemerintah akan membentuk bangunan team work pendidikan yang megah bila benar-benar ter-realisasiu dengan baik.

Kerja sama tim merupakan salah satu unsur fundamental dalam sebuah organisasi. Tim merupakan sekelompok orang yang memilki tujuan bersama (Fandi Tjiptono, 2000). Ada beberapa faktor yang mendasari dibentuknya team work:

1. Pemikiran dua orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
2. Konsep sinergi [ 1+ 1 > 2 ], yaitu bahwa hasil tim jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya (anggota individual).
3. Anggota tim dapat saling mengenal dan salin percaya, sehingga mereka dapat saling membantu,
4. Kerja sama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.

Untuk dapat disebut sebagai tim, maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Ada kesepakatan terhadap misi tim, anggota tim harus memahami dan menyepakati misi tim agar bisa bekerja dengan efektif.
2. Semua anggota mentaati peraturan tim, suatu tim harus mempunyai peraturan atau tata tertib, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi.
3. Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil, tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan wewenang didistribusikan dengan baik dan setiap anggota diperlakukan secara adil,
4. Orang beradaptasi terhadap perubahan, perubahan bukan saja tidak dapat dihindari tetapi juga diperlukan sekali, hanya saja keumuman orang sering menolak perubahan. Oleh karenanya setiap anggota tim harus dapat saling membantu dalam beradaptasi terhadap perubahan secara positif.

Menggarisbawahi kata perubahan dalam poin 4 bahwa kemampuan organisasi menyesuyaikan diri dengan tuntutan perubahan baik perubahan yang terjadi karena dorongan dari dalam (internal factor) maupun dorongan dari luar (faktor lingkungan). Dorongan dari dalam dapat timbul karena tuntutan perubahan sistem nilai dan norma kelompok. Sedangkan dorongan dari luar dapat terjadi karena interaksi organisasi dengan lingkungan sekitarnya, baik pada waktu menerima masukan maupun pada saat memberikan masukan. Dengan perkataan lain, disadari atau tidak, perubahan selalu terjadi dalam setiap organisasi. Duncan (dalam Adam Ibrahim I. 1983) mengatakan bahwa "perubahan dalam organisasi ada yang disengaja (direncanakan) dan tidak disengaja (tidak direncakan)".Membiarkan dan tidak berusaha untuk merencanakan perubahan atau mempengaruhi arah perubahan berarti melakukan perubahan tanpa rencana. Sebaliknya perubahan berencana merupakan usaha secara sadar dan sengaja dari suatu agen pengubah ( individu atau kelompok) untuk mengadakan perbaikan atas suatu sistem. Perubahan berencana berorientasi pada tujuan tertentU.
Karena perubahan organisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari maka betapa pentingya menyusun suatu strategi agar perubahan itu dapat bermanfaat bagi kepentingan organisasi, atau sekurang-kurangnya tidak mengganggu kelancaran kelangsungan hidup organisasi. Dalam menjalankan tugasnya sebuah tim mungkin saja tidak mulus disebabkan hambatan-hambatan yang muncul diperjalanan.

Senin, 28 November 2011

OTENTISITAS WAHYU TUHAN DALAM HERMENEUTIKA HASSAN HANAFI

Sebagaimana penjelasan yang ada di bab sebelumnya, bahwa hermeneutika sebagai aksiomatik adalah proses deskripsi terhadap hermeneutika sebagai ilmu pengetahuan yang rasional, formal, obyektif dan universal. Dalam hermeneutikanya tersebut, Hanafi bermaksud menawarkan konsep sebuah metode penafsiran yang bersifat rasional, objektif, dan universal untuk memahami teks-teks Islam. Pendekatan yang dilakukan Hanafi dalam usaha memahami teks-teks Islam tersebut, merupakan pendekatan yang hampir sama dengan pendekatan fenomenologi, yakni adanya disiplin yang apodiktis yang tidak lain menginginkan ketidak adanya sifat keragu-raguan. Sejalan dengan kepentingan fenomenologi yang apodiktis tersebut, Hanafi meletakkan kritik sejarah dalam kaitannya dengan teks-teks kitab suci sebagai suatu masalah teoritis yang krusial. Sebab kritik sejarah menurut Hanafi berfungsi menjamin keaslian firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi dalam sejarah, baik melalui medium lisan maupun tertulis. Bagi Hanafi, otentisitas teks hanya dapat dibuktikan melalui kritik sejarah. Kritik sejarah ini haruslah terbebas dari hal-hal yang semata-mata berbau teologis, filosofis, mistik, spiritual. Keyakinan kitab suci tidak dijamin oleh semisal taqdir Tuhan, keyakinan dogmatis, pemuka agama maupun pranata sejarah apapun. Gagasan mengenai wahyu secara menyeluruh ditentukan Tuhan dan diturunkan kepada manusia melalui nabi-nabi (dan malaikat). Gagasan wahyu ini menembus, mencerahkan dan memberi makna pada seluruh realitas konkret, yang kemudian menjadi representasi peraturan sentral bagi kaum Yahudi, Kristen, dan Islam, dan mendominasi seluruh sejarah masyarakat yang tersentuh oleh gagasan ini. Wahyu dalam al-Qur’an, pertama-tama merupakan hasil pembuktian linguistik berupa struktur sintaksis. Dalam semiotika wacana al-Qur’an, ia menyediakan sebuah ruang komunikasi yang secara total diartikulasikan untuk mengutarakan pemikiran dan isi wahyu tersebut. Untuk mendekati tradisi pemikiran tentang wahyu dalam tradisi Islam dan tradisi-tradisi lainnya yang kaya dan yang telah berkembang, diperlukan sebuah penelitian yang seksama terhadap sumber-sumber tradisional untuk menghilangkan konsep sentral ortodoksi terhadap tradisi-tradisi tersebut. Oleh hal itulah, berikutnya pembahasan ini akan memaparkan mengenai pengertian wahyu secara umum, kemudian diikuti pembahasan mengenai otentisitas wahyu Tuhan. A. Pengertian Wahyu Secara Umum. 1. Pengertian Wahyu. Untuk memahami arti wahyu, banyak orang yang memahaminya dengan menggunakan beberapa pendekatan. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Mohammed Arkoun. Wahyu bagi Arkoun harus dipahami dengan berbagai metode pendekatan, terutama dengan metode hermeneutik, semiotik, dan linguistik. Dengan kacamata historis antropologis, Arkoun menjelaskan bahwa wahyu, maknanya dibedakan dengan tiga tingkatan. Pertama, wahyu sebagai kalam Tuhan, yang transenden, tak terbatas dan tidak diketahui secara keseluruhan. Manusia hanya mengetahui bagian-bagiannya yang sudah diwahyukan kepada para Nabi. Tingkatan ini dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan al-lawh} al-mah}}fu>z}}} atau umm al-kita>b. Kedua, penampakan wahyu dalam sejarah melalui nabi-nabi Israel ditransformasikan melalui bahasa Ibrani, sedangkan dalam Isa melalui bahasa Arama, dan Muhammad melalui bahasa Arab. Pada mulanya wahyu ini bersifat lisan; yakni diingat dan dihapalkan secara lisan dalam waktu yang lama sebelum ditulis. Tingkatan inilah yang dalam metode linguistik disebut oleh Arkoun sebagai “ujaran satu.” Ketiga, wahyu yang sudah tertulis. Tipe ini disebut oleh Arkoun sebagai official closed canons (korpus resmi tertutup). Tingkatan inilah yang mempunyai pengaruh paling besar dalam sejarah wahyu dan merupakan kekuatan yang menentukan dalam sejarah masyarakat kitab. Tingkatan ini selanjutnya disebut sebagai “ujaran kedua.” Selanjutnya, kata wahyu -jika dilihat dari segi bahasa- sebenarnya mempunyai banyak arti. Wahyu dalam bahasa Arab berasal dari fi’il mad}i وحى “wah}a” yang berarti penyampaian pengetahuan kepada seseorang secara samar dan orang tersebut memahami apa yang disampaikannya. Sedangkan kamus Lisa>n al-Arabi, memasukkan makna-makna lain seperti, “ilham, isyarat, tulisan, dan kalam” ke dalam kata wahyu. Menurut Izutsu, wahyu merupakan salah satu kata yang kerap kali digunakan dalam sya’ir pra-Islam dan juga digunakan dalam Islam. Dari segi semantik, Izutsu membedakannya menjadi tiga kelompok: pertama, komunikasi. Hal ini terjadi karena wahyu dalam proses turunnya dari Tuhan ke malaikat diteruskan sampai ke Muhammad, mengandaikan -dan terdapat- lebih dari satu orang, minimal dua orang. Kedua, tidak harus bersifat verbal. Dengan kata lain, isyarat-isyarat yang digunakan dalam komunikasi tidak selalu bersifat linguistik. Ketiga, selalu tedapat hal-hal yang bersifat misterius, rahasia dan pribadi. Dengan demikian makna sentral dalam bahasa Arab adalah “pemberian informasi secara tersembunyi.” Kata ini tentunya juga mengandung nilai rahasia yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi tersebut. Sementara dalam komunikasi tersebut, terkadang menggunakan media bahasa dengan bahasa simbolnya. Proses pemberian informasi dalam proses turunnya wahyu mengandung adanya tiga unsur yang saling terkait, yaitu; pertama, adanya dua subyek yang terlibat dalam komunikasi, kedua, adanya media komunikasi dan ketiga, media harus berjalan secara samar-samar tersembunyi dan hanya dipahami oleh dua subyek yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Hanya saja, perlu digaris bawahi bahwa wahyu tidak saja dimiliki manusia, juga tidak datang dari Tuhan, tapi juga dimiliki selain manusia, seperti jin, setan, hewan dan malaikat. Demikian juga wahyu yang datang –kemungkinan- bukan dari Tuhan, mungkin bisa datang semisal dari setan. Namun demikian, yang hendak dikaji dalam pembahasan berikut ini adalah mengenai otentisitas wahyu yang datang dari Tuhan sebagai rujukan dan referensi bagi umat beragama. Tuhan dalam menurunkan wahyu kepada hamba-Nya senantiasa mengalami adanya proses. Proses turunnya wahyu –menurut Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n- sangat begitu cepat. Ia merupakan isyarat. Hal itu terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata, kadang juga melalui isyarat dari salah satu anggota badan. Hal ini barangkali dikarenakan kata al-wah}y atau wahyu merupakan mas}dar (infinitif), yang dari materi kata tersebut mempunyai dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itulah, wahyu merupakan pemberitahuan secara tersembunyi dan begerak cepat, dan hanya ditujukan kepada orang yang diberi tahu tanpa diketahui orang lain. Hal tersebut merupakan wujud empirik bahwa Tuhan telah menjadikan wahyu sebagai alat komunikasi dengan hamba-Nya. 2. Wahyu Sebagai Bentuk Komunikasi Tuhan. Semua umat yang beragama mengakui bahwa kitab suci mereka merupakan kalam Tuhan yang diturunkan kepada hambanya melalui pembawa risalah (rasul) masing-masing umat. Semisal al-Qur’an, ia diakui sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad sebagai pembawa risalah melalui perantara malaikat Jibril. Pemahaman yang demikian ini selanjutnya, akan menuntun pada teorisasi wahyu yang masuk dalam bingkai teori komunikasi. Hal ini terjadi karena kalam Tuhan diartikan sebagai “Proses Tuhan berbicara dengan hamba-Nya.” Proses bicara Tuhan dengan manusia ini, dipahami dalam kerangka konsep linguistik, yakni Tuhan sebagai komunikator aktif sedangkan Muhammad di satu sisi merupakan pihak yang pasif. Pembicaraan Tuhan dengan Muhammad melalui sang perantara tesebut melibatkan medium, atau kode komunikasi yang berupa bahasa Arab. Model komunikasi yang melibatkan aspek linguistik tersebut kemudian menjadi rujukan dan pijakan pemahaman kitab suci sebagai teks. Namun, hal ini tidak berarti bahwa kitab suci adalah sama dan sejajar dengan teks-teks kemanusiaan lainnya. Sebaliknya, penempatan al-Quran sebagai teks, tetap memposisikannya sebagai teks sakral berbahasa Arab, sehingga perangkat kearaban merupakan elemen niscaya dalam mengurai serta memahami pesan moral yang dibawanya. Banyak karya kesarjanaan tentang al-Qur’an, membuktikan bahwa komunikasi Tuhan dengan manusia bisa dianalisis dengan metode scientifik, baik konvensional maupun kontemporer. Pembicaraan mengenai ‘kata wahyu’ untuk sementara dalam penulisan ini, akan disebut dengan istilah yang lebih umum. Hal ini dilakukan sebelum ditemukan pengertian yang pasti tentang bagaimana posisi wahyu Tuhan dalam hubungannnya dengan makhluk-Nya. Proses penyampaian pesan Tuhan (sementara wahyu dimaknai sebagai “pesan”) kepada Muhammad –secara linguistik- berjalan melalui dua arah. Pertama, Tuhan sebagai pihak yang aktif yang menyampaikannya, kedua, Muhammad sebagai pihak penerima pertama. Jika dilihat melalui sisi semantik, proses turunnya pesan tersebut akan menimbulkan permasalahan. Permasalahan terjadi karena antara keduanya berada dalam taraf ekisistensi yang berbeda. Yakni antara yang supra-nantural dengan yang natural. Oleh karena itu, pada gilirannya problem eksistensi keduanya akan berakibat pada sistem bahasa yang digunakannya. Tuhan sebagai yang gaib (supra-natural) akan menggunakan sistem bahasa yang non-ilmiah dan sebaliknya Muhammad sebagai makhluk natural akan menggunakan sistem bahasa ilmiah. Sekalipun demikian, masalah tesebut akan bisa teratasi dengan disamakannya eksistensi antara keduanya. Yaitu peleburan dan penyamaan eksistensi. Proses penyamaan ini mengambil dua bentuk; pertama, peleburan Muhammad ke dalam dimensi dunia kemalaikatan (non-natural), sehingga Muhammad mampu memahami dan berkomunikasi dengan sistem bahasa komunikasi Tuhan. Kedua, Tuhan masuk ke dalam dimensi dunia kemanusiaan (alam natural), sehingga Tuhan melakukan komunikasi dengan sistem bahasa manusia. Pada satu titik tersebut, antara Tuhan dan makhluk-Nya bisa melakukan komunikasi dengan sistem komunikasi mereka yang keduanya saling bisa paham dan memahami. Sebagai pemilik pesan, Tuhan melakukan komunikasi dengan Muhammad yang tentunya menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh diri-Nya dengan Muhammad yang menjadi kawan komunikasi-Nya. Bentuk komunikasi seperti ini –dalam kategori Saussureian- merupakan sistem bahasa yang tidak melibatkan peran masyarakat banyak dan biasanya hal seperti ini menggunakan bentuk parole, yakni berupa pilihan bebas dan merupakan hak personal antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Terlepas dari perbedaan yang ada tentang hal ini, komunikasi wahyu menggunakan media dapat dipahami keduanya, baik berupa bahasa verbal maupun sistem isyarat. Kalau pada tahap komuniksi Tuhan dengan Muhammad merupakan transisi peralihan dari parole Tuhan kepada language atau dari bahasa tutur ke sistem bahasa tulisan, maka komunikasi antara Muhammad dengan konteks masyarakat Arab –dalam arti peralihan sistem bahasa ke masyarakat- merupakan hal niscaya yang di dalamnya membutuhkan akan unsur-unsur linguistik. Oleh karenanya, wahyu dengan penjelasan seperti ini, merupakan wujud komunikasi antara Tuhan dan hambaNya, dan wahyu –sekali lagi- menjadi tempat komunikasi. Pesan Tuhan (wahyu) yang dalam sejarahnya harus sampai ke tangan manusia, sangat membutuhkan apa yang disebut sebagai bahasa. Bahasa, satu sisi, sebagai alat teknis untuk mengungkapkan sesuatu, di sisi lain, ia merupakan wadah penyampaian. Akan tetapi dalam sejarahnya, pesan Tuhan yang telah didokumentasikan di dalam tulisan tersebut, menjadi sangat rancu dan mengakibatkan munculnya polemik dan berdebatan atas otentik dan tidak otentik dari berbagai redaksi kitab suci. Hal ini disebabkan karena adanya campur tangan dengan berbagai penghapusan dan penambahan yang terjadi pada pesan Tuhan tatkala proses penulisan dan pra-penulisan. Hal ini -sebagaimana dikatakan oleh Hanafi- diperlukan apa yang kemudian disebut sebagai kritik historis. Karena otentisitas redaksi kitab suci hanya bisa dibuktikan melalui kritik sejarah. Otentisitas teks hanya dapat dibuktikan melalui kritik sejarah oleh sejarahwan, setelah sebelumnya jaminan keaslian teks dalam sejarah dilakukan oleh para orator, melalui metode pengalihan teks secara lisan maupun tulisan. B. Keotentikan Wahyu Tuhan: Sebuah Konstruksi Kritik Sejarah Menurut Hassan Hanafi. Semua agama yang mempunyai kitab suci, tidak bisa dilepaskan dari diskusi mengenai teks kitab sucinya. Menentukan keotentikan kitab suci (wahyu yang terdokumentasi) yang di dalamnya penuh ajaran moral, sumber hukum dan nilai-nilai kemanusiaan, merupakan tindakan yang oleh Hanafi dinilai sebagai rangkaian tindakan penafsiran yang aksiomatik pertama sebelum melakukan tindakan aksiomatik berikutnya. Oleh karena itu, tindakan menentukan keaslian (keotentikan) kitab suci merupakan bagian dari kehati-hatian dan kewaspadaan. Hal ini disebabkan karena menyangkut akan kelangsungan generasi umat di dalam melangkah di muka bumi dengan tuntunan kitab suci. Pembahasan mengenai kritik sejarah atas keotentikan sebuah wahyu Tuhan, merupakan hal yang niscaya. Hal ini sebagaimana dikatakan Hanafi, bahwa otentisitas teks hanya dapat dibuktikan melalui kritik sejarah. Kritik sejarah ini haruslah terbebas dari hal-hal yang semata-mata berbau teologis, filosofis, mistik, dan spiritual. Dalam pembahasan mengenai keaslian sebuah kitab suci ini, Hanafi berasumsi bahwa ketidakaslian kitab suci yang ada, adalah terjadi pada Injil, Taurat, Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru. Bagi Hanafi, al-Qur’an sebetulnya telah membuat sebuah proposisi kritis yang diakui oleh semua kritikus Kristen, baik Katolik maupun Protestas, konservatif maupun liberal, yang moderat maupun yang radikal, yakni bahwa kitab-kitab suci terdahulu bukan merupakan firman Tuhan yang asli. Bagi Hanafi, kitab suci bisa dikatakan otentik jika: pertama, kata-kata yang diucapkan Nabi yang didiktekan Tuhan melalui malaikat, (seketika) disalin pada saat pengucapannya kemudian disimpan dalam tulisan sampai sekarang. Wahyu yang seperti itu –bagi Hanafi- merupakan wahyu in verbatim (persis sama dengan kata-kata yang diucapkan pertama kali). Wahyu –untuk perjalanannya kemudian- diharapkan tidak melewati masa pengalihan secara lisan, tapi ditulis pada saat pengucapannya. Kedua, pada pengalihan melalui tulisan, wahyu tersebut harus berisi kata-kata yang secara harfiyah sama dengan yang diucapkan Nabi. Proses pengalihan dari lisan ke tulisan haruslah sesuai dengan aturan-aturan pengalihan lisan. Ketiga, teks–teksnya harus diketahui dan identik, ditulis dengan bahasa yang sama dari penutur aslinya, dan yang ke empat, naratornya haruslah orang yang hidup pada zaman yang sama dengan saat diturunkannya kejadian-kejadian dalam teks serta harus benar-benar bersikap netral dalam penceritaannya. Menurut Hanafi, Wahyu akan bisa menjadi in verbatim, jika tidak mengalami pengalihan lisan. Hal ini ditegaskannya, karena jika terjadi pengalihan lisan, akan ada kemungkinan banyak kata-kata yang hilang sekalipun makna atau maksudnya dipertahankan. Adanya pengalihan lisan juga dikuatirkan akan terjadi campur tangan dari pihak Nabi, penyalinnya, maupun para imajinasi massanya. Prasyarat lain bagi kesempurnaan teks dalam sejarah adalah keutuhan. Artinya, wahyu disimpan dalam bentuk tertulis (dan dituntut) tanpa mengalami pengurangan (dan penambahan) apa pun dalam sejarah. Bagi Hanafi, tak satupun kitab suci dalam tradisi kitab suci sejak Taurat yang memenuhi persyaratan seperti di atas kecuali al-Qur’an. Begitu juga, bagi Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, keduanya tidak memenuhi syarat-syarat keaslian seperti di atas. Hal ini terbukti, dengan adanya Kitab Perjanjian Lama yang dalam sejarahnya mengalami sebuah perjalanan yang senantiasa melewati berbad-abad cara pengalihan lisan. Tidak hanya Kitab Perjajanjian Lama, Kitab Perjanjian Baru pun mengalami hal yang sama. Kitab ini melewati sampai satu abad di dalam pengalihan lisan. Artinya, adanya pengalihan lisan yang dianggap menjadi penyebab dari salah satu terjadinya ketidak aslian, terjadi pada kitab-kitab suci dan bahkan (dalam pengalihannya) ada yang melewati satu abad atau bahkan mungkin ada yang berabad-abad. Hal ini sebenarnya merupakan bukti bahwa kitab-kitab suci yang sudah terbiasa dalam kesehariannya sering dijadikan sebagai tempat untuk merujuk dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, sebagai pijakan hukum dan sumber petunjuk umat, ternyata terdapat dan ditemukan ketidakaslian. Hal ini sangat mengejutkan, di karenakan kitab suci yang sudah berumur beberapa abad yang lalu ternyata tidak otentik (menurut kriteria Hassan Hanafi). Hanya al-Qur’an-lah yang memenuhi berbagai syarat seperti halnya ditulisnya pada saat diturunkannya. Dalam hal ini Hanafi memberikan contoh sekaligus melontarkan kritik atas contoh-contoh tersebut. Contoh tersebut adalah, bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama direkam dalam bahasa Ibrani, kecuali beberapa ayat dalam bahasa Aramaia dan Chaldea. Menjadi bermasalah, jika dilihat dalam sejarah, bahwa Kitab Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani atau Latin, akan tetapi Yesus sendiri tidak pernah mengenal bahasa Yunani atau bahkan bahasa Latin. Sumber-sumber di belakang kitab-kitab ini pun –sebagaimana analisa Hanafi- mengandung ketidakjelasan. Sebagaimana contohnya yang diungkap oleh Hanafi bahwa cuplikan lagu-lagu lokal dan kesukuan seperti kidung Lamech, lagu tentang tempat Moab, lagu atau kidung Heshbon dan Sihon, lagu-lagu tentang kutukan dan rahmat terhadap Nuh, Melchizedek, Rebekah, Yakob, Esan, Yusuf, semua kidung-kidung tersebut, diyakini tidak jelas dari mana sumber-sumbernya. Hal yang sama juga terjadi pada sumber-sumber tertulis di belakang kitab-kitab sejarah. Sumber-sumber tertulisnya tidak diketahui secara kritis. Hal yang sama juga terjadi pada penulis-penulisnya, bahasanya, jumlahnya, bahkan sampai pengalihannya dari tangan ke-tangan, kesemuannya tidak diketahui dengan jelas. Hanafi menegaskan bahwa adanya kesatuan isi atau pengertian kitab suci, menandakan kesatuan sumbernya. Kesatuan kitab suci menjadi kuat jika semua kitab yang ada dalam kitab suci didiktekan oleh Nabi yang menerima pesan Tuhan melalui malaikat secara langsung (immediately). Selanjutnya, dalam kitab Perjanjian Lama, sebagaimana diungkap Hanafi, tidak dapat diketahui dengan pasti apakah kata-kata yang diucapkan para nabi merupakan wahyu in verbatim yang diucapkan para Tuhan kepada sang nabi melalui Roh Kudus, ataukah merupakan kata-kata sang nabi sendiri yang mengungkapkan wahyu Tuhan yang sebelumnya belum pernah diungkapkan. Dalam kitab-kitab ini, tidak diketahui apakah yang diucapkan oleh Yesus merupakan wahyu yang benar-benar disampaikan Tuhan kepadanya untuk memperbaiki atau menjelaskan wahyu terdahulu yang sebelumnya belum pernah diungkapkan, ataukah ucapan Yesus tersebut merupakan ucapannya sendiri. Selanjutnya kritik Hanafi atas sejarah orang yang hidup se-zaman dengan al-Kitab. Yakni bahwa teks harus dilaporkan in verbatim oleh beberapa orang yang hidup pada zaman yang sama dengan kejadian yang dilaporkan. Kesamaan maksud yang terungkap dari beberapa orang yang melaporkan satu laporan yang identik, merupakan bukti keaslian. Begitu juga pengalihan-pengalihan yang ada. Mengenai pengalihan ini, paling tidak –kata Hanafi- harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut; 1. Orang-orang yang melaporkan (yang mendapatkan titah wahyu atau titah untuk menuliskannya) tidak boleh saling ketergantungan satu sama lain. Hal ini diharapkan untuk menghindarkan segala kemungkinan terdapatnya keinginan untuk merendahkan diri. Dikatakan oleh Hanafi bahwa dalam Kitab Injil, terdapat adanya saling ketergantungan dari orang-orang yang menyampaikannya. Hal ini terbukti tentang dua sumber, yakni Logia dan Marc, yang hal ini menguatkan adanya ketergantungan Kitab-Kitab Injil satu sama lain. 2. Jumlah yang cukup dari orang-orang yang melaporkan akan memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi keaslian suatu laporan. Dalam beberapa laporan kepastian tidak tercapai jumlah, bila jumlah orang melaporkan kurang banyak. Makin banyak yang melaporkan, makin besar kepastian yang diperoleh. 3. Tingkat penyebaran laporan harus bersifat homogen pada setiap waktu. Penyebaran laporan sejak generasi pertama sampai generasi tradisi tulisan, misalkan generasi ke-empat, harus seragam pada generasi ke-empat tersebut. Artinya, penyebarluasan sebuah kisah yang ada dalam kitab suci yang tiba-tiba muncul dalam satu generasi, menandakan adanya intervensi keinginan manusia dalam penemuan laporan baru. Kasus Kitab Injil ke-empat –misalnya kata Hanafi- merupakan contoh kasus yang jelas. Yaitu adanya lebih banyak hal yang diketahui pada abad pertama dari pada apa yang diketahui pada generasi pertama. 4. Isi laporan harus sesuai (tepat) dengan pengalaman manusia dan kesaksian inderawi. Wahyu bukanlah sesuatu yang luar biasa, supranatural, ataupun ajaib. Semua kisah tentang keajaiban, ke-supranaturalan harus dihilangkan. Menghilangkan keajaiban ini bukanlah karena keajaiban adalah tidak ada, melainkan karena keajaiban menurut Hanafi tidak cocok dengan panca indera. Keajaiban adalah suatu peristiwa alamiah yang penyebabnya tidak diperhatikan. Artinya, begitu penyebab keajaiban diketahui, maka hilanglah keajaiban tersebut. Pengalihan multilateral yang memenuhi ke-empat persyaratan ini menurut Hanafi bisa membuktikan akan keotentikan pesan Tuhan. Pengalihan ini mencerminkan derajat ketepatan sejarah yang paling tinggi. Jika ke-empat dari pengalihan seperti yang di atas tidak dipenuhi secara teoritis wahyu akan menjadi bersifat dugaan. Sebuah laporan harus dibuat secara tekstual, tanpa ada pengurangan ataupun penambahan. Hubungan yang ada antara kata dan maknanya, adalah hubungan yang mutlak. Makna hanya bisa diungkapkan ketika dengan kata yang sama. Artinya, jika digunakan kata yang lain, maka bisa diasumsikan akan terdapat makna bayangan yang tidak pernah sama dengan makna yang sebenarnya. Pengurangan atau penambahan pada sebuah teks misalnya -sekalipun pengurangan atau penambahannya tidak esensial- (pada akhirnya) akan berdampak menjadikan suatu lapisan makna yang sebenarnya tidak dimiliki oleh makna yang sesungguhnya dari redaksi teks. Analisis penemuan ketidakaslian selanjutnya, adalah bahwa dalam Kitab-kitab Injil, kata-kata yang diucapkan Yesus disampaikan berdasarkan makna dengan kata-kata yang berbeda. Hal ini sesungguhnya telah membuktikan bahwa kitab-kitab suci tersebut telah diselewengkan. Mengenai problem keaslian kitab suci, yakni bahwa hanya kata-kata yang langsung diucapkan Nabi pada waktu Tuhan menyampaikan wahyu –itulah- yang harus dipertahankan. Kata-kata yang diucapkan oleh para Nabi adalah satu-satunya bagian kalimat langsung yang harus dipertahankan. Sebaliknya, bagian kisah yang berupa kalimat yang tidak langsung, bukanlah bagian dari riwayat pesan Tuhan. Dan sebaliknya, kata-kata yang diucapkan sahabat, kata yang diucapkan masa, atau siapa pun yang terlibat dalam dialog dengan Dzat yang tidak bisa dilihat (alam supranatural, alam non-ilmiah), tidaklah termasuk bagian dari pesan Tuhan yang harus dipertahankan. Akan tetapi dalam sejarah, perkataan para sahabat di sejarah kitab-kitab suci kecuali al-Qur’an, sangat bisa ditemui. Hal ini semisal; dalam Kitab Perjanjian Baru, yang disinyalir Hanafi bahwa kisah para rasul yang ditulis oleh Lukas dan Wahyu yang ditulis oleh Yohannes. Penulisan yang dilakukan tersebut, sudah sangat jelas merupakan bagian dari tradisi. Karena itu menurut pengamatan Hanafi, bahwa surat-surat Katolik, misalnya, dan juga perkataan orang-orang yang hidup setelah zaman Nabi, adalah bukan merupakan bagian dari kitab suci, akan tetapi merupakan tradisi. Jika demikian, empat belas surat Paulus yang ada –selama ini- adalah bagian dari tradisi dan bukan merupakan kitab suci. Begitu juga kata-kata yang diucapkan Nabi ketika masih kecil atau setelah wafat, juga harus dikesampingkan. Hal ini disebabkan karena seorang anak belum mencapai usia berpikir, sedangkan berbicara setelah mati merupakan hal yang tidak wajar karena bertentangan dengan kebiasaan dan bertentangan dengan jalannya kejadian pada umumnya. Bagi Hanafi, seorang yang melaporkan kisah dituntut memiliki kesadaran netral. Artinya, bahwa orang tersebut dilarang mencampuri (intervensi) kisah yang dilaporkannya dengan kata-katanya pribadi, bayangan, perasaan, kepentingan, atau dengan penafsirannya sendiri. Oleh sebab itu, kata Hanafi, bahwa perbuatan mengisahkan harus berlangsung dalam tiga langkah, yaitu; Pertama, mendengar, kedua, menyimpan dalam ingatan, dan yang ketiga, melaporkan. Sebuah laporan kisah dikatakan otentik jika ketiga langkah tersebut identik. Yaitu mendengar sejalan dengan menyimpan dalam ingatan, dan menyimpan sejalan dengan pelaporannya. Selanjutnya –masih berhubungan dengan syarat keotentikan- bahwa Hanafi di dalam usaha memetakkan kitab suci yang asli, ia memberikan statemen yang sangat unik, yakni bahwa orang yang melaporkan kisah dengan menggebu-gebu, sebenarnya tidak mampu melaporkan sebuah kisah yang nyata. Hal ini disebabkan oleh karena perasaan yang menggebu-gebu berarti -menurut Hanafi- tidak memiliki sebuah keseimbangan perasaan (emosi yang tidak stabil). Seseorang yang meriwayatkan (perawi) harus berpikir logis, mempunyai emosi yang stabil dan kejujuran yang tinggi. Dalam meriwayatkan, seorang perawi tidak bisa berinterfensi baik dalam ide, keinginan, emosi, pandangan maupun tujuan. Mengenai hal ini Hanafi mengatakan bahwa; “A passionate narrator is unable to the raport because of the loss of the sentimental equilibrium”……“The reporter must have a rational conscience, an equilibrium in feeling, and extreme honesty based on piety”. Hal tersebut dikatakan Hanafi, disebabkan oleh karena dalam Kitab Injil dalam setiap narratornya telah mengganggu keaslian wahyu dengan memasukkan gagasan, rencana, perasaan, bayangan dan cita-citanya dengan begitu menggebu-gebu. Hanafi mencontohkan bahwa dalam sejarah, Markus dengan gagasan dan rencananya ingin membuktikan Yesus sebagai Ebionite, sedangkan Mathius berkeinginan menjadikan sifat Yesus sebagai juru selamat dan sekaligus rohaniawan Kristen. Dengan demikian, adanya keinginan, baik yang datang dari hawa nafsu, perasaan maupun pikiran, dapat menjadikan kitab suci yang ditulis, mengalami cacat total. Akhirnya, keraguan al-Qur’an –dalam sejarah- tentang keaslian kitab-kitab suci tersebut, dapat dimengerti. Hal ini diyakini karena wahyu dalam kitab-kitab tersebut tidak dipertahankan in verbatim. Jika demikian, maka kemungkinan terjadinya kesalahan, sangatlah besar. Sebagaimana contoh adanya pengubahan, pengurangan, penambahan, penghapusan, penyisipan, dan kekhilafan yang terjadi pada beberapa kitab suci sebelum al-Qur’an. Sebab itulah, tuduhan-tuduhan al-Qur’an terhadap adanya ketidakaslian yang terdapat dalam kitab-kitab suci sebelumnya, bisa dipercaya. Tuduhan-tuduhan yang pernah dilontarkan al-Qur’an terhadap kitab-kitab suci sebelumnya adalah sebagai berikut; Pertama, dalam beberapa teks-teks kitab suci tersebut ada beberapa kata yang dipindahkan dari tempat aslinya dengan cara menggunakan ejaan yang salah untuk menyiratkan suatu arti yang lain. Kedua, teks-teks lain telah diubah dengan upaya menggantikannya dengan teks-teks yang lebih lunak terhadap otoritas politik dan agama. Teks-teks yang asli diubah, dikacaukan, atau bahkan diselubungi dengan teks-teks lain. Ketiga, ada pula teks-teks yang ditutup-tutupi dan disembunyikan. Teks-teks itu benar-benar dikesampingkan, baik karena ketiadaan semangat pengalihan, ataupun dimaksudkan untuk menjaga status quo teokrasi yang ada. Bahkan perjanjian yang ada dalam kitab-kitab tersebut diakhiri untuk menyatakan wahyu Tuhan secara terbuka, dan bukan untuk menyembunyikannya. Begitu juga Kitab Injil, dikatakan Hanafi, telah memuat sebuah kisah mengenai keterangan Kitab Taurat yang disembunyikan, kemudian pada akhirnya ditemukan oleh seorang pendeta. Selanjutnya mengenai kritik al-Qur’an terhadap kitab-kitab yang lain (yang ke empatnya), adalah bahwa teks-teks tersebut -mutlak- merupakan hasil pikiran kreatif dari para penutur kisah atau penulis kisah, atau sengaja dibuat atas kerja sama antara penguasa agama dan penguasa politik, antara para rabbi dan raja-raja. Beberapa hukum dibuat oleh para pendeta untuk dikenakan pada masyarakat bukan berdasarkan kesalehan dan ketaatan, tapi berdasarkan kemunafikan, bahkan sebelum Tuhan memerintahkannya. Tuduhan yang dilontarkan al-Qur’an ini –kata Hanafi- merupakan hal yang bisa dikatakan benar dalam kategori kritik sejarah. Oleh karena itu, dengan adanya penciptaan-penciptaan atas teks-teks kitab suci tersebut, al-Qur’an menyebutnya sebagai dusta. Hal ini telah disebutkannya dalam QS. Al-Baqoroh: 79. Sebagaimana firman Allah: فويل للذين يكتبون الكتب بأيديهم ثم يقولون هذا من عندالله ليشتروا به ثمنا قليلا فويل لهم مما كتبت أيديهم وويل لهم مما يكسبون. (البقره: 79) “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya : ini dari Allah, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan” (QS.Al-Baqarah: 79.) Kritik al-Qur’an terhadap kitab suci agama seperti di atas –sebagaimana diungkap Hanafi- adalah merupakan sebuah hal yang sudah biasa. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an telah memberikan ketegasan kritiknya dengan menunjukkan kebenaran sejarah atas ketidakaslian kitab Bibel. Hal ini sebagaimana dikatakan Hanafi bahwa : “….in Islam, the critique of relegion is very common, the kur’an began such criticism by showing the inauthenticity of Bibical scriptures, the deformation of Jewish and Cristian dogma, and the alination of religious practice…” Selanjutnya, mengenai keaslian kitab Taurat, para sarjaan Muslim klasik (sebagaimana di terangkan Hanafi) telah mengemukakan anggapan bahwa kitab Taurat yang asli telah dihancurkan pada masa penghancuran pertama terhadap kuil dan tidak pernah dipulihkan kembali. Oleh karena itu, apa yang dilontarkan Hanafi bahwa ada beberapa redaksi kitab suci yang tidak asli, ternyata pada akhirnya ditemukan. Thus, dengan menggunakan kritik historis yang ada dalam hermeneutika Hassan Hanafi sebagaimana yang telah diusung oleh Hanafi di atas, telah berfungsi untuk memastikan keaslian teks yang disampaikan kepada nabi sebagai perantara kitab suci dalam sejarah. Oleh sebab itu, ditegaskan oleh Hanafi bahwa keaslian wahyu dalam sejarah, ditentukan oleh tidak adanya syarat-syarat kemanusiaan di dalamnya. Namun, hal ini sudah terjadi pada kitab-kitab suci selain al-Qur’an. Sebaliknya, menurut Hanafi, bahwa kata-kata al-Qur’an yang diterima Nabi Muhammad dan didiktekan langsung oleh Tuhan melalui malaikat, langsung pula didiktekan oleh Nabi kepada para penyalin pada saat pengucapannya, dan lestari sampai saat dituliskannya redaksi teksnya. Wahyu yang semacam ini tidak melalui tahap pengalihan lisan, akan tetapi ditulis pada saat pengucapannya. Hanya al-Qur’an-lah –bagi hermeneutika Hanafi- yang memenuhi prasyarat-prasyarat tersebut. Kitab-kitab suci yang ada, lain kasusnya dengan al-Qur’an, al-Qur’an merupakan wahyu yang ditulis in verbatim yang secara harfiyah dan kebahasaan sama dengan yang diucapkan Nabi. Oleh karenanya, sejalan dengan pemikiran hermeneutika Hanafi, bahwa ia mengharapkan teori hermeneutikanya dapat bersifat “teoritik” sekaligus “praktis.” Artinya, dengan diketahuinya keotentikan wahyu Tuhan, -untuk berikutnya- langkah memahami wahyu Tuhan (baru) bisa berjalan. Hal ini karena prasyarat pemahaman yang tepat akan pesan Tuhan yang terdokumentasi dalam tulisan, adalah dengan terlebih dahulu membuktikan keasliannya melalui kritik historis. Sebab jika tidak, pemahaman terhadap teks yang palsu akan menjerumuskan orang pada kesalahan. • Beberapa Catatan atas Gagasan Otentisitas Wahyu Tuhan Hassan Hanafi Gagasan Hanafi atas konsep hermeneutika yang dijadikannya sebagai pijakan kritik terhadap keaslian redaksi kitab suci adalah disebabkan karena Hanafi mengharapkan adanya konsep penafsirannya yang bersifat –salah satunya- objektif. Untuk hal tersebut, ia sangat menuntut adanya keaslian dari redaksi kitab suci sebelum diadakannya langkah-langkah penafsiran. Menggunakan kritik sejarah, oleh karenanya, –dalam melakukan tindakan penafsiran-, dipandang olehnya sebagai langkah urgen yang harus diletakkan di posisi awal sebelum melangkah pada wilayah penafsiran (kritik eidetik). Dengan menggunakan kritik historis, otentisitas redaksi kitab suci –sebagaimana diyakini Hanafi- akan terlihat dan menjadi jelas. Hal ini karena muatan yang ada dalam kritik historis adalah muatan-muatan yang berkepentingan membongkar keaslian dan berupaya mencocokan dari asal sumber aslinya teks Namun, uraian teoritik Hanafi di dalam memberikan penilaian yang berpijak pada kritik historis, terlihat berat sebelah atau sangat kurang objektif. Hal ini bisa terasa di beberapa uraiannya yang jarang -bahkan tidak pernah- menyinggung sama sekali mengenai keotentikan al-Qur’an yang juga menjadi polemik perdebatan di kalangan orang Islam maupun non Islam. Kalaupun menyinggung mengenai al-Qur’an di tengah-tengah tulisannya, Hanafi senantiasa hanya memberi nilai plus akan keotentikan pesan Tuhan yang ada dalam kitab suci al-Qur’an. Hanafi di beberapa uraiannya terlihat sangat larut akan keyakinannya –sebagaimana keyakinan kebanyakan muslim lainnya- bahwa teks dan bacaan dalam mushaf al-Qur’an dewasa ini diyakini sebagai rekaman lengkap dan otentik wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad yang selanjutnya dikodifikasi Zaid bin Tsabit berdasarkan otoritas Khalifah Usman bin Affan. Artinya, Hanafi menyakini bahwa pernyataan al-Qur’an dalam QS 15:9 merupakan bentuk statemen garansi Ilahi atas kemurnian wahyu al-Qur’an dari berbagai perubahan dan penyimpangan. Tulisan Hanafi yang terlihat sering menggunakan bahasa bombamtis tersebut terasa telah melupakan akan sejarah pemantapan teks dan bacaan al-Qur’an yang dewasa ini diasumsikan oleh berbagai kalangan cukup masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya. Ungkapan Hanafi bahwa wahyu Tuhan dikatakan otentik jika wahyu tersebut terhindar dari penghapusan dan penambahan sebagaimana yang terjadi pada kasus Injil, Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah terlihat kurang universal dan kurang objektif. Mengapa dalam penjelasannya, Hanafi tidak menyinggung atau sedikit mengelaborasi mengenai doktrin na>sikh mansu>kh yang pada abad ke-8 hingga abad ke-11 telah mencapai suatu proporsi yang sangat mengerikan dan dramatis dalam sejarah pemikiran Islam. Namun, terlepas bahwa Hanafi bukan merupakan sarjana yang fokus akan kajian sejarah al-Qur’an seluruhnya sebagaimana sarjana-sarjana Barat yang ‘menekuni’ al-Qur’an semisal Silvester de Sacy, Gustav Weil, H. Hirschfeld, O. Loth, Wansbrough atau bahkan semisal sarjana Prancis Paul Casanova yang telah juga banyak menemukan adanya ketidakotentikan dalam kitab suci al-Qur’an, setidaknya kajian Hanafi mengenai keotentikan kitab suci dijadikan (sebagiannya) sebagai counter wacana terhadap pemikiran-pemikiran Barat khususnya dan internal Islam pada umumnya atas keraguan yang ada pada kitab suci al-Qur’an juga sekaligus dengan membuktikan posisi dan letak dimana dan mengapa sebagian redaksi kitab suci al-Qur’an diragukan yang tentu saja dengan historical criticism, atau al-Naqdu al-Ta